Monday, June 30, 2014

Kekuatan Lain

MERASA AMAN (1 Tawarikh 21:1-17)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Tetapi hal itu jahat di mata Allah, sebab itu dihajar-Nya orang Israel. (1 Tawarikh 21:7)

Sepintas kita menganggap tindakan Daud menghitung jumlah rakyatnya adalah hal yang wajar. Ternyata, tidak bagi Tuhan! Dia memandang tindakan Daud ini jahat. Di pasal-pasal sebelumnya, Daud dan tentaranya menghadapi banyak pertempuran dan ancaman dari musuh. Kondisi ini mendorong Daud untuk mengetahui seberapa besar kekuatan yang ia miliki. Sensus pun dilakukan dan ia mendapati satu juta orang lebih rakyatnya mampu berperang. Cukup besar untuk menghalau musuh.

Mengapa Tuhan memandang jahat tindakan Daud? Rupa kekuatan perang yang besar itu membuat Daud merasa aman. Bukankah sering terjadi, ketika seseorang merasa cukup aman dan nyaman dengan kekuatannya, bisa jadi ia tidak lagi mengandalkan Tuhan? Dosa Daud adalah mengandalkan angka atau jumlah pasukan. Ia mengandalkan kekuatan tempur prajurit Israel. Dan Daud pun harus menghadapi pendisiplinan Tuhan: sebuah pilihan untuk memusnahkan semua kebanggaan itu. Tentu saja disiplin ini diberlakukan agar Daud hanya bergantung pada dan mengandalkan kekuatan Tuhan.

Kita merasa aman ketika sumber daya yang kita miliki kita rasa cukup. Akan tetapi, ada saatnya kita menyadari, sumber daya itu tidak lagi memadai. Kadang-kadang Tuhan perlu mendisiplinkan kita dengan memusnahkan sumber daya yang menjadi andalan kita dan yang membuat kita merasa aman. Dengan itu, kita diingatkan dan disadarkan bahwa tidak ada satu pun kekuatan di bumi ini yang dapat memberi rasa aman selain Tuhan. --SYS

KETIKA SUMBER DAYA ANDALAN HANCUR, ORANG YANG MENGANDALKAN TUHAN TIDAK AKAN KEHILANGAN RASA AMAN.

Sumber : Renungan Harian

Pura-Pura

TERLUKA (Yohanes 20:19-23)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Sesudah berkata demikian, Ia menunjukkan tangan-Nya dan lambung-Nya kepada mereka. Murid-murid itu bersukacita ketika mereka melihat Tuhan. (Yohanes 20:20)

Kulit kita tidak mulus. Entah kecil entah besar, setiap orang punya bekas luka di tubuhnya. Ada yang terlihat jelas, ada yang tidak kentara. Sekadar goresan kecil atau bekas jahitan operasi. Ada yang tersembunyi di balik busana, ada yang terlihat oleh siapa saja. Begitulah kehidupan nyata ini, selalu menghadirkan risiko terluka.

Ketika Tuhan kita bangkit, Dia memilih menjumpai para murid dengan bekas luka pada tubuh-Nya. Bukankah hal itu hanya mengingatkan mereka akan kekejian penyaliban sekaligus menguak luka mereka sendiri? Kala itu mereka takut, sedih, marah, kecewa, malu, merasa bersalah, putus asa-semuanya itu menorehkan luka dalam di hati masing-masing. Yang ditutupi rapat-rapat. Namun, Tuhan yang bangkit malah menunjukkan luka-Nya. Luka di Jumat Agung menampakkan bekasnya di fajar Paskah. Kenapa? Dia ingin para murid tahu, kasih-Nya tetap kendati mereka terluka. Tak perlu menyembunyikan luka, sebab Tuhan tidak berubah karena mereka terluka. Dia Tuhan yang terluka dan tahu persis bagaimana menyapa orang yang terluka. Tak heran para murid bersukacita melihat Tuhan dengan bekas luka-Nya.

Terlalu sering kita menelan saja pengertian: orang kristiani harus "sehat", "tegar", "suci"-tak punya luka. Akibatnya, tak sedikit orang kristiani yang menekan perasaan atau berpura-pura. Padahal, terluka adalah bagian dari kehidupan. Tak perlu ditutupi. Ungkapkan dan perlihatkan pada Yesus. Dia tahu bagaimana menangani luka-luka kita. --PAD

JIKA TUHAN YESUS MENUNJUKKAN LUKA-NYA, MENGAPA KITA HARUS MENYEMBUNYIKANNYA ATAU BERPURA-PURA TAK PUNYA LUKA?

Sumber : Renungan Harian

Kuasa Doa

BERDOA VS KHAWATIR (Filipi 4:2-9)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Janganlah hendaknya kamu khawatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. (Filipi 4:6)

Penyanyi dan penulis lagu Sarah Masen pernah bersaksi tentang kesulitannya dalam membuat lagu. "Kadang-kadang ketika saya duduk dan menulis, saya begitu takut bahwa nanti lagunya tidak akan jadi, tidak akan berhasil, tidak akan ada lagi inspirasi. Tetapi, waktu saya mengambil keputusan untuk berdoa di tengah kebingungan itu, saya mendapati upaya saya untuk melakukan sesuatu selalu saja disempurnakan Allah, namun tidak menurut cara yang saya pikirkan. Hal itu berlaku bukan hanya untuk proses penulisan lagu, melainkan untuk semua bidang kehidupan."

Rasa khawatir dapat melumpuhkan kita. Kita khawatir tentang pernikahan kita atau, jika belum menikah, kita khawatir tidak akan menemukan pasangan hidup. Kita khawatir tentang uang, keluarga, pekerjaan, dan seterusnya. Mengenai pemikiran yang merusak ini Paulus berkata, "Janganlah hendaknya kamu khawatir." Mungkin kita akan menjawab, "Yah, benar. Tapi, engkau tidak mengalami apa yang kualami." Namun, sesungguhnya Paulus cukup mengerti keadaan kita. Ia juga mengalami banyak hal yang dapat membuat cemas-pelayanan, kesehatan, jemaat yang dirintis. Namun, ia melatih kebiasaan berdoa.

Secara bersamaan dan dalam waktu yang sama, doa dan rasa khawatir tidak bisa muncul sebagai satu kondisi mental yang sama, yang satu akan mendorong yang lain keluar. Kala kita berdoa dan mengisi pikiran kita dengan kuasa dan pemeliharaan-Nya, niscaya ruang yang tersisa untuk hal-hal yang membuat kita takut menjadi lebih sempit. --IS /Renungan Harian

DOA MEMBERIKAN KEKUATAN PADA ORANG YANG LEMAH, MEMBANGKITKAN KEPERCAYAAN DAN KEBERANIAN.

Sumber : Renungan Harian

Thursday, June 26, 2014

Ukuran Tuhan

TOPENG PENAMPILAN (Yakobus 2:1-13)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Akan tetapi, jikalau kamu menjalankan hukum utama yang tertulis dalam Kitab Suci: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri", kamu berbuat baik. (Yakobus 2:8)

Dunia cenderung mengukur manusia berdasarkan penampilan. Jika seseorang berpenampilan baik, ia dianggap orang baik. Namun, penampilan dapat mengecoh; tidak sedikit orang yang menipu dengan bertopeng penampilan keren. Ya, orang menyebutnya sebagai "penjahat berdasi". Dengan begitu, tidaklah cukup jika kita menilai seseorang berdasarkan penampilannya saja.

Namun, dalam pelayanan Kristen, kita juga masih banyak yang memakai ukuran duniawi. Ada yang digolongkan sebagai kaum elite, yang mendapatkan prioritas khusus dalam pelayanan. Yakobus mengingatkan orang percaya untuk menjauhi sikap itu. Sikap hati yang membeda-bedakan orang seperti itu dianggap jahat (ay. 4). Sebaliknya, kita mengamalkan iman kristiani dengan mengasihi secara tidak pandang bulu. Bukankah Tuhan sudah memilih orang yang dianggap miskin menurut ukuran duniawi untuk sama-sama menjadi ahli waris Kerajaan yang dijanjikan-Nya (ay. 5)?

Kita mengasihi sesama antara lain dengan berbuat baik kepada mereka (ay. 8). Kita mengasihi tanpa memilah dan memilih, dengan menyadari bahwa setiap orang adalah kepunyaan Allah, sebagaimana diri kita sendiri (ay. 7). Dan, kasih itu sendiri bersumber dari Allah. Karena itu, seharusnya kita sadar seperti Petrus, yang memahami bahwa Allah dalam mengasihi manusia tidak membedakan orang (Kis 10:34). Mari kita belajar mengasihi tanpa pamrih, dan tidak memandang muka. Jika tidak, kita terhitung orang yang melakukan pelanggaran hukum Tuhan (ay. 9). Tindakan kasih kita hanya seperti topeng. --JS

MENYADARI KASIH ITU BUKAN BERASAL DARI DUNIA, PENERAPANNYA PUN HARUS DENGAN UKURAN TUHAN.

Sumber : Renungan Harian

Sadar Karena Firman

CERMIN (2 Raja-raja 22:1-20)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Segera sesudah raja mendengar perkataan kitab Taurat itu, dikoyakkannyalah pakaiannya. (2 Raja-raja 22:11)

Sebelum cermin ditemukan, manusia telah mempergunakan air dan logam tertentu untuk memantulkan wajah atau penampilan mereka. Tujuan nya agar dapat mengamati diri sendiri, lalu mengadakan perbaikan yang diperlukan. Semakin terang cermin yang dipakai, semakin jelas bayangan yang dipantulkannya.

Firman Tuhan juga berfungsi sebagai cermin. Ini nyata dalam kehidupan raja Yosia. Berbeda dengan jalan kejahatan yang ditempuh para pendahulunya, Yosia mengambil jalan berbeda, sekalipun ia masih muda. Ia memerintahkan pemugaran rumah Tuhan sebagai tanda hormatnya. Lalu, kitab Taurat pun ditemukan. Ketika isinya dibacakan kepada Yosia, ia benar-benar seperti berhadapan dengan cermin yang amat terang. Semua kesalahan, penyelewengan, dan kemurtadan umat Allah terlihat jelas.

Yosia merendahkan diri di hadapan Tuhan. Ia mengoyakkan pakaiannya, sebagai tanda perkabungan. Ia mengumpulkan umat Tuhan dan menyampaikan isi Taurat itu. Ia mengadakan reformasi total dalam kehidupan keagamaan mereka. Semua praktik ibadah yang bertentangan dengan perintah Tuhan disingkirkan dan dihancurkannya (pasal 23). Ia pun dicatat sebagai raja yang benar di mata Tuhan (ay. 2). Penghukuman Tuhan urung ditimpakan.

Fungsi utama cermin adalah menolong kita memperbaiki diri dengan menunjukkan bagaimana kondisi kita yang sebenarnya. Begitu pun firman Tuhan, yaitu Alkitab. Apa yang disingkapkannya tentang hidup Anda? Perbaikan apa yang perlu Anda lakukan supaya hidup Anda selaras dengan firman-Nya? --HT

TUHAN MENYINGKAPKAN KESALAHAN KITA MELALUI FIRMAN-NYA, DAN MEMBERI KITA KUASA UNTUK MEMPERBAIKINYA.

Sumber : Renungan Harian

Wednesday, June 25, 2014

Tidak Dendam

MEMULIHKAN MEFIBOSET (2 Samuel 9:1-13)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Kemudian berkatalah raja: "Tidak adakah lagi orang yang tinggal dari keluarga Saul? Aku hendak menunjukkan kepadanya kasih yang dari Allah." Lalu berkatalah Ziba kepada raja: "Masih ada seorang anak laki-laki Yonatan, yang cacat kakinya." (2 Samuel 9:3)

Seorang yang bermusuhan biasanya menyimpan dendam turun-temurun, dendam yang sulit dilupakan, dendam yang diusahakan untuk dibalas. Raja Daud dimusuhi Saul, raja pendahulunya. Daud tidak mendendam, malah mengasihi Yonatan, putra Saul. Ia juga ingin menunjukkan kasih Allah kepada keturunan Saul, dan ia menemukan Mefiboset, cucu Saul (ay. 2, 3).

Tindakan Daud mengingatkan saya akan kasih Allah dan tindakan-Nya pada umat manusia. Tuhan Yesus datang ke dunia mencari manusia untuk diselamatkan; Daud juga berinisiatif mencari Mefiboset. Keadaan Mefiboset yang timpang kedua kakinya (ay. 13) menunjukkan keadaan manusia yang timpang karena dosa. Pengakuan Mefiboset tentang kehinaan dirinya (ay. 8) melukiskan betapa hina manusia yang ternoda dosa di hadapan Allah. Tetapi, Daud mengasihinya dan mengembalikan segala milik Saul dan seluruh keluarganya kepada Mefiboset (ay. 9). Itu mencerminkan bagaimana Tuhan memulihkan hidup kita yang tercemar dosa.

Apakah kehidupan kita juga mencerminkan kepedulian dan kasih Tuhan kepada umat manusia? Tidak mungkin kalau kita masih terpuruk hina seperti Mefiboset. Kita harus terlebih dahulu menyambut Tuhan Yesus yang mengajak kita makan dan minum semeja dengan-Nya di dalam Kerajaan-Nya (Luk 22:30). Selanjutnya, kasih-Nya akan memenuhi hati kita dan memotivasi kita untuk menyatakan kasih-Nya kepada sesama. Karena Tuhan telah menerima dan mengasihi kita, kita pun dimampukan untuk menerima dan mengasihi sesama kita. --JS /Renungan Harian

KARENA KITA ADALAH ANAK-ANAK ALLAH, MARILAH KITA HIDUP MENURUT KASIH-NYA.

Sumber : Renungan Harian

Lebih Berharga

MELANGGAR ATURAN? (Matius 12:9-15a)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Bukankah manusia jauh lebih berharga daripada domba? Karena itu, boleh berbuat baik pada hari Sabat. (Matius 12:12)

Pak Seno, buruh pabrik tekstil, datang terlambat lima belas menit. Menurut peraturan, karyawan yang terlambat tidak boleh masuk kerja dan gajinya dipotong. Esoknya pihak pabrik ditelepon rumah sakit yang berterima kasih atas aksi heroik Pak Seno, yang hari sebelumnya menyelamatkan seorang anak kecil korban tabrak lari. Oleh rumah sakit, Pak Seno diberi penghargaan. Tentu saja kepala pabrik malu karena telah terburu-buru menjatuhkan sanksi kepada Pak Seno.

Terkadang kita mudah menjatuhkan hukuman kepada seseorang berdasarkan aturan yang kaku tanpa memperhatikan nilai kemanusiaan. Yesus juga dipersalahkan karena menyembuhkan orang sakit pada hari Sabat. Bagi Yesus, nilai hidup manusia lebih penting daripada berbagai peraturan Sabat. Itu sebabnya Yesus berani "melanggar peraturan" itu demi menyembuhkan dan menyelamatkan orang yang mati sebelah tangannya itu. Tindakan-Nya itu menyulut kemarahan orang-orang Farisi yang bersekongkol hendak membunuh-Nya. Yesus pun mesti rela menanggung kecaman sebagian orang akibat perbuatan baik yang Dia lakukan.

Kita dapat menghadapi pilihan untuk menolong sesama dan dinilai melanggar peraturan atau menaati peraturan dan mengabaikan penderitaan sesama. Kita butuh keberanian untuk meneladani keputusan Yesus. Nilai kasih kepada sesama lebih tinggi dari kepatuhan pada peraturan. Membantu meringankan beban sesama harus dilakukan meski untuk hal itu kita dianggap tidak taat dan ikut menanggung risikonya. --SYS/Renungan Harian

KASIH DAN KEPEDULIAN PADA SESAMA MENGATASI KEKAKUAN HUKUM DAN PERATURAN.

Sumber : Renungan Harian

Technorati Tags: ,,,,,

Popular Posts