Friday, April 15, 2011

Takut Berharap

TAKUT BERHARAP LEBIH (Yohanes 20:11-18)
Dikirim oleh : Fransisca Adella Kipuw

Supaya ... kamu mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilan-Nya: Betapa kayanya kemuliaan warisan-Nya kepada orang-orang kudus, dan betapa hebat kuasa-Nya bagi kita yang percaya (Efesus 1:18,19)

Setelah dikhianati suaminya, seorang istri berkata,"Sekarang saya tidak lagi berharap banyak kepadanya. Tidak berharap diperhatikan; diberi hadiah ulang tahun; ditelepon jika ia dinas di luar kota. Saya sudah banyak dikecewakan. Jadi, saya tidak lagi mau menggantungkan harapan kepadanya." Ketakutan dikecewakan lagi telah membuat sang istri menurunkan harapannya pada sang suami. Ia takut berharap lebih.

Ketika Maria datang ke kubur Yesus pada pagi Paskah, ia pun tidak berani berharap banyak. Maria datang sekadar hendak merawat jenazah Yesus. Tidak lebih dari itu! Ia tidak berharap akan menjumpai Yesus yang sudah bangkit, karena baginya harapan itu tidak realistis. Terlalu muluk. Bisa kecewa jika nanti hal itu tidak terjadi. Maka, saat ditanya,"Siapa yang engkau cari?" Maria menjawab bahwa ia ingin mencari mayat Yesus yang diambil orang. Ia masih belum menyadari dengan siapa ia sedang bercakap-cakap. Setelah disapa dengan namanya, barulah Maria tersadar: Yesus hidup. Yesus berdiri di hadapannya! Dari situ ia belajar: Yesus bisa memberi jauh melebihi apa yang ia harapkan.

Berharap banyak pada manusia memang bisa mengecewakan, seperti pengalaman seorang istri tadi. Manusia tidak bisa kita andalkan. Akan tetapi, Allah berbeda. Paulus berkata, kuasa-Nya "hebat" bagi kita. Jadi, taruhlah seluruh harapan masa depan Anda kepada-Nya: mulai dari studi, pekerjaan, jodoh, keluarga, sampai pemeliharaan Allah di masa tua. Walau tak semua kemauan kita Tuhan turuti, tetapi yang kita butuhkan pasti Dia beri. Jangan takut berharap lebih!--JTI

HARAPAN ITU IBARAT SAUH, AGAR BIDUKMU TAK TEROMBANG-AMBING, TANCAPKAN DENGAN TEGUH

Source : Renungan Harian

Monday, April 11, 2011

Tetap Bersyukur

DIBURU,TETAPI TETAP BERSYUKUR (Mazmur 57)
Dikirim oleh : Fransisca Adella Kipuw

Kasihanilah aku, ya Allah, kasihanilah aku, sebab kepada-Mulah jiwaku berlindung; dalam naungan sayap-Mu aku akan berlindung, sampai berlalu penghancuran itu (Mazmur 57:2)

Ada banyak hal yang bisa membuat tempat kerja tidak menyenangkan. Mungkin sang atasan yang bersikap otoriter, atau gemar merendahkan bawahan. Atau, rekan kerja yang suka bergosip, menggunjingkan teman sendiri. Atau, senior yang suka menekan. Atau, alasan lain yang  lebih khusus. Jika Anda merasa demikian, mari belajar dari Daud.

Lembaga Alkitab Indonesia memberi judul menarik untuk Mazmur 57: "Diburu Musuh, tetapi Ditolong Allah". Mazmur ini ditulis ketika Daud diburu Saul dan harus melarikan diri ke gua-gua. Ketika itu Daud berseru memohon belas kasihan Allah (ayat 2-4). Ia menceritakan kesulitan yang ia hadapi (ayat 5, 7). Dan, yang menjadi kunci kemenangan Daud adalah: ia terus bersyukur serta berharap kepada kemuliaan, kasih setia, dan kebaikan Tuhan (ayat 6, 7-12).

Kita mungkin tidak diburu musuh, tetapi diburu atasan yang otoriter, rekan kerja yang tidak mau bekerja sama, atau hal-hal lain yang membuat kita tak nyaman bekerja. Sikap mengomel, menyalahkan  keadaan, dan memprotes tidak akan memperbaiki keadaan, bahkan kerap kali justru memperburuk. Ketika kita "diburu" hal-hal demikian, contohlah Daud. Ia berseru kepada Tuhan dan mengandalkan Dia. Ia bersyukur dan berharap pada kasih setia Tuhan. Pada waktu-Nya, Dia mengangkat Daud menjadi Raja Israel.

Kalau Tuhan sanggup menolong Daud, tentu Dia sanggup menolong kita juga. Namun, sudahkah kita mencontoh sikap Daud? Tetap bersikap benar, menjagai hati, dan terus memuliakan Tuhan di tempat kerja? Tidak berkecil hati, dan tetap berpaut kepada Tuhan? --GS

TEMPAT KERJA ADALAH LADANG DI MANA TUHAN MEMINTA KITA TAK HANYA MENCARI PENGHIDUPAN TETAPI JUGA MEMPRAKTEKKAN IMAN

Sumber : Renungan Harian

Siapa Sangka

SIAPA SANGKA? (1 Tesalonika 5:23-28)
Dikirim oleh : Fransisca Adella Kipuw

Bagi Dia yang dapat melakukan jauh lebih banyak daripada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita (Efesus 3:20)

Nyonya Carson sangat berharap anak-anaknya bisa bersekolah, walau ia tidak tamat SD dan harus membesarkan dua putranya sendirian. Ia bekerja mencuci pakaian pada dua keluarga. Kemiskinan akrab dengannya. Namun, ia mendoakan kedua anaknya supaya berhasil dalam studi. Dan, mereka berhasil. Bahkan, anak bungsunya menjadi dokter bedah otak ternama di Amerika. Dokter pertama di dunia yang sukses menangani operasi bayi kembar siam ialah Dokter Ben Carson.  Buku-bukunya menjadi berkat. Ia mendirikan banyak yayasan di bidang kesehatan dan pendidikan, yang memberi beasiswa untuk anak-anak berprestasi di bidang akademis dan kemanusiaan. Doa sang ibu terjawab lebih dari yang diminta. Siapa sangka?

Paulus akrab dengan jemaat di Tesalonika. Meski isinya tetap mengandung petuah dan teguran, suratnya terasa hangat. Bagi jemaat itu, ia memosisikan diri seperti "ibu" (1 Tesalonika 2:7) dan "bapak terhadap anak-anaknya" (2:11). Banyak harapan dan doanya bagi jemaat ini (1:2; 3:10-13). Di akhir surat pertamanya terselip harapan kuat, yaitu "supaya surat ini dibacakan kepada semua saudara" (5:27). Ia berharap suratnya dibacakan di depan jemaat.

Ternyata selama 20 abad kemudian, surat ini bukan saja dibacakan di depan jemaat Tesalonika, melainkan juga jemaat kristiani di seluruh dunia. Tak hanya menjadi sepucuk surat penggembalaan, tetapi menjadi bagian firman Tuhan. Siapa sangka, Tuhan mengabulkan doanya jauh melampaui harapan sang rasul. Karya-Nya sungguh tak terbatasi. Dia sanggup melakukan lebih dari yang kita minta. Maka, jangan berhenti berharap kepada-Nya. Berharaplah kepada Tuhan tanpa batas; izinkan Dia berkarya dengan bebas --PAD

DI TANGAN TUHAN, SEBUAH HARAPAN KECIL BISA MENJADI BERKAT BESAR

Sumber : Renungan Harian

Doa & Kerja

MENDOAKAN DAN MENGERJAKAN (Efesus 3:14-21)
Dikirim oleh : Fransisca Adella Kipuw

Aku berdoa, supaya kamu bersama-sama dengan semua orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus (Efesus 3:18)

Ketika kecil, saya sering memprotes. Salah satu protes adalah lamanya waktu yang dipakai Ayah untuk berdoa. Waktu itu saya sama sekali tidak mengerti mengapa seolah-olah ada banyak sekali orang yang Ayah doakan. Setiap hari semakin banyak yang Ayah doakan, dan Ayah semakin lama berdoa. Semakin hari semakin banyak pelayanan Ayah, dan semakin lama pula ia berdoa. Ayah bahkan sudah berdoa sebelum saya dan Adik bangun. Setelah kami tidur, Ayah juga akan berdoa. Ayah tak pernah marah kalau saya dan Adik bilang, "Papa, nanti doanya jangan lama-lama!" atau mencoba mengatur siapa yang perlu didoakan dan siapa yang tidak. Ia hanya tersenyum.

Namun kini saya tahu, rahasia pelayanan Ayah tidak terletak pada jumlah pelayanan yang ia lakukan atau jumlah orang yang ia layani, tetapi pada waktu doanya. Bahkan, setelah lebih dari sepuluh tahun sejak Ayah berpulang, saya tidak ingat satu pun khotbahnya, tetapi saya masih mengingat jelas sikap, cara, dan kesungguhannya dalam berdoa, serta bagaimana semuanya itu menyentuh kehidupan orang-orang di sekitarnya, termasuk saya.

Saya menjadi tahu bahwa semakin banyak hal yang ingin saya kerjakan, semakin banyak waktu yang perlu saya sediakan bersama Tuhan. Bukan saja untuk mendoakan rencana-rencana saya, melainkan juga satu per satu orang yang bersentuhan dengan hidup saya. Paulus juga mendoakan jemaat di Efesus agar mereka paham betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus kepada mereka, dan saya. Tuhan dapat melakukan jauh lebih banyak dari yang kita doakan atau pikirkan --SL

DOAKANLAH YANG KITA KERJAKAN KERJAKANLAH YANG KITA DOAKAN

Sumber : Renungan Harian

Marah

MARAH (Kejadian 4:1-16)
Dikirim oleh : Fransisca Adella Kipuw

Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: Janganlah matahari terbenam, sebelum padam kemarahanmu (Efesus 4:26)

Seorang ibu bercerita bahwa suaminya tanpa sepengetahuannya telah meminjamkan sejumlah besar uang kepada temannya. Teman suaminya itu rupanya tidak bertanggung jawab. Ia kabur begitu saja. Ibu ini jengkel sekali. Mengapa suaminya tidak memberi tahunya lebih dulu? Namun, nasi sudah menjadi bubur. Uangnya tidak bisa kembali. Lalu ibu itu bertanya, apakah sebagai orang kristiani ia boleh marah kepada suaminya?

Bagi sebagian orang, pertanyaan ibu itu mungkin terlalu sederhana. Namun itu kenyataan yang kerap terjadi, dan tidak boleh disepelekan. Sebab hal itu bisa terus mengganggu pikiran. Bolehkah seorang kristiani marah? Marah itu wajar. Hidup memang tidak selalu berjalan seperti yang kita harapkan. Orang-orang di sekitar kita juga tidak selalu berlaku seperti yang kita mau.

Sebagai orang kristiani, tidak salah apabila kita marah. Asal, marah untuk sesuatu yang tepat, dengan cara yang tepat, kepada orang yang tepat, dan di waktu yang tepat. Kerap yang menjadi masalah bukan marahnya, tetapi bagaimana dan untuk apa kita marah. Juga, jangan menyimpan kemarahan hingga menjadi dendam kesumat. Kemarahan yang disimpan justru akan merampas kebahagiaan kita-tidak ada orang yang bisa bahagia dengan terus menyimpan kemarahan dan dendam. Lebih dari itu, kemarahan yang terus disimpan hanya akan mendorong kita ke dalam jurang dosa. Peristiwa pembunuhan Habel oleh Kain, kakaknya, terjadi karena dipicu dan dipacu oleh kemarahan Kain yang terus dipendamnya, lalu dilampiaskan dengan membabi buta. Mari kita belajar mengelola amarah --AYA

MARAH ITU TIDAK SALAH KITA HANYA PERLU MENGELOLANYA

Sumber : Renungan Harian

Keluarga Bermisi

KELUARGA YANG BERMISI (Roma 16:1-5)
Dikirim oleh : Fransisca Adella Kipuw

Sampaikan salam kepada Priskila dan Akwila, teman-teman sekerjaku dalam Kristus Yesus (Roma 16:3)

Bagi sebagian orang kristiani, "bermisi" kerap dianggap sebagai pelayanan yang hanya dapat dilakukan oleh gereja atau lembaga misi. Juga hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang secara khusus terbeban untuk melakukan pelayanan misi. Namun sesungguhnya, pelayanan misi dapat dilakukan oleh setiap orang percaya.

Keluarga Priskila dan Akwila memahami bahwa misi tidak hanya untuk orang-orang tertentu, melainkan juga untuk keluarga mereka. Selain memberitakan tentang Kristus ke berbagai daerah, mereka juga mendukung pelayanan rekan-rekan mereka-seperti Paulus. Mereka tidak sibuk memikirkan kehidupan pribadi. Mereka tidak menyibukkan diri untuk mendapat keuntungan sebanyak-banyaknya agar semakin kaya. Mereka tidak menutup pintu bagi orang-orang yang membutuhkan jamahan Kristus (1 Korintus 16:19). Mereka berdoa bagi orang-orang yang belum atau baru mengenal Kristus. Mereka memberi dukungan untuk membangun orang lain. Mereka juga memberi waktu untuk mengajar dan berbagi dengan orang lain (Kisah Para Rasul 18:18).

Keluarga dihadirkan Allah agar tidak hanya memikirkan kepentingan keluarga itu sendiri, tetapi agar dipakai untuk menjadi berkat bagi banyak orang. Misalnya, satu keluarga mau menyediakan waktu untuk mendoakan orang lain. Atau, mendukung departemen misi dalam gereja atau lembaga misi lain dengan dana, pikiran, dan tenaga. Atau, membuka lebar-lebar pintu rumah untuk siapa saja yang sedang berkeluh kesah. Biarlah kasih Kristus melingkupi keluarga-keluarga kita, agar kita semua dapat berperan secara maksimal --AMS

KELUARGA YANG BERMISI MENGENALI PANGGILAN ALLAH UNTUK TAK HENTI MELAYANI DAN MEMBAGI BERKAT

Sumber : Renungan Harian

Kejujuran

JUJUR = HANCUR? (Amsal 11:3-6)
Dikirim oleh : Fransisca Adella Kipuw

Orang jujur dilepaskan oleh kebenarannya (Amsal 11:6)

Seorang pemuda miskin tengah mencari pekerjaan ke sana kemari tanpa hasil. Dalam kerisauan, pemuda itu tidak berkonsentrasi mengendari motor bututnya. Akibatnya, tanpa sengaja ia menabrak sebuah mobil mewah yang sedang diparkir. Betapa terkejut dan takutnya ia, karena lampu kanan mobil itu pecah. Dalam situasi sepi, sebenarnya bisa saja pemuda itu melarikan diri. Akan tetapi, ia adalah seorang kristiani yang jujur dan bertanggung jawab. Karena itu, ia mencari pemilik mobil tersebut. Sang pemilik mobil memberinya kartu nama, dan memintanya datang ke kantor untuk menyelesaikan perkara. Tanpa diduga, sang pemilik mobil menawarkan sebuah pekerjaan bagus untuknya, karena melihat kejujuran pemuda ini.

Seandainya kita mengalami peristiwa seperti itu, apa yang akan kita perbuat? Melarikan diri untuk menghindari risiko, atau dengan sikap jujur mau bertanggung jawab dan bersedia menanggung risiko? Di zaman sekarang ini kita semakin sulit menemukan orang yang masih memegang teguh nilai kejujuran. Sebaliknya, yang sering kita ketahui adalah pejabat yang korupsi, pedagang yang curang, karyawan yang mengambil keuntungan secara ilegal, atau orang-orang yang melakukan pungutan liar. Bahkan, tak jarang kita melihat atau mendengar ketidakjujuran terjadi di gereja.

Apakah bagi kita ketidakjujuran adalah suatu hal yang wajar dan biasa dilakukan untuk menghindari risiko akibat perbuatan kita? Ingatlah dan bertahanlah dalam firman hari ini, supaya hidup kita dipimpin oleh ketulusan dan kita menjadi orang yang jujur (ayat 3)--PK

DUNIA BERKATA, "JUJUR BERARTI HANCUR"; TETAPI ALLAH BERKATA, "JUJUR BERARTI MUJUR"

Sumber : Renungan Harian

Popular Posts