Wednesday, July 31, 2013

Bartimeus

NAMA YESUS (Markus 10:46-52)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Ketika didengarnya bahwa itu adalah Yesus orang Nazaret, mulailah ia berseru, "Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!" (Markus 10:47)

Suatu kali saya mendapat perintah dari atasan di  kantor untuk memanggil salah seorang rekan kerja saya untuk segera menghadapnya.  Ketika saya menyampaikan pesan ini dengan menyebut nama atasan tersebut, reaksinya terlihat jelas. Ekspresi wajahnya tampak  terkejut, dan ia tergesa-gesa menuju kantor atasan.

Bartimeus, pengemis yang buta itu, memahami benar betapa berkuasanya  nama Yesus. Sekalipun tidak melihat, namun ia mendengar dan percaya!  Ya, ia hanya mendengar dari cerita orang tentang Yesus yang telah  melakukan banyak mujizat kesembuhan. Dari mendengar, Bartimeus beriman. Iman itulah yang memberinya keyakinan bahwa Yesus mampu  memberinya kesembuhan. Ketika kesempatan itu tiba, saat didengarnya bahwa Yesus tiba di Yerikho dan akan melewatinya, ia pun mulai  memanggil-Nya dengan suara keras, "Yesus, Anak Daud, kasihanilah Aku!" (ay. 47). Imannya kepada nama Yesus, nama yang penuh kuasa  itu, terbukti memberinya kesembuhan. Iman itu memberinya mukjizat (ay. 52).

Kita dengan mudah mengucapkan nama Yesus dalam lagu pujian atau doa  kita. Setiap kali kita mengakhiri sebuah doa, kita akan berkata,  "Dalam nama Yesus atau demi nama Yesus. Amin!" Tahukah kita bahwa penyebutan nama itu bukanlah sekadar pengakuan kosong, tetapi sebuah  pengakuan iman bahwa Dia berkuasa dan hadir dalam diri kita? Marilah  kita menyadari betapa mulianya nama Yesus itu sehingga kita memberikan penghormatan yang selayaknya. --Samuel Yudi Susanto

NAMA YESUS ADALAH NAMA YANG PENUH KUASA, PERLAKUKANLAH DENGAN PENGHORMATAN YANG SELAYAKNYA

Sumber : Renungan Harian

Kebenaran

BERBICARA JUJUR (Yohanes 8:37-47)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Tetapi karena Aku mengatakan kebenaran kepadamu, kamu tidak percaya kepada-Ku. (Yohanes 8:45)

Kebiasaan berkata dan berbuat jujur akan terbawa hingga akhir hayat. Begitu juga kebiasaan buruk, jejaknya akan terbawa pula  selamanya. Apalagi jika hal tersebut sudah mendarah daging. Meskipun kita mencoba menyembunyikannya, suatu ketika hal itu pasti akan  ketahuan juga. Karena itu, kita perlu belajar menjadi orang yang konsisten dalam kejujuran.

Tuhan Yesus dalam kehidupan-Nya selalu mengatakan kebenaran,  kebenaran yang berasal dari Allah. Yesus menyatakan kebenaran  sekalipun tidak semua orang memercayai-Nya. Tidak ada yang lebih penting daripada melakukan kebenaran dan mengatakan kebenaran dalam  kehidupan ini karena kebenaran memerdekakan. Kalau kita adalah orang  yang jujur, kita dapat dengan bebas pergi ke mana saja tanpa takut tergelincir. Seorang pernah berkata, " Jika kamu tidak mau  tergelincir esok hari, berbicaralah dengan jujur hari ini!" Artinya,  kalau kita terbiasa berkata benar dan berbuat jujur, kita tidak perlu takut akan kehidupan kita pada masa mendatang karena kebenaran   itu sendiri menjaga kehidupan kita. Dengan demikian kita melakukan apa yang baik di hadapan Tuhan.

Tidak perlu kita berbohong demi keuntungan sesaat dan kerugian yang  berkepanjangan. Melakukan hal yang salah pada saat ini sama saja  dengan menutup langkah kita pada hari yang akan datang. Belajarlah untuk melakukan semua hal dengan jujur dalam hidup ini. Berserulah  kepada Yesus, Sang Kebenaran, untuk menyatakan kebenaran-Nya melalui hidup Anda. --Anton Siswanto

JIKA KAMU TIDAK MAU TERGELINCIR ESOK HARI, BERBICARALAH DENGAN JUJUR HARI INI!

Sumber : Renungan Harian

Naaman

KETIKA NAAMAN TAAT (2 Raja-raja 5:1-27)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Maka turunlah ia membenamkan dirinya tujuh kali dalam sungai Yordan, sesuai dengan perkataan abdi Allah itu. (2 Raja-raja 5:14)

Naaman sakit kusta. Bagi seorang panglima pasukan dan pahlawan perang, penyakit itu jelas mengguncangkan jiwa. Ia sangat ingin  sembuh dari penyakitnya. Kemudian ia mengikuti saran gadis pelayan istrinya untuk datang kepada Nabi Elisa. Namun, Elisa tidak  memberikan ramuan atau menumpangkan tangan untuk berdoa bagi kesembuhannya seperti yang ia bayangkan. Nabi itu hanya menyuruh  Naaman untuk mandi sebanyak tujuh kali di Sungai Yordan. Naaman merasa gusar dan kecewa. Tetapi, setelah dibujuk oleh para  pegawainya, ia mau juga melakukannya dan pulihlah tubuhnya dari kusta. Ia menjadi tahir, dan mendatangi Elisa untuk mengakui  kebesaran Allah Israel.

Sering kita tidak setuju dengan cara Allah untuk memulihkan  kehidupan kita. Cara-Nya sering terlihat begitu aneh, bahkan tampak  mustahil di mata manusia. Kita jadi meragukan dan mempertanyakan hal itu. Sebaliknya, kadang cara-Nya terkesan sangat mudah dan tidak  menuntut kerja keras kita. Kita tidak boleh meremehkannya karena tidak ada sesuatu pun yang mustahil bagi Tuhan. Sebenarnya, cara-Nya yang tidak lazim itu justru mendorong kita untuk semakin mengerti  jalan Allah yang misterius. Meskipun cara-Nya kerap tidak kita pahami, Dia tetap layak dipercayai.

Sewaktu kita mulai memercayai dan mengikuti cara Allah, kita belajar  untuk semakin mengenal cara berpikir dan cara kerja Allah dalam  kehidupan kita. Dengan mengesampingkan pola pikir manusiawi, kita memperbarui pikiran, yang selanjutnya berdampak pada pembaruan dan  pemulihan hidup. --Istiasih

MESKIPUN CARA-NYA KERAP TIDAK KITA PAHAMI, DIA TETAP LAYAK DIPERCAYAI.

Sumber : Renungan Harian

Iman

SIAP LAKSANAKAN! (Lukas 7:1-10)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi... (Lukas 7:8)

Dalam kemiliteran ada dua sikap yang menarik untuk diperhatikan. Pada waktu sang komandan memberikan pengarahan atau perintah, para  prajurit bersikap "istirahat di tempat" (kedua kaki direnggangkan  dengan jarak sekitar 30 cm dan kedua tangan mengepal di belakang). Ini menunjukkan sikap tubuh "siap menerima perintah apa pun dari  komandan". Setelah komandan selesai berbicara, para prajurit berseru, "Siap laksanakan!" (tubuh tegak, kaki rapat, dan tangan  kanan memberi hormat).

Dalam bacaan hari ini, sang perwira, yaitu pemimpin pasukan 100  orang dalam kemiliteran Romawi, mengutus para pemuka agama untuk  bersaksi tentang reputasi Yesus di antara umat Yahudi (ay. 3-5) sebagai sikap perdamaian (karena pada waktu itu bangsa Israel  dijajah oleh bangsa Romawi). Selanjutnya, sang perwira juga mengutus para sahabatnya untuk mencegah Yesus datang ke rumahnya dan hanya  memohon agar Yesus memberikan perintah supaya hambanya yang sedang sakit dapat sembuh (ay. 6-8). Hal tersebut dilakukannya karena orang  Yahudi dilarang keras menginjakkan kaki ke rumah orang non-Yahudi  dan sebaliknya. Yesus menyebut sikap perwira tersebut sebagai "iman yang langka di kalangan bangsa Israel" (ay. 9).

Sang Perwira tersebut telah menempatkan Yesus sebagai Panglimanya  yang berkuasa memberi perintah, sementara tugasnya adalah  melaksanakan segala perintah-Nya. Jika benar Yesus adalah Panglima kita, sudahkah kita menerima dan melaksanakan segala perintah-Nya  dalam keadaan apa pun? --Eunike Agustin Butarbutar

IMAN ADALAH MENDENGARKAN DAN MELAKSANAKAN SEGALA PERINTAH TUHAN

Sumber : Renungan Harian

Living Christ

The Life We’d Like To See (Luke 6:27-36)

Just as you want men to do to you, you also do to them likewise. —Luke 6:31

The annual Texas Book Festival in Austin draws thousands of people who enjoy browsing for books, attending discussions led by acclaimed authors, and gleaning advice from professional writers. At one such festival, an author of young adult fiction told aspiring writers, “Write the book that you want to find on the shelf.” That’s a powerful recommendation for writing and for living. What if we decided to live the way we want everyone else to live?

In Luke 6:27-36, Jesus urged His followers to pursue a lifestyle that demonstrates God’s mercy to all: “Love your enemies, do good to those who hate you, bless those who curse you, and pray for those who spitefully use you” (vv.27-28). He also said that generosity and a lack of retaliation should characterize our reaction to unreasonable treatment (vv.29-30). Jesus concluded, “Just as you want men to do to you, you also do to them likewise” (v.31).

Impossible? Yes, if we rely on our own strength and resolve. The strength comes from the Spirit. And the resolve comes from remembering how God has treated us: “He is kind to the unthankful and evil. Therefore be merciful, just as your Father also is merciful” (vv.35-36). That’s a life we all long to see. —David McCasland

All the way my Savior leads me—
What have I to ask beside?
Can I doubt His tender mercy,
Who through life has been my Guide? —Crosby

Christianity is not just Christ in you, but Christ living His life through you.

Source : Our Daily Bread

Word of God

That’s Jesus! (Isaiah 53:4-12)

He was wounded for our transgressions, He was bruised for our iniquities. —Isaiah 53:5

As a Jewish kid growing up in New York, Michael Brown had no interest in spiritual things. His life revolved around being a drummer for a band, and he got mixed up with drugs. But then some friends invited him to church, where he found the love and prayers of the people to be irresistible. After a short spiritual struggle, Michael trusted Jesus as Savior.

This was a monumental change for a wayward Jewish teen. One day he told his dad he had heard about Old Testament texts describing Jesus. His dad, incredulous, asked, “Where?” When Michael opened his Bible, it fell to Isaiah 53. They read it, and Michael exclaimed, “That’s Him! That’s Jesus!”

Indeed, it is Jesus. Through the help of Christians and the guidance of the Holy Spirit, Brown (today a Bible scholar and an author) came to recognize the Messiah of Isaiah 53. He experienced the salvation that changes lives, forgives sin, and gives abundant life to all who trust the “Man of sorrows” (v.3). Jesus is the One who was “wounded for our transgressions” and who died for us on the cross (v.5).

The Bible reveals Jesus, who alone has the power to change lives. —Dave Branon

God, I struggle with this idea of Jesus as Savior.
I know He’s a good man, but I need to see that He is
more than that. Please show me—through others or
through the Bible—how I can know for sure who Jesus is.

The Spirit of God uses the Word of God to change hearts.

Source : Our Daily Bread

Monday, July 08, 2013

Taat Sepenuhnya

BUDAK (Lukas 17:7-10)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan. (Lukas 17:10)

Film miniseri Rome menggambarkan kehidupan pada zaman Romawi, termasuk tentang perbudakan masa itu. Digambarkan bahwa seorang  budak tidak pernah mempertanyakan apalagi membantah perintah majikannya. Seberat apa pun sebuah perintah, ia harus tetap  menaatinya, bahkan sekalipun perintah itu dapat membuatnya terancam bahaya dan mati.

Konsep semacam inilah yang dimaksudkan oleh Alkitab ketika memakai  kata "hamba" yang diterjemahkan dari sebuah kata Yunani yang dipakai untuk menyebut para budak pada zaman itu, yakni doulos. Kata ini  pula yang Yesus pakai dalam nas hari ini. Sang tuan menyimbolkan Tuhan dan sang hamba menyimbolkan kita, hamba-hamba-Nya. Dijelaskan  bahwa sebagaimana layaknya seorang hamba pada zaman itu, ketaatan kita kepada-Nya adalah suatu kewajiban yang mutlak. Apa pun situasi  diri kita, baik sedang dalam keadaan yang baik maupun tidak baik, perintah Sang Tuan harus dikerjakan. Bahkan sekalipun Sang Tuan  tampaknya tidak menghargai perbuatan kita.

Pesan semacam ini memang tidak mudah diterima oleh kita yang hidup  pada zaman ini, zaman ketika kebanyakan orang terbiasa untuk  bersikap mandiri dan tidak mau diatur oleh orang lain. Akan tetapi, sikap ini tidak dapat kita terapkan dalam hubungan dengan Tuhan.  Ketika kita mengakuinya sebagai Tuhan, kita wajib menaati segala perintah-Nya secara mutlak. Sekalipun kita menghadapi tantangan yang  berat karenanya, penyertaan Tuhan akan menguatkan kita dalam menjalaninya. --Alison Subiantoro

KETIKA KITA MENYAPA DIA SEBAGAI TUHAN, HENDAKNYA KITA JUGA MENAATI DIA DENGAN SEGENAP HATI.

Sumber : Renungan Harian

Penyertaan Tuhan

TAK PERLU MINDER (1 Samuel 17:12-39)

Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Tetapi Saul berkata kepada Daud: "Tidak mungkin engkau dapat menghadapi orang Filistin itu untuk melawan dia, sebab engkau masih muda, sedang dia sejak dari masa mudanya telah menjadiprajurit." (1 Samuel 17:33)

Seorang dokter ditempatkan di rumah sakit terkenal, berdampingan dengan seorang dokter spesialis senior. Tentu saja, ia merasa minder. Apalagi dokter senior itu seakan memandangnya dengan sinis. Suatu saat ia berbicang-bincang dengan istri dokter senior itu. Ibu  itu mendorongnya agar tidak minder, dan agar menggunakan kesempatan itu untuk menimba pengalaman dari suaminya. Hal itu pasti akan  menjadi bekal yang berharga bagi kemajuan kariernya.

Daud juga dipandang sinis dan tidak dipercaya oleh orang lain ketika  ia hadir dalam kancah peperangan orang Israel melawan orang  Filistin. Bukan hanya dari kakak-kakaknya dan orang banyak yang ada pada saat itu, tetapi juga dari Raja Saul. Ia memang bukan prajurit;  ia seorang gembala domba. Tetapi, hal itu tidak menyurutkan niatnya untuk menghadapi musuh yang merendahkan Allahnya. Allah pernah  menyertainya dalam menaklukkan singa dan beruang di padang penggembalaan. Masakan Allah tidak sanggup menjatuhkan orang  Filistin bermulut besar ini? Benarlah, dengan penyertaan Allah, Daud yang masih bocah berhasil menggulingkan Goliat.

Kemampuan kita adalah karunia Allah. Jangan meremehkannya. Manfaat  kemampuan itu bukan ditentukan oleh usia atau pengalaman kita, melainkan oleh Tuhan. Ya, pengalaman yang sederhana sekalipun dapat  dipakai-Nya untuk mencapai tujuan yang besar. Jangan biarkan pandangan sinis orang lain menghentikan langkah kita. Dalam  penyertaan-Nya, kita dapat mendayagunakan kemampuan secara optimal. --Intan Grace

MENDAYAGUNAKAN KEMAMPUAN YANG KITA MILIKI BERARTI MENGHARGAI KARUNIA YANG ALLAH PERCAYAKAN.

Sumber : Renungan Harian

Ulur Waktu

JANGAN MENUNDA! (Hagai 1:1-11)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Bangsa ini berkata: Sekarang belum tiba waktunya untuk membangun kembali rumah Tuhan! (Hagai 1:2)

Seorang kawan menceritakan pengalamannya di seminari. Ia menyanggupi sebuah tugas yang ditawarkan pembimbingnya. Namun, sampai waktu yang ia janjikan sendiri, ia belum menyentuh tugas itu. Dan ia masih juga menundanya sampai beberapa lama. Setiap kali  ditanya, ia selalu berdalih. Akhirnya, suatu hari, sang pembimbing membawanya ke taman seminari. Di situ, ia dipaksa berlutut di depan patung Yesus yang tersalib. Sang pembimbing berkata, "Silakan kamu jelaskan alasan penundaanmu kepada Tuhan Yesus!" Sejak saat itu, ia  tidak pernah menunda semua janji dan tugasnya.

Penundaan adalah problem yang menjangkiti bangsa Yehuda. Sebagai  umat pilihan Allah, mereka seharusnya membangun kembali Bait Allah yang sudah dihancurkan oleh bangsa Babel karena Bait Allah adalah  tempat dan representasi dari kemuliaan Allah (ay. 8). Namun, enam belas tahun telah lewat sejak mereka kembali dari pembuangan ke kota  Yerusalem, dan mereka sama sekali belum menunjukkan niat untuk membangunnya. Mereka terus menundanya (ay. 2). Ironisnya, mereka  sudah bergegas membangun rumah masing-masing, sementara Bait Allah dibiarkan telantar. Allah pun menegur mereka melalui Hagai.

Suka menunda hal yang penting adalah kebiasaan buruk. Anak Tuhan bertanggung jawab mengerjakan tugasnya tanpa mengulur-ulur waktu.  Sesungguhnya, penundaan adalah sikap yang tidak menghargai Tuhan dan sesama. Apakah Anda sedang menunda suatu tugas? Jangan menundanya  lagi, dan tuntaskan segera tugas itu. --Jimmy Setiawan

PENUNDAAN SERINGKALI MALAH BERAKHIR PADA TUGAS YANG SAMA SEKALI TIDAK DIKERJAKAN.

Sumber : Renungan Harian

Tuan Atau Tuhan

TIDAK! (2 Korintus 12:1-10)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Tentang hal itu aku sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, supaya utusan Iblis itu mundur dari hadapanku. (2 Korintus 12:8)

Tiga remaja dengan dandanan nyentrik mengamen di lampu merah.  Tanpa iringan alat musik, dan suara mereka terdengar cempreng.  Mereka lalu menadahkan tangan, berharap akan mendapatkan sejumlah uang. Tak ada yang memberikan uang. Mereka pun berhenti bernyanyi dan meneriakkan kata-kata kotor serta caci maki.

Setelah pertobatannya, Paulus mengalami banyak pengalaman hebat  bersama Tuhan dan melakukan banyak mujizat. Tetapi, ada sesuatu yang Tuhan izinkan tetap ada dalam dirinya, yang disebutnya 'duri dalam  daging', yang membuatnya menderita. Banyak ahli menduga ia sedang berbicara tentang suatu penyakit yang dideritanya. Ia sudah tiga  kali berseru kepada Tuhan, namun Tuhan menjawab, "Tidak!" Paulus diingatkan tentang betapa banyaknya anugerah yang sudah diterimanya.  Dia mengizinkan Paulus berada dalam kelemahannya itu, supaya kuasa Tuhan dinyatakan melaluinya. Paulus mengaminkannya sehingga ia  bermegah bukan atas semua pencapaiannya, melainkan atas kekuatan yang Tuhan berikan melalui kelemahannya.

Banyak orang bersikap buruk kepada Tuhan saat tidak memperoleh  keinginan mereka. Mereka berpaling dan menyalahkan Tuhan. Mereka  memperlakukan Tuhan sebagai jin yang bertugas mengabulkan semua keinginan. Mereka berlaku bagai tuan dan Tuhan menjadi budak. Apakah  Anda bergumul dengan doa yang tidak terjawab? Apakah Allah berkata,  "Tidak!" kepada Anda? Ingatlah, Allah itu mahatahu dan mahabijak.  Dia ingin agar dalam kelemahan Anda, kuasa-Nya menjadi sempurna.  --Hembang Tambun

JAWABAN "TIDAK" DARI TUHAN DIMAKSUDKAN UNTUK KEBAIKAN KITA DAN UNTUK MENYATAKAN KEMULIAAN-NYA.

Sumber : Renungan Harian

Kesempatan

DEWA KAERUS (Ibrani 12:1-17)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Sebab kamu tahu bahwa kemudian, ketika ia hendak menerima berkat itu, ia ditolak, sebab ia tidak beroleh kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya, sekalipun ia mencarinya dengan mencucurkan air mata. (Ibrani 12:17)

Dalam mitologi Yunani, Kaerus atau dewa kesempatan digambarkan sebagai dewa yang paling sibuk. Selalu berlari kencang, kakinya  bersayap, badan dan kepalanya licin, hanya tersisa sedikit jambulnya. Orang yang bisa menangkap jambulnya akan dianugerahi  kesenangan, dikabulkan apa saja permintaannya.

Sehubungan dengan kesempatan, ada orang bodoh yang menyia-nyiakan  kesempatan, orang kebanyakan yang menanti kesempatan, dan orang bijak yang menyongsong kesempatan. Ada pula orang yang secara cerdik  menciptakan kesempatan. Ada banyak kesempatan yang tersedia, dan kita ditantang untuk mendayagunakannya. Keadaan buruk sekalipun  dapat menjadi pintu kesempatan untuk berbuat baik.

Nah, bagaimana kita memaknai kesempatan ini? Ada orang yang seperti  Esau, yang menyia-nyiakan kesempatan yang Allah berikan. Ada pula orang yang memakai kesempatan untuk meraih kekayaan  sebanyak-banyaknya, kekuasaan sebesar-besarnya, ketenaran  sehebat-hebatnya, dan kehormatan setinggi-tingginya sehingga orang mengaguminya sebagai orang yang memiliki segala-galanya. Sebaliknya,  orang yang menghargai anugerah keselamatan Allah menggunakannya sebagai kesempatan untuk hidup tak bercacat dan bernoda di  hadapan-Nya (ay. 2-6, 16-17), untuk melayani seorang akan yang lain (Gal. 5:13), untuk berbuat baik (Gal. 6:10), dan untuk memberitakan  Injil keselamatan pada orang lain, baik atau tidak baik waktunya (2 Tim. 4:2).  Bagaimanakah kita mendayagunakan kesempatan yang Allah anugerahkan? --Susanto

ORANG BODOH MEMAKAI KESEMPATAN UNTUK MEMUASKAN KEDAGINGAN; ORANG BENAR MEMAKAI KESEMPATAN UNTUK MEMULIAKAN ALLAH.

Sumber : Renungan Harian

Popular Posts