Friday, June 28, 2013

Bertumbuh

MAKIN SERUPA (2 Petrus 1:3-11)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Sebab apabila semuanya itu ada padamu dengan berlimpah-limpah, kamu akan dibuatnya giat dan berhasil dalam pengenalanmu akan Yesus Kristus, Tuhan kita. (2 Petrus 1:8)

Saya menanam tiga biji mangga sekitar 20 tahun yang lalu di halaman rumah. Beberapa tahun lalu saya menikmati buah mangga dari dua pohon, sedangkan pohon yang ketiga tidak berbuah walaupun pohon ini berdaun rimbun. Akhirnya pohon yang tidak berbuah saya tebang.  Kenapa pohon yang satu itu tidak berbuah, saya sendiri tidak tahu sebabnya.

Berbeda dari pohon mangga yang tidak berbuah itu, orang beriman  ditetapkan untuk bertumbuh dan berbuah. Rasul Petrus menasihati  orang-orang yang sudah lahir baru untuk bertumbuh. Orang beriman dapat mengembangkan kualitas dan citra Kristus di dalam dirinya.  Sebab itu, seharusnya tidak ada istilah "jalan di tempat" dalam perjalanan iman kita.

Orang beriman akan menghasilkan kebajikan, pengetahuan, penguasaan  diri, ketekunan, kesalehan, kasih terhadap saudara-saudara seiman, dan kasih terhadap semua orang (ay. 5-7). Itulah buah iman (ay. 8).  Orang beriman bertumbuh menjadi semakin serupa dengan Kristus. Kita ditetapkan untuk bertumbuh dalam pengetahuan yang benar akan Kristus  dan berbuah. Sayangnya, ada orang percaya yang terhambat pertumbuhan imannya. Bukannya menjadi berkat, mereka malah menjadi batu  sandungan. Mereka tidak menunjukkan tanda pertumbuhan dan buah iman.

Pertumbuhan iman terjadi karena kuasa ilahi dan anugerah-Nya. Bukan berarti kita lalu pasif dan berdiam diri. Sebaliknya, kita mendayagunakan kuasa ilahi dan anugerah-Nya untuk menentukan pilihan hidup yang menumbuhkan dan mengembangkan iman. --Eddy Nugroho

IMAN YANG BERTUMBUH TAK AYAL AKAN MENGHASILKAN BUAH KEBENARAN.

Sumber : Renungan Harian

Thursday, June 27, 2013

Mencari Jawaban

RAGU KEPADA YESUS (Yohanes 1:35-51)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Kata Natanael kepadanya, "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?" (Yohanes 1:46)

Ada banyak kesaksian orang yang pada mulanya ragu-ragu bahkan tidak percaya kepada Yesus. Apakah benar Dia adalah Tuhan dan Juru Selamat manusia? Bagaimana mungkin Allah yang Mahakuasa menjadi manusia? Namun, setelah melalui beberapa pergumulan dan pengalaman hidup, mereka menjadi yakin akan siapa Yesus sebenarnya.

Natanael salah satu contohnya. Sebelum menjadi salah satu dari dua  belas murid Yesus, ia pernah memiliki pandangan yang salah tentang  Dia. Ia mempertanyakan "ketokohan" Yesus karena Dia berasal dari Nazareth, dan hanya anak seorang tukang kayu. Sulit baginya untuk  memercayai bahwa Yesus adalah Mesias yang dinubuatkan oleh para nabi (ay. 45). Memang Nazaret hanyalah kota kecil dan terpencil, tidak  ada yang menonjol dari kota ini, mustahil akan bisa melahirkan seorang tokoh besar, apalagi sampai memunculkan seorang Mesias yang  dijanjikan. Bisa jadi ia berpikir bahwa Mesias pasti datang dari Yerusalem, kota besar tempat tinggal para Imam Israel pada waktu  itu. Tetapi, ia beruntung karena bersedia datang dan berjumpa dengan Yesus. Keraguannya tentang siapakah Yesus berubah drastis sehingga  ia kemudian mempercayai-Nya sebagai Anak Allah (ay. 49).

Siapakah Yesus Kristus bagi kita? Apakah kita sudah mempercayai Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat? Belajarlah lebih banyak tentang Dia  untuk mengetahui jati diri-Nya. Meskipun Dia hanya lahir dari seorang perempuan biasa di sebuah kandang domba, tetapi Dia telah  mengubah kehidupan jutaan umat manusia. --Yakobus Budi Prasojo

JIKA KITA BELAJAR SUNGGUH-SUNGGUH TENTANG SIAPAKAH YESUS, KERAGUAN TENTANG SIAPAKAH DIA PASTI AKAN PUPUS.

Sumber : Renungan Harian

Belajar Mengasihi

MENERIMA YANG DITOLAK (Lukas 19:1-10)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang. (Lukas 19:10)

Sebagai anak, saya mengagumi banyak hal dalam diri Ibu saya. Salah satunya adalah sifat welas asihnya. Suatu saat, misalnya, Ibu  bersedia menampung salah satu kerabatnya. Padahal, orang itu telah ditolak oleh keluarganya sendiri karena kelakuannya yang dianggap  tidak patut.

Pemungut cukai adalah orang Yahudi yang bekerja pada pemerintah Roma  sehingga dipandang sebagai pengkhianat. Begitu juga dengan Zakheus. Sebagai pemungut cukai, ia ditolak masyarakat dan dianggap  memperkaya diri dengan memeras bangsanya sendiri. Akan tetapi, Yesus bersedia menumpang di rumahnya. Tentu saja sikap Yesus ini membuat  orang banyak tidak senang. Menurut mereka, kesediaan Yesus singgah di rumah Zakheus menandakan penerimaan, sedangkan mereka menganggap  Zakheus sepantasnya ditolak.

Tindakan Yesus tersebut sesungguhnya untuk menyatakan bahwa anugerah  Allah berlaku bagi semua orang yang berdosa dan terbuang. Dia datang ke dunia untuk mencari dan menyelamatkan yang sesat. Dan, karena  Yesus menerimanya, Zakheus bertobat. Anugerah Allah mengubah hidupnya.

Di tengah kita pun biasanya ada orang yang dipinggirkan oleh  masyarakat. Mungkin karena status sosial, gaya hidup, atau tingkah lakunya. Janganlah kita ikut-ikutan mengucilkan orang itu; sebaliknya, kita perlu belajar untuk mengasihi dan menerimanya.  Biarlah ia mendengar dan mengalami kabar baik bahwa Yesus Kristus datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang. Kiranya, seperti  Zakheus, ia pun menanggapinya dengan sukacita. --Eddy Nugroho

KITA SEMUA MANUSIA BERDOSA YANG SEPANTASNYA DITOLAK, NAMUN YESUS KRISTUS MERENGKUH KITA DENGAN ANUGERAH-NYA.

Sumber : Renungan Harian

Sunday, June 09, 2013

Real Action

Obedience Is Worship (1 Samuel 15:13-23)

To obey is better than sacrifice. —1 Samuel 15:22

While I was traveling with a chorale from a Christian high school, it was great to see the students praise God as they led in worship in the churches we visited. What happened away from church was even better to see. One day the group discovered that a woman had no money for gas—and they spontaneously felt led by God to take up a collection. They were able to give her enough money for several tankfuls of gas.

It’s one thing to worship and praise God at church; it’s quite another to move out into the real world and worship Him through daily obedience.

The students’ example causes us to think about our own lives. Do we confine our worship to church? Or do we continue to worship Him by obeying Him in our daily life, looking for opportunities to serve?

In 1 Samuel 15 we see that Saul was asked by the Lord to do a task; but when we review what he did (vv.20-21), we discover that he used worship (sacrifice) as an excuse for his failure to obey God. God’s response was, “To obey is better than sacrifice” (v.22).

It’s good to be involved in worship at church. But let’s also ask God to show us ways to continue to give Him the praise He deserves through our obedience. —Dave Branon

Lord, I want my worship of You to extend beyond
the walls of my church. Help me to listen to
Your prompting and to serve others wherever
I can—no matter what day it is.

Our worship should not be confined to times and places; it should be the spirit of our lives.

Source : Our Daily Bread

Friday, June 07, 2013

Tantangan Timotius

MEMANDANG RENDAH (1 Timotius 4:11-16)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. (1 Timotius 4:12a)

Siapa yang mau dipandang rendah oleh sesamanya? Tidak ada. Ada orang yang menyikapinya secara positif, misalnya dengan giat bekerja  agar sukses. Namun, ada pula yang menempuh jalur negatif, misalnya dengan mengorbankan nilai-nilai kebajikan agar diterima dalam suatu komunitas.

Dalam surat pertamanya kepada Timotius, Rasul Paulus mengingatkan  adanya potensi tersebut dalam lingkup pelayanan jemaat. Mengapa? Ia masih muda dan berasal dari keluarga campuran. Melihat latar  belakang itu saja, orang dapat merendahkannya. Apalagi Timotius  melayani jemaat di kota besar, Efesus, sebuah kota pelabuhan termashyur. Di sana ada kuil Dewi Artemis yang dipenuhi dengan  pelacur sebagai pelayan kuil. Uang berputar cepat di kota itu, menggoda orang untuk mengejar kekayaan. Ada banyak tawaran untuk  memuaskan hasrat duniawi dengan menghalalkan segala cara.

Sebagai orang muda, Timotius pun rentan terhadap godaan itu. Bisa  saja untuk lebih diterima orang, ia mengikuti saja kemauan dan  ajakan orang lain. Di sinilah Paulus sebagai bapa rohani mengingatkan bahwa Timotius dapat menjadi teladan bagi orang percaya  meskipun ia masih muda. Dengan berjalan menurut keinginan Roh, ia dapat menjaga perkataan dan tingkah lakunya serta mengasihi dalam  kesetiaan dan kesucian hidup. Ia tak perlu "ikut arus" agar diterima oleh orang banyak.

Bagaimana dengan kita? Kiranya kita belajar menuruti keinginan Roh  untuk menjalani kehidupan yang tak bercela dan patut diteladani.  --Intan Grace

ORANG LAIN BISA JADI MERENDAHKAN KITA, NAMUN JANGAN TERGODA UNTUK BERSIKAP RENDAH.

Sumber : Renungan Harian

Mencari Bimbingan-Nya

GURU TERBAIK (1 Tawarikh 14:8-17)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Maka bertanyalah lagi Daud kepada Allah, lalu Allah menjawab: "Janganlah maju di belakang mereka..." (1 Tawarikh 14:14)

Menurut pepatah, "Pengalaman adalah guru yang terbaik." Kita menyebutnya "guru" karena pengalaman dapat memberikan banyak  pembelajaran dalam hidup. Ketika menghadapi sebuah masalah, misalnya, acapkali kita memakai pengalaman masa lalu sebagai acuan  untuk menyelesaikannya. Namun, apakah pengalaman masa lalu itu merupakan jaminan terbaik bahwa kita akan mendapatkan jalan ketika  kita menghadapi masalah yang serupa? Belum tentu!

Daud tidak memakai pengalaman masa lalunya untuk mengatasi masalah  meskipun ia menghadapi masalah yang sama. Sewaktu menghadapi serangan dari bangsa Filistin, ia bertanya kepada Tuhan apakah  diizinkan untuk maju berperang (ay. 10). Tuhan menyuruhnya maju berperang dan Daud menaatinya. Ia mengalami kemenangan. Beberapa  waktu kemudian musuh yang sama kembali menyerang. Namun, Daud tidak langsung maju berperang. Lagi-lagi ia bertanya kepada Tuhan. Dan  Tuhan ternyata menunjukkan cara yang sama sekali berbeda dari cara pertama. Kembali, ketaatannya pada petunjuk Tuhan memberinya  kemenangan (ay. 14-16). Daud mengambil langkah yang tepat dalam mengatasi masalahnya. Daud tidak mengandalkan pengalaman, melainkan  mengandalkan bimbingan Tuhan.

Siapakah yang akan kita andalkan saat menghadapi masalah? Pengalaman  atau Tuhan? Nyatalah bahwa pengalaman bukan guru terbaik untuk mengatasi masalah. Hanya Tuhanlah sumber jalan keluar yang andal.  Tuhanlah guru terbaik! Ketika kita bertanya kepada-Nya, Dia pasti akan memberikan petunjuk yang terbaik dan akurat. --SYS

GURU TERBAIK UNTUK MENGATASI SETIAP MASALAH KITA: TUHAN!

Sumber : Renungan Harian

Melakukan Untuk-Nya

BUAH APA? (Yohanes 15:1-8)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Dalam hal inilah Bapa-Ku dimuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku. (Yohanes 15:8)

Suatu kali setelah seorang pendeta berkhotbah, seorang ahli bahasa menghampiri dia. Ahli bahasa ini mengatakan bahwa ia mencatat banyak  sekali kesalahan yang pendeta tersebut lakukan dalam menggunakan bahasa yang baik dan benar. Pendeta itu menjawab, "Dengan kebodohan saya, saya telah mencoba sedapat mungkin untuk melayani Tuhan.  Dengan kepandaian Anda, apa yang sudah Anda perbuat bagi Tuhan?"

Sebanyak 7 kali kata berbuah disebutkan dalam perikop ini. Hal ini  menunjukkan betapa besarnya keinginan Tuhan agar setiap orang  Kristen menghasilkan banyak buah bagi-Nya. Tuhan Yesus menegaskan, berbuah adalah salah satu ciri dari seorang pengikut Kristus (ay.  8). Adapun yang perlu kita lakukan untuk dapat berbuah adalah tinggal di dalam Tuhan Yesus (ay. 4-5). Adanya hubungan yang hidup  dan erat antara kita dan Tuhan Yesus itulah yang menjadikan hidup kita berbuah. Adapun yang menjadi bagian Tuhan adalah membersihkan  kita agar lebih banyak berbuah (ay. 2).

Tuhan menginginkan hidup kita menghasilkan buah bagi-Nya. Buah yang  seperti apa? Kehidupan yang berubah dan perbuatan yang memuliakan nama Tuhan. Sudahkah kita berbuah bagi Tuhan? Membawa jiwa kepada  Tuhan, memancarkan kasih dalam tindakan nyata sehari-hari, mengerjakan tugas dengan jujur, itu adalah beberapa contoh perbuatan  yang memuliakan Tuhan kita. Karena itu, tinggallah di dalam Kristus, bangunlah hubungan yang erat dengan Dia, agar buah-Nya semakin nyata  dalam hidup kita. --IRF

KITA ADALAH RANTING, YANG HANYA BERBUAH DENGAN MELEKAT PADA POKOK ANGGUR.

Sumber : Renungan Harian

Gideon

CARA PANDANG ALLAH (Hakim-hakim 6:11-24)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Ketahuilah, kaumku adalah yang paling kecil di antara suku Manasye dan aku pun seorang yang paling muda di antara kaum keluargaku. (Hakim-hakim 6:15)

Tidak semua orang memiliki sikap percaya diri yang tinggi. Kebanyakan orang malah cenderung memandang rendah kemampuan dirinya.  Kita merasa lebih lemah dari orang lain. Kita merasa belum cukup pengalaman. Atau, kita bukan berasal dari keluarga yang terkenal  atau kaya.

Gideon mengalami krisis percaya diri ketika Allah hendak  mengangkatnya sebagai hakim. Ketika malaikat Tuhan menyebutnya sebagai pahlawan yang gagah berani, jelas ia tidak percaya. Ia merasa tidak memiliki kemampuan untuk menyelamatkan bangsanya. Ia  memandang kelemahan dirinya jika dibandingkan dengan kaum dan bangsanya. Namun, cara Allah memandang Gideon berbeda dari cara  Gideon memandang dirinya. Allah mengukur kemampuan Gideon bukan dari usianya yang masih muda dan kaumnya yang kecil, tetapi karena Allah  berjanji akan menyertainya. Itulah alasan Allah mengutusnya sebagai hakim bagi Israel.

Bisa jadi kita tidak dapat melakukan hal-hal yang besar karena kita  memandang diri kita terlalu rendah. Kita menganggap diri kita tak mungkin melakukannya. Padahal, Allah selalu memandang kita dengan cara yang berbeda. Ukuran Allah berbeda dengan ukuran dunia. Allah  menyatakan kita berharga, siapa pun kita di mata manusia. Karena itu, jangan ragu meraih kesempatan yang Allah sediakan. Awal untuk  membangun kepercayaan diri adalah menghargai kemampuan yang Allah anugerahkan dan berserah kepada penyertaan Allah. Dengan modal itu, kita dapat berkarya menciptakan masa depan yang lebih baik. --IGR

JANGAN MEMANDANG PADA BESARNYA TANTANGAN YANG KITA HADAPI; PANDANGLAH BETAPA BESAR ALLAH YANG MENYERTAI.

Sumber : Renungan Harian

Dilengkapi Tuhan

SARAH COINER (Matius 28:16-20)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Karena itu, pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka... dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu... (Matius 28:19, 20)

Sarah Coiner menderita cedera otak sejak balita. Aktivitasnya terbatas. Untuk menggerakkan tubuh ia nyaris tak bisa. Ke mana-mana  ia harus ditolong sang ibu dan kursi rodanya. Pada usia 36 tahun, Sarah mendengar tentang Global Media Outreach. Dan, ia menangkap  panggilan Tuhan yang menyuruhnya "pergi ke segala bangsa" untuk mengabarkan Injil. Sang ibu sangsi, bagaimana Sarah bisa  melakukannya. Namun, ia lalu sadar, Tuhan bisa menciptakan cara, saat sepertinya tak ada cara. Dan, jika Dia memanggil, Dia pasti memperlengkapi.

Sarah tak dapat berbicara. Ia berkomunikasi melalui tulisan dengan  bantuan komputer yang melekat di kursi rodanya. Untuk "berbicara",  ia menekan papan tuts dengan semacam stik yang menempel di "helm penyokong" yang selalu ia pakai. Dengan alat itulah Sarah melayani  bersama Global Media Outreach. Ia menjawab banyak e-mail dari berbagai belahan dunia. Ia "pergi" ke seluruh dunia dengan menjadi  misionaris online!

Menjelang naik ke surga, Yesus memberikan mandat untuk memberitakan Injil ke seluruh dunia kepada murid-murid-Nya. Dan, mereka sudah menuntaskannya. Kini, pekerjaan itu diteruskan kepada kita, suatu  pekerjaan besar. Tak cukup dilakukan oleh sebagian anak Tuhan saja. Setiap pengikut Kristus mesti mengambil bagian dalam meneruskan  berita Injil kepada berbagai bangsa, berbagai generasi, berbagai  kalangan. Dengan berbagai cara. Mari menilik ke dalam diri dan mencari cara yang dapat kita lakukan untuk berperan dalam pekerjaan  ini. --AW

JIKA TUHAN MEMANGGIL KITA UNTUK MELAYANI, DIA TENTU MENYEDIAKAN CARA DAN PERLENGKAPANNYA.

Sumber : Renungan Harian

Sunday, June 02, 2013

Tiada Pemisah

Kematian Yang Menghubungkan (Matius 27:51)
Oleh : Deny S Pamudji

Tabir di Kemah Suci yang kemudian juga di Bait Suci merupakan tabir yang memisahkan antara ruang kudus dengan ruang mahakudus di mana tabut perjanjian disimpan (Keluaran 4:21, 26:39). Tabir itu bukanlah sembarang tabir, melainkan harus dibuat oleh ahli tenun (Keluaran 26:31). Yang masuk ke dalam Kemah Suci juga bukan orang sembarangan melainkan orang yang dipilih dan orang tersebut haruslah hidup kudus sepanjang hidupnya (Imamat 16:2). Jadi betapa sulitnya dulu ketika orang ingin menghadap Tuhan, entah untuk menyembah-Nya apalagi untuk menyampaikan permintaan.

Tetapi, Puji Tuhan, kematian Yesus di kayu salib, telah membuat hubungan yang sulit itu menjadi hubungan yang mudah. Matius 27:51 menuliskan ‘Dan lihatlah, tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah ….”  Hal yang sama juga tertulis di Markus 15:38, dan juga Lukas 23:45. Dengan terbelahnya tabir, maka tidak ada lagi pemisah bagi kita untuk mendekati Tuhan dan semua terjadi dengan kematian Yesus di kayu salib sebagai korban untuk semua dosa kita.

Sekarang kita semua dapat menghadap Tuhan tanpa melakukan upacara korban. Kita dapat menyampaikan keluhan dan permintaan kita secara langsung, tanpa harus melalui iman. Dan bahkan kita tetap bisa berhubungan langsung walau kita di dalam keadaan yang tidak sempurna atau dalam keadaan berdosa/bersalah.

Sayangnya, kesempatan untuk hidup dekat dengan Tuhan sering kita sia-siakan. Untuk saat teduh saja, kita sering merasa berat dan kalau pun dilakukan, bukan pada waktu yang khusus melainkan pada saat di mana tidak ada kegiatan lain.

Marilah kita belajar memberikan waktu khusus untuk Tuhan. Untuk memuliakan nama-Nya, untuk bercakap erat dengan-Nya, sehingga terjadi hubungan yang akrab antara kita dengan Tuhan yang membuat kita semakin diteguhkan dan semakin mengerti rencana Tuhan atas kita. Tuhan memberkati.

Popular Posts