Friday, June 29, 2012

Yusuf

PENGURANGAN RISIKO BENCANA (Kejadian 41:25-40)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Lalu kata Yusuf kepada Firaun: "Kedua mimpi tuanku Firaun itu sama. Allah telah memberitahukan kepada tuanku Firaun apa yang hendak dilakukan-Nya." (Kejadian 41:25)

Pernahkah Anda mendengar istilah program Pengurangan Risiko  Bencana (PRB) yang lebih populer disebut Disaster Risk Reduction (DRR)? Program ini memetakan tingkat kerentanan dan kerawanan suatu daerah terhadap bencana, juga kapasitas dan daya dukung yang bisa digunakan untuk bertindak sebelum, saat, dan sesudah terjadi  bencana. Umumnya, jumlah korban dan tingkat kerusakan yang tidak perlu dapat berkurang dibandingkan jika tanpa persiapan sama sekali.

Dalam kedaulatan-Nya Tuhan menjadikan Yusuf sebagai "pemimpin  program Pengurangan Risiko Bencana", untuk memelihara bangsa Israel melewati kelaparan hebat. Atas hikmat Tuhan, Yusuf menafsirkan mimpi Firaun tentang masa kelimpahan dan masa kelaparan hebat yang akan melanda negeri itu (ayat 16, 29-30). Ia juga memberi saran detail  mengenai apa yang harus dilakukan sebelum dan saat bencana kelaparan itu terjadi (ayat 33-36). Usulan Yusuf diterima dan kepadanya dipercayakan kuasa untuk menjalankan upaya pengurangan risiko bencana kelaparan di Mesir. Campur tangan Tuhan tampak jelas. Firaun sendiri mengakui bahwa Yusuf adalah seorang yang penuh dengan Roh  Allah (ayat 38). Sangatlah bijak memercayakan masa depan negeri ke tangan orang yang memiliki hikmat dari Tuhan sendiri (ayat 39-40).

Datangnya bencana tak dapat diduga. Namun demikian, kita selalu  dapat memercayakan diri kepada Pribadi yang telah mencurahkan hikmat-Nya kepada Yusuf--Allah yang berdaulat dan mengendalikan alam semesta. Mohonlah hikmat-Nya dalam mengenali datangnya bencana, dan biarlah Dia memakai Anda sebagai agen-Nya dalam mengurangi risiko  bencana. --SCL

KETIKA TUHAN TIDAK MENGHINDARKAN KITA DARI BENCANA, DIA MEMBERI KITA HIKMAT UNTUK MENANGGULANGINYA.

Sumber : Renungan Harian

Tuesday, June 26, 2012

Membimbing

SENTUHAN KASIH (Galatia 6:1-10)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Saudara-saudara, kalaupun seseorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan (Galatia 6:1)

Anda pernah terpeleset dan jatuh? Saat menyusuri rawa untuk suatu  tugas, tanpa sengaja saya menginjak batu yang licin. Keseimbangan saya goyah dan jatuh terpeleset. Tangan dan kaki lecet; badan basah penuh lumpur. Kala itu, ada rekan yang tertawa; ada yang  "berkhotbah" panjang; ada pula yang tak peduli dan memaksa melanjutkan perjalanan membuat saya tak nyaman. Namun, ada juga  rekan yang mengulurkan tangan; menawari untuk membawa sebagian perlengkapan saya; atau berhenti menemani sampai saya siap  melanjutkan perjalanan. Mereka meringankan beban saya dan membuat saya berbesar hati.

Bagaimana sikap yang benar saat menjumpai orang yang terpeleset,  jatuh dalam dosa? Paulus menasihati jemaat Galatia agar dengan lemah lembut mereka membimbing orang-orang yang "terpeleset" kembali ke jalan yang benar (ayat 1) dan bertolong-tolongan menanggung beban (ayat 2). Menariknya, Alkitab versi Firman Allah Yang Hidup (FAYH) menuliskan: "Ikutlah merasakan kesukaran dan kesulitan orang lain (ayat 2a). Kehadiran dan pertolongan kita merupakan sarana sentuhan kasih yang nyata bagi orang lain yang tengah jatuh. Sebab itu, kita tak boleh jemu melakukannya (ayat 9).

Respons kita terkadang menunjukkan tingkat kepedulian kita pada  orang lain. Ada orang, sengaja atau tidak, pernah "terpeleset" ke rawa dosa. Dan, itu membuat terluka. Bukan cemoohan, khotbah panjang, atau membiarkan mereka seorang diri, melainkan uluran  tangan penuh kasih. Kiranya Roh Kudus memberi kepekaan akan kebutuhan orang lain serta kelemahlembutan untuk "mengangkat" dari kejatuhan lewat sentuhan kasih kita kepada mereka. --SCL

ULURAN KASIH KITA KEPADA SAUDARA YANG MENGALAMI KEJATUHAN AKAN MENOLONGNYA BANGKIT DARI KETERPURUKAN.

Sumber : Renungan Harian

Monday, June 25, 2012

Onesimus

MENJADI BERGUNA (Filemon 1-25)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Aku, Paulus, ... mengajukan permintaan kepadamu [Filemon]mengenai anakku yang kudapat selagi aku dalam penjara, yakni Onesimus. Dahulu memang dia tidak berguna bagimu, tetapi sekarang sangat berguna baik bagimu maupun bagiku. (Filemon 9-11)

Saya mau punya gerobak yang lebih besar, " kata seorang anak  pemulung ketika ditanya apa cita-citanya. Tampaknya tidak berguna. Namun, ada orang yang memandang anak-anak ini penuh potensi. Penuh harapan, mereka mendirikan sekolah gratis, pusat pelatihan keterampilan kerja, dan rumah baca. Berusaha melebarkan wawasan,  meluaskan cita-cita, membuat anak-anak ini jadi lebih berguna.

Onesimus, yang dibicarakan dalam surat Paulus pernah menjadi seorang  yang tak berguna, bahkan pikirannya yang sempit membuat ia mengambil jalan pintas yang merugikan sang tuan, dan akhirnya ia meringkuk di penjara (ayat 10, 11, 18). Namun, Tuhan mempertemukannya dengan Paulus. Onesimus ditolong mengenal kebenaran dan menjadi orang yang berguna bagi pekerjaan-Nya (ayat 11, 13). Perhatikan bagaimana  Paulus memandang dan menyebut Onesimus: anakku, berguna, buah hatiku, saudara yang kekasih (ayat 10-12, 16). Menurut catatan sejarah, kemungkinan Onesimus membina jemaat Efesus. Bersama Polikarpus, ia dipakai Tuhan mengumpulkan tulisan-tulisan yang kini dikenal sebagai Perjanjian Baru. Sesuatu yang tak terbayangkan oleh  Onesimus sebelumnya!

Entah apa yang terlintas di pikiran kita saat melihat orang yang  terbatas cita-cita dan kemampuannya, atau berantakan hidupnya. Adakah kita melihat mereka sebagai sesama manusia yang diciptakan menurut gambar Tuhan? Hidup mereka seharusnya mencerminkan kemuliaan Sang Pencipta. Adakah yang dapat kita lakukan untuk menolong mereka mewujudkannya? Mungkin Anda sendiri yang merasa tidak berguna. Tuhan  dapat saja memakai Anda sebagai Onesimus berikutnya. --ELS

HIDUP YANG BERGUNA: HIDUP YANG MENCERMINKAN KEMULIAAN SANG PENCIPTA.

Sumber : Renungan Harian

Friday, June 22, 2012

Alat Uji

BENDA MATI YANG SOMBONG (Yesaya 10:5-19)
Dikirim oleh : Evi Sjiani Djiun

Adakah kapak memegahkan diri terhadap orang yang memakainya, atau gergaji membesarkan diri terhadap orang yang mempergunakannya? (Yesaya 10:15)

Sepanjang sejarah, Tuhan memakai manusia sebagai alat untuk menggenapi rencana-Nya. Tuhan dapat memakai siapa pun, baik orang yang percaya maupun orang yang tidak percaya. Raja Asyur contohnya. Ia "dipakai" Tuhan untuk mendidik umat Israel. Sang penguasa ini tengah ada di puncak kejayaannya, meraih kemenangan demi kemenangan,  termasuk merebut Israel Utara dan mengangkut segenap penduduknya sebagai tawanan (lihat 2 Raja-raja 17:7-23).

Catatan Alkitab memberitahu kita bahwa kemenangan Asyur bukanlah  karena kehebatannya, melainkan karena Tuhan berkenan memakai mereka untuk menghajar umat-Nya yang murtad (ayat 6). Sayangnya, niat hati mereka jahat. Mereka justru membanggakan dan menyombongkan kekuatannya (ayat 7-11). Yesaya mengibaratkan raja Asyur seperti kapak, gergaji, gada, dan tongkat (ayat 15). Benda-benda yang tidak  bernyawa dan hanya dapat berguna apabila ada yang menggerakkannya. Ironisnya, benda-benda mati itu sombong, menyangka mereka sendirilah yang hebat. Tuhan murka terhadap kesombongan Asyur. Ketika genap masanya Tuhan memulihkan Israel, segala kemegahan Asyur akan dibinasakan (ayat 12, 16-19).

Apakah kita menyadari bahwa diri kita juga merupakan alat di tangan Tuhan benda-benda mati yang tak berdaya sampai Tuhan berkenan  menggunakannya bagi tujuan-tujuan-Nya yang mulia? Mari membangun sikap hati yang benar sebagai "benda-benda mati" yang tak semestinya sombong. Ketika diberi kesempatan melayani, kita mengerjakannya  dengan segenap hati. Ketika dikaruniai keberhasilan, kita bersyukur dan menghormati Tuhan yang telah berkenan memakai kita. --LCM

TUHAN, TIAP KESEMPATAN DAN KEBERHASILAN ADALAH KARYA-MU.  JAGAI HATIKU AGAR SELALU KAGUM HANYA PADA-MU.

Sumber : Renungan Harian

Wednesday, June 20, 2012

Teguh Iman

"TETAPI" UNTUK TUHAN? (Daniel 1)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja; dimintanyalah kepada pemimpin pegawai istana itu, supaya ia tak usah menajiskan ddirinya. (Daniel 1:8)

Apakah Anda adalah orang yang menaati Tuhan dengan segenap hati?  Ataukah, Anda punya pengecualian jika dihadapkan pada situasi-situasi khusus? "Saya mau taat, tetapi dalam situasi ini semua orang juga pasti melakukannya." "Saya mau taat, tetapi untuk  urusan seperti ini tak mungkin bisa jujur." "Saya mau taat, tetapi apa salahnya mengikuti syarat peningkatan jabatan dengan beralih keyakinan, bukankah itu hanya formalitas saja?" "Saya mau taat,  tetapi kesempatan ini sungguh sayang jika dilepas begitu saja."

Bayangkanlah Anda ada pada posisi Daniel. Meski ia termasuk seorang  buangan di Babel, ia adalah seorang pemuda dari kaum bangsawan dan punya keunggulan dibanding yang lain (ayat 4). Dengan modal itu ia punya kesempatan dididik secara khusus dan nantinya bekerja bagi raja. Ia dan kawan-kawannya bahkan ditawari makan dan minum dari  santapan raja (ayat 5). Siapa pun pada zaman itu pasti mau. Lantas, apa yang dilakukan Daniel dan kawan-kawannya? "Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja" (ayat 8). Seolah-olah ia mau  berkata: "Jabatan dan kesempatan itu menggiurkan, tetapi saya hanya mau taat kepada Allah, " bukan "Saya tahu santapan itu menajiskan, tetapi jabatan dan kesempatan itu mungkin bisa menjadi sarana diplomasi." Kata "tetapi" ditujukan kepada raja, bukan kepada Tuhan.

Integritas dan iman kita sebagai orang kristiani akan kerap mendapat  ujian. Setiap keputusan membawa risiko. Akankah kita taat dalam segala situasi? Pilihan-pilihan kita menunjukkan seberapa berharga Tuhan dibanding kedudukan, keamanan, atau kenyamanan yang ditawarkan dunia. --SCL

JANGAN ADA KATA "TETAPI" DALAM MENAATI TUHAN. PENYERTAAN-NYA AKAN MENEGUHKAN DAN MEMAMPUKAN.

Sumber : Renungan Harian

Menyerap Firman

BUKAN SEKADAR LEWAT (Mazmur 1:1-6)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

"Berbahagialah orang ... yang kesukaannya ialah Taurat Tuhan, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam." (Mazmur 1:1-2)

Donald S. Whitney mengamati bahwa "banyak jiwa yang merana adalah  para pembaca Alkitab yang tekun." Mengapa? Karena mereka hanya membaca saja, dan tidak merenungkannya. Ia menulis, "Jika kita tidak hati-hati, perkataan Alkitab hanya akan menjadi aliran kumpulan kata yang melewati pikiran kita. Segera setelah kata-kata itu lewat dalam pikiran kita ... kita harus segera mengalihkan perhatian pada hal  yang sekarang ada di hadapan kita. Ada begitu banyak hal yang harus kita olah dalam otak kita; jika kita tidak menyerap beberapa di antaranya, tidak ada yang akan memengaruhi diri kita."

Yang disebut pemazmur "berbahagia" juga bukan orang yang sekadar  membaca firman Tuhan, tetapi yang merenungkannya siang dan malam. Merenungkan firman Tuhan berarti menyerapnya masuk dalam sistem berpikir kita. Pikiran yang dipengaruhi firman Tuhan inilah yang membuat orang tidak lagi suka berdekatan dengan dosa (ayat 1). Orang  yang suka merenungkan firman Tuhan diibaratkan seperti pohon di tepi aliran air. Agar tidak layu, air haruslah diserap dan mengaliri semua bagian di dalam pohon itu, bukan sekadar lewat.

Seberapa banyak Anda "merenungkan" firman Tuhan selama ini? Pakailah  25-50% waktu pembacaan Alkitab untuk merenungkan satu ayat, frasa, atau kata. Lontarkan pertanyaan. Berdoalah. Buatlah catatan tentang hal itu. Pikirkan sedikitnya satu cara untuk menerapkannya. Jangan buru-buru. Benamkan diri Anda dalam firman. Jangan lagi biarkan jiwa Anda merana karena tak sempat menyerap apa-apa. Biarkan firman itu  mengaliri dan menyegarkan Anda, memengaruhi hidup Anda dan membuat Anda berbuah-buah pada musimnya. --ELS

MAKIN BANYAK MEMBACA FIRMAN, MAKIN KITA AKAN MENGUASAINYA. MAKIN BANYAK MERENUNGKAN FIRMAN, MAKIN KITA AKAN DIKUASAINYA.

Sumber : Renungan Harian

Tuesday, June 19, 2012

Bersyukurlah

HATI PENUH PUJIAN (1 Tesalonika 5:12-22)
Oleh : Evi Sjiane Djiun

Bersukacitalah senantiasa. Tetaplah berdoa. Ucapkanlah syukur dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu. (1 Tesalonika 5:16-18)

Pada 1960, Dean Denler, suami Ruth Meyers (penulis 31 Days of Praise), dirawat karena kanker terminal. Saat itulah ia memutuskan untuk membuat kamar rumah sakitnya suatu tempat kediaman istimewa bagi Tuhan. "Aku akan memuji Tuhan sepanjang kekekalan, " katanya kepada Ruth, "tapi hanya selama waktuku yang singkat di bumi aku  dapat membawa kesukaan bagi-Nya dengan memuji Dia di tengah kesakitan." Ketika meninggal, teman dekatnya berkata, "Kamar Dean menjadi suatu tempat suci, ranjangnya sebuah mimbar; dan semua yang datang untuk menghiburnya diberkati." Lagu pujian memang tidak menyembuhkan fisik Dean. Namun, orang dapat mencermati bagaimana pujian yang lahir dari hati penuh syukur mengubah cara pandangnya terhadap penyakit; dan membawa orang lain memuliakan Allah.

Paulus juga berpesan agar jemaat di Tesalonika bersyukur dalam  segala hal (ayat 18). Mengapa? Sebab itulah yang dikehendaki Tuhan. Ya, Anda tidak salah baca. Mengucap syukur dalam segala hal adalah kehendak Kristus. Sukacita dan syukur jemaat Tesalonika menjadi teladan bagi banyak orang, bukan karena segala sesuatu lancar bagi  mereka (lihat 1 Tesalonika 1:6-9). Penindasan tidak menghalangi hati yang dipenuhi syukur melahirkan pujian bagi Tuhan.

Dalam hal apa atau saat-saat seperti apakah Anda memuji Tuhan  bersukacita dan bersyukur kepada-Nya? Apakah pujian Anda kepada Tuhan kerap dipengaruhi keadaan sekitar? Pujilah Tuhan, sebab itulah kehendak-Nya. Itu menyukakan hati-Nya, dan membawa orang lain memandang kemuliaan-Nya. --WIS

BERSYUKURLAH DALAM SEGALA HAL.  TUNJUKKAN BETAPA TUHAN LAYAK DIPUJI DALAM SEGALA SITUASI.

Sumber : Renungan Harian

Alkitab

NAPAS ALLAH (2 Timotius 3:10-17)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Seluruh Kitab Suci diilhamkan Allah dan bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. (2 Timotius 3:16)

Tahukah Anda bahwa Alkitab yang kita miliki sekarang ini merupakan kumpulan dari 66 buku, yang terdiri lebih dari 30 ribu ayat, ditulis dalam 3 bahasa, oleh 40 orang berbeda, dalam waktu kurang lebih 1500 tahun? Kebanyakan penulisnya tidak saling mengenal karena hidup dalam kurun dan tempat yang berbeda. Mereka juga memiliki latar  belakang yang sangat beragam, mulai dari rakyat biasa sampai seorang raja. Meskipun demikian, tulisan-tulisannya selaras saling berkesinambungan, sejalan tanpa saling bertentangan.

Sebenarnya apakah rahasianya? Ada satu Pribadi, yaitu Allah, yang  memberi inspirasi atau ilham bagi semua penulis Alkitab (ayat 16a). Kata "diilhamkan Allah" berasal dari kata Theopneustos yang berarti " Allah yang menapaskan". Gambarannya seperti seorang meniup seruling, yang mengembuskan napasnya ke dalam seruling sehingga  menghasilkan nada-nada yang indah. Seruling tidak akan menghasilkan suara apa pun jika tidak ada yang meniup. Allah memberi wahyu kepada para penulis untuk menyampaikan isi hati-Nya kepada manusia. Alkitab dapat menuntun pembaca untuk percaya kepada Pribadi Kristus yang memberikan keselamatan (ayat 15). Tulisan-tulisannya mengajar dan  mengubah kita untuk hidup di dalam jalan kebenaran-Nya (ayat 16). Segala Firman-Nya memperlengkapi tiap-tiap kita untuk setiap pekerjaan baik (ayat 16-17).

Ingatlah bahwa meski Alkitab ditulis oleh manusia biasa, tetapi  Allah adalah Pengarangnya. Bagaimana Anda menempatkan firman yang telah "dinapaskan" Allah itu dalam hidup Anda? --YBP

ALKITAB ADALAH SEBUAH MUKJIZAT.  TULISAN YANG MEMBAWA KESELAMATAN DAN MENGUBAH KEHIDUPAN.

Sumber : Renungan Harian

Thursday, June 14, 2012

Mengasihi

Perbuatan, Bukan Perkataan (1 Yohanes 3:11-18)
Oleh : Deny S Pamudji

Marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran. (1 Yohanes 3:18)

Apa yang (seharusnya) menjadi ciri seorang kristen?  Yaitu taat dalam menjalankan firman atau perkataan Tuhan.  Seseorang dikatakan taat jika dia memiliki kasih dan tidak membenci siapa pun.

Jika kita membenci seseorang, maka kita sama seperti pembunuh.  Karena dengan membenci, kita tidak bisa peduli pada orang tersebut dan akhirnya kita menjadi batu sandungan bagi orang itu untuk datang pada Tuhan yang hidup.

Keterikatan pada harta juga membuat seseorang menutup hatinya pada penderitaan orang lain.  Sehingga harta yang seharusnya merupakan berkat untuk dapat memberkati orang lain menjadi kutuk buat kita karena keterikatan itu.  Keterikatan pada harta merupakan penghalang dalam mewujudkan kasih.

Tuhan ingin kita mewujudkan kasih dalam perbuatan dan bukan sekedar slogan.  Ajaran kristen ialah kasih tanpa batas seperti yang ditunjukkan oleh Yesus yang mati disalib untuk menanggung semua dosa umat manusia.

Janganlah kita menjadi kristen yang berslogan kasih, tetapi sering menjelekan orang lain, menghasut orang lain untuk berbuat anarkis atau melanggar hukum.  Janganlah kita menjadi kristen yang menebarkan kebencian atau permusuhan.

Jadilah kristen yang santun dan memperlihatkan kasih tanpa memandang bulu.  Berbahagialah mereka yang tetap mengasihi walau harus menderita karena mengasihi.

Tuhan memberkati selalau.

Tuesday, June 12, 2012

Tujuan Akhir

SANG AKHIR YANG MENENTUKAN (Wahyu 21: 1-8)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Firman-Nya lagi kepadaku: "Semuanya telah terjadi. Aku adalah Alfa dan Omega, Yang Awal dan Yang Akhir. Orang yang haus akan Kuberi minum dengan cuma-cuma dari mata air kehidupan. (Wahyu 21:6)

Seorang pengkhotbah pernah memperingatkan: "Jalan mana pun yang ditempuh, akan berujung pada Tuhan. Anda pasti akan menemui-Nya, entah sebagai terang dan kehidupan, atau sebagai api dan siksaan." Ia benar. Tuhan sendiri menyatakan diri-Nya bukan saja sebagai Yang Awal, melainkan juga Yang Akhir. Alfa dan Omega. Alfa adalah huruf pertama alfabet Yunani, Omega adalah huruf terakhir. Pernyataan diri Tuhan ini punya konsekuensi yang serius bagi setiap ciptaan-Nya.

Ada dua "akhir" yang dijelaskan Tuhan dalam bagian firman yang kita baca. Akhir yang pertama adalah akhir bagi mereka yang menang (ayat 7). Mereka akan memperoleh semua yang disebutkan dalam ayat 1-4. Mereka haus akan Tuhan, dan Sang Sumber Hidup akan memuaskan kehausan mereka selamanya (ayat 6). Akhir yang kedua adalah akhir bagi mereka yang tidak menang (ayat 8). Mereka disebut sebagai orang-orang "penakut dan tidak percaya". Tuhan tidak menarik bagi mereka. Mereka haus akan kekerasan dan pembalasan dendam (keji, pembunuh), haus akan kepuasan seksual di luar cara yang direstui Tuhan (sundal), haus akan kuasa gaib (sihir), haus akan "Tuhan yang sesuai keinginannya" (berhala), haus akan sukses hasil kebohongan (dusta). Bukannya menikmati mata air kehidupan, mereka berakhir dalam lautan api dan belerang.

Bagaimana kita akan menjalani hidup tiap hari dengan kesadaran bahwa Tuhan adalah Sang Omega, Yang Akhir, Pribadi yang akan kita hadapi setelah hidup di dunia ini usai? Apa yang menjadi kehausan Anda dalam hidup ini? Kecuali kita haus akan Tuhan, mendambakan Dia lebih dari segala sesuatu, kita tidak akan dipuaskan pada akhirnya. --ELS

TUHAN, GANTIKANLAH SEGALA KEHAUSANKU DENGAN KEHAUSAN AKAN ENGKAU

Sumber : Renungan Harian

Allah

SANG AWAL YANG MENAKJUBKAN (Yesaya 44:1-8)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Beginilah firman Tuhan, Raja dan Penebus Israel, Tuhan semesta alam: "Akulah yang terdahulu dan Akulah yang terkemudian; tidak ada Allah selain dari pada-Ku. (Yesaya 44:6)

Mengunjungi sahabat lama, saya disambut dua makhluk kecil dengan  senyum lebar. "Lain kali kamu datang sudah tambah satu lagi, " ujar  sahabat saya menunjuk perut isterinya sambil tertawa. Menakjubkan. Yang tadinya tidak ada kini ada. Yang tadinya kecil jadi besar. Yang semula tak bisa apa-apa bisa belajar berucap dan bertingkah banyak.  Dari ketinggian rumah susun lantai 28 yang mereka tinggali, saya disuguhi pemandangan yang tak kalah menakjubkan: hamparan kota yang berselimut kabut di pagi hari dan bermandi cahaya di malam hari. Wow!

Betapa pun menakjubkannya, semua yang kita lihat tiap hari ada  awalnya. Tadinya tidak ada, lalu menjadi ada. Tidak demikian halnya dengan Tuhan. Sang Pencipta. "Akulah yang terdahulu, " sabda-Nya (ayat 6). Dalam bahasa Ibrani: ri'shon. Yang Pertama. Sang Awal.  Yang sudah ada sebelum semuanya ada. Tidak pernah Dia tidak ada. Dia menjadikan, membentuk, dan mengatur ciptaan-Nya (ayat 2-4). Masa lalu dan masa depan ada dalam kuasa-Nya (ayat 7-8). Pernyataan menakjubkan ini mengontraskan Tuhan dengan yang bukan Tuhan (ayat 9-20).

Ketika mengagumi kedahsyatan alam, kecanggihan peradaban, atau  pribadi-pribadi yang sangat menginspirasi, ingatlah bahwa semua itu ciptaan yang terbatas. Yang Mahakuasa, Mahabijak, Mahabenar, Mahakasih bukanlah sebuah produk peradaban pelengkap hidup. Dia mengawali dan mengendalikan dunia, bukan sebaliknya. Bahkan ketika  segala sesuatu berakhir, Dia berkuasa memberikan awal baru, yang lebih menakjubkan dari semua yang pernah ada (Wahyu 21:5). Hanya kepada Pribadi yang demikianlah, kita dapat bergantung penuh dan menjalani hidup dengan tidak gentar. --ELS

SEGALA SESUATU BERAWAL DARI TUHAN.  ADAKAH YANG LAYAK DISEMBAH SELAIN DIA?

Sumber : Renungan Harian

Friday, June 08, 2012

Sadar & Berjaga

Ditelan Iblis (1 Petrus 5:5-11)
Oleh : Deny S Pamudji

Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. (1 Petrus 5:8)

Iblis digambarkan sebagai singa atau raja hutan yang berkeliling sambil mengaum-aum. Yang artinya iblis tidak pernah tinggal diam mencari orang-orang yang dapat ditakuti untuk kemudian ditelan. Itu menunjukkan adanya orang-orang yang tidak dapat ditakuti oleh iblis sehingga iblis pun tidak kuasa untuk menelannya.

Siapakah orang-orang yang dapat ditakuti dan ditelan iblis? 

1. Seorang yang tidak menghormati kaidah umum
Seorang anak muda harus menghormati yang lebih tua. Seseorang harus mengikuti aturan yang ada dan bukan menjadi pemberontak. Seseorang yang memberontak artinya tidak bisa menerima keadaan di mana dia berada. Dia penuh dengan keinginan dan berusaha mencapai keinginannya dengan segala upaya termasuk dengan kekerasan.

2. Seorang yang tinggi hati
Seorang yang tinggi hati biasanya tidak mengetahui apa yang tidak dia ketahui. Karena kesombongan muncul pada saat orang itu hanya mengetahui apa yang dia ketahui. Dia tahu dirinya pandai ini dan itu. Dia menganggap yang lain lebih rendah daripadanya. Dia tidak mengetahui bahwa dia penuh kekurangan.  Dia banyak yang tidak dia ketahui.

3. Seorang yang penuh kuatir
Kekuatiran menunjukan ketidak percayaan kita pada pemeliharaan Tuhan. Janji Tuhan tidak akan meninggalkan kita, bahkan Tuhan Yesus mengatakan kalau bunga bakung yang hidupnya hanya sehari dihias Tuhan begitu indah, terlebih lagi kita.  Begitu pun burung di udara, Tuhan menyediakan makanan untuknya. Dan untuk menegaskan lagi, Tuhan mengatakan bahkan rambut pun tidak sehelai pun rontok tanpa Tuhan ketahui. Luar biasa memang Tuhan kita yang mengetahui segala sesuatu dan memperhatikan umat-Nya. Sebab itu janganlah kuatir jika engkau selalu menaati ajaran dan perintah-Nya.

Apa yang harus kita lakukan terhadap iblis? Firman Tuhan mengatakan lawanlah dengan iman yang teguh.  Dan untuk dapat beriman teguh tentunya kita harus mempraktekan dalam hidup sehari-hari perkataan Tuhan dan membuktikannya bahwa Tuhan tidak berkata bohong. Sehingga apa pun yang terjadi, kita bisa bersyukur karena kita mengetahui apabila rintangan datang, pasti ada jalan keluar.  Pasti ada jawaban atau solusi yang tepat yang telah Tuhan siapkan untuk kita. Tuhan Yesus memberkati selalu.

Thursday, June 07, 2012

Menderita Karena Benar

Mengikuti Teladan Kristus (1 Petrus 2:18-25)
Oleh : Deny S Pamudji

… tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih karunia dari Allah. (1 Petrus 2:20)

Penderitaan manusia banyak rupanya dan sulit untuk dijabarkan satu persatu.  Dan penderitaan manusia tidak bertautan erat dengan harta, kedudukan, tingkat sosial, dan lain sebagainya.  Semua orang bisa menderita, baik dari yang miskin, hingga seorang konglomerat yang berlimpah harta.  Cuman yang berbeda ialah jenis penderitaannya.

Firman Tuhan hari ini mengatakan penderitaan itu wajar kita terima jika kita melakukan hal yang salah.  Mencuri atau korupsi kemudian masuk penjara, itu wajar.  Mengfitnah atau menebar kabar palsu kemudian dituntut orang, itu pun wajar.  Penderitaan yang seharusnya jika kita melakukan suatu kesalahan.

Penderitaan apakah yang baik menurut Firman Tuhan?  Penderitaan yang kita alami ketika kita melakukan hal yang baik.  Ketika kita menolong orang lain, dan kita dicemooh, itu merupakah penderitaan yang baik.  Ketika kita menginjil, dan kita dicaci, itu merupakan penderitaan yang baik.  Ketika kita ingin beribadah, dan kita dilempari batu dan kotoran, itu merupakan penderitaan yang baik.  Secara singkat, penderitaan yang baik ialah penderitaan yang kita dapatkan ketika kita melakukan suatu kebenaran, suatu hal yang tidak melanggar hukum, suatu hal yang tidak melanggar etika apa pun.

Penderitaan yang baik juga mencakup kemampuan untuk bertahan, tidak membalas walaupun kita mempunyai kekuatan untuk itu.  Ketika Yesus ditampar dalam keadaan mata ditutup, apakah Dia tidak mengetahui siapa yang menampar-Nya sedang Dia mengetahui jauh apa yang dilakukan seorang perempuan Samaria? (Yohanes 4) Ketika Yesus ditangkap, apakah Dia tidak mampu membebaskan diri Dia, sedang Dia sanggup merebahkan beberapa tentara hanya karena perkataan-Nya? (Yohanes 18:1-6)

Suatu karunia demikian Firman Tuhan menegaskan kepada kita tentang penderitaan karena melakukan sesuatu yang benar.  Jadi apabila saat ini kita menderita, pertama periksalah dahulu apakah penderitaan itu wajar untuk kita terima.  Jika setelah kita mempelajari ternyata kita tidak melakukan sedikit kesalahan pun, maka saat itulah kita harus bersyukur atas penderitaan yang kita alami.

Kita bersyukur bukan karena penderitaan itu, tetapi dikarenakan kita diberikan suatu kesempatan untuk menikmati bagaimana Kristus mengalami penderitaan yang sama.  Dihina, dicaci, dipukul, dituntut, dilempari, diludahi, dan terakhir disalib.

Tetaplah tekun melakukan hal yang benar walau harus menderita.  Dalam penderitaan itu iman kita diuji dan kita dapat memberikan penguatan pada orang lain setelah kita melewati segala rintangan menuju iman yang sejati.  Tuhan Yesus memberkati selalu.

Friday, June 01, 2012

Panjang Umur

SELAMAT HIDUP BERMAKNA (Kejadian 5:1-24)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah. (Kejadian 5:24)

"Selamat panjang umur". Salam itu selalu kita katakan kepada rekan yang berulang tahun sebagai ucapan selamat sekaligus doa. Ya, panjang umur kerap kali dikaitkan dengan hidup yang bahagia. Bagaimana dengan orang yang pendek umur? Sungguhkah mereka tak  bahagia sebab tak lagi bisa meneruskan hidup? Benarkah panjang umur merupakan jaminan hidup bahagia dan penuh arti?

Tokoh-tokoh yang disebutkan dalam bacaan Alkitab hari ini memiliki  umur yang panjang: Adam 930 tahun (ayat 5); Set 912 tahun (ayat 8); Kenan 910 tahun (ayat 14); Yared 962 tahun (ayat 20); Henokh 365 tahun (ayat 23). Jika kita cermati, terdapat rumusan berulang dalam penulisan kalimat-kalimat tersebut. "X berumur Y tahun, lalu ia  mati." Keterangan "lalu ia mati" menunjukkan bahwa betapa pun panjang umur manusia bahkan hingga ratusan tahun manusia pasti mati. Namun, di antara skema yang berulang, terselip catatan menarik yang menyertai kehidupan Henokh. Umurnya lebih pendek dari yang lain,  tetapi ia "hidup bergaul dengan Allah" (ayat 24). Alkitab versi Bahasa Indonesia Sehari-hari menerjemahkannya: "Henokh selalu hidup akrab dengan Allah". Dikatakan, ia tidak mati, tetapi diangkat oleh Allah. "Pendek umur" bukan masalah baginya sebab ia telah hidup bagi Tuhan selama di dunia.

Panjang umur ialah berkat Tuhan; tak salah jika menginginkannya.  Kita bisa melihat lebih banyak karya Tuhan dalam perjalanan hidup yang lebih panjang. Namun, bagaimana kita menjalaninya, itu jauh lebih penting. Mari memohon Tuhan menolong kita untuk menjalani hidup yang bermakna bersama-Nya sampai kita berjumpa dengan Dia di  surga; tak hanya menjalani hidup di dunia untuk kemudian mati sia-sia. Selamat hidup bermakna. --DEW

BUKAN PANJANG UMUR YANG MEMBUAT HIDUP BERMAKNA, MELAINKAN UNTUK APA DAN BERSAMA SIAPA KITA MENJALANINYA.

Sumber : Renungan Harian

Popular Posts