Perjalanan Ke Amerika
Ketika adik saya yang tinggal di Amerika menginformasikan saya agar menyiapkan paspor untuk anak2 and bibi saya karena dia akan menikah, saya menanggapinya biasa saja karena saya takut kecewa tidak mendapat visa ke Amerika.
Teman saya saja yang menggunakan kop surat kantor dan dijamin dengan rekening kantor, harus mengalami penolakan hingga 3 x. Dan sekali menghadap harus membayar USD 100. Berarti 3 x USD 100 = USD 300.
Saya kabarkan berita undangan dari adik saya pada isteri, bibi, dan anak2 saya dengan pesan persiapan. Saya bilang begini, “Kita mendapat undangan dari Sandra untuk menghadiri pesta pernikahannya. Kita akan dibayari tiket pesawat dan hotel selama di sana. Tapi, Sandra ada bilang, jika ada dana, sebaiknya kita jalan2 dan kalau perlu ke Disneyland.”
Tentu saja anak saya yang besar, Irene (ketika itu menjelang 11 tahun), berbinar2 dan senang sekali mendengar kata Disneyland. Wow, kapan lagi? Dia mungkin sudah melihatnya di TV atau majalah. Jadi dia ingin benar ke sana.
Cuman, saya yang tahu betapa sulitnya kedutaan besar Amerika memberikan visa untuk orang2 kita, berpesan padanya agar rajin berdoa dan berserah sepenuhnya pada Tuhan. Saya bilang “Jika Tuhan Yesus mengizinkan kita semua ke Disneyland, maka pasti semua jalan akan dipermudah. Berdoalah!”
Maka mulailah kami mempersiapkan diri membuat paspor. Isteri saya harus juga membuat paspor baru karena paspor yang lamanya sudah expired. Jadi kami semua membuat paspor baru. (Kebetulan juga paspor saya baru saja penuh, jadi harus buat paspor baru)
Jadi kami nanti menghadap kedutaan besar Amerika dengan paspor yang benar2 baru. Tanpa ada cap dari imigrasi luar negeri sedikit pun. Tentu ini bisa mempengaruhi kedutaan besar Amerika dalam memberikan visa.
Dapat Visa 5 Tahun
Saat mendebarkan akhirnya tiba. Saat itu tgl 5 Juni 2006 dan kami mendapat panggilan interview di kedutaan besar Amerika utk pk 8. Karena ketidaktahuan kami, saya, keluarga, dan bibi berangkat dari rumah pk. 6. Dan ketika tiba di sana. Kami terkaget2 karena ternyata sudah banyak yang datang dan kami semua harus mengantri di samping kedutaan besar dan dekat jalan layang kereta api. Wow, antriannya panjang sekali dan saya sempat panik karena kuatir kami ditolak karena masuk lebih dari pukul 8.
Untuk dapat diinterview, kami harus melewati beberapa pos. Pos pertama screening surat undangan untuk interview. Setelah oke, kami harus mengisi formulir. Dan di sini kami menghadapi hambatan pertama, yakni foto isteri saya tidak memperlihatkan telinganya. Jadi kami terpaksa harus keluar dari kedutaan dan ambil foto di daerah Sabang.
Kemudian kami balik lagi ke kedutaan dan membayar pendaftaran USD 100 per orang. Jadi kami harus mengeluarkan USD 500 untuk suatu interview yang 90% berakhir dengan penolakan.
Setelah formulir pendaftaran diperiksa, kami boleh masuk ke dalam dan menunggu panggilan. Setelah itu kami masuk lagi ke pos selanjutnya dan menunggu lagi. Kali ini kami sudah sangat dekat dengan loket interview dan kami bisa melihat banyak dari orang2 yang datang memohon visa ditolak. Tidak sedikit dari mereka yang pernah ditolak sebelumnya. Bahkan ada yang sudah 3 kali dan tetap datang karena masih mau mencoba.
Saya berdebar juga, tetapi karena sudah mempersiapkan diri untuk ditolak, maka saya bersikap nothing to lose. Saya hanya berdoa sekali lagi, “Tuhan Yesus, jika kamu mengizinkan saya datang menghadiri pernikahan adik saya, dan juga mengizinkan anak2 saya ke Disneyland, maka mohon agar Engkau turun tangan dan loloskan kami dalam interview ini.”
Ketika giliran bibi saya dipanggil, saya mendampinginya karena bibi saya tidak bisa berbahasa Inggris. Dan ketika bibi saya ditanya dengan siapa dia akan pergi ke Amerika, maka saya menjawab dengan saya. Maka penginterview tersebut mempesilakan bibi saya duduk dan melanjutkan interview dengan saya.
Maka mulailah suatu interview yang mendebarkan. Pertanyaan demi pertanyaan saya jawab apa adanya. Dan penginterview juga ingin melihat anak2 saya (yang tentu ikut dengan saya). Dan setelah itu, dia bilang bahwa saya 2 (dua) hari lagi datang untuk mengambil visa. “Paspor kalian tinggal di sini,” katanya.
Saya mengucapkan banyak terima kasih dan berkata pada anak2 bahwa kita jangan senang dulu karena bisa jadi visanya tidak jadi diberikan. Cuman teman2 saya dan boss saya mengatakan jika paspor ditahan, berarti saya dapat visa. Saya tetap belum yakin sebelum hari H ambil paspor.
Dan ketika hari H tiba, saya meminta tolong kurir kantor untuk mengambil paspor kami dan ketika paspor saya buka, saya langsung mengucap syukur pada Tuhan karena visa yang diberikan pada kami adalah visa untuk 5 tahun. Puji Tuhan! Dan saya kabarkan berita tsb pada isteri, bibi, dan anak2 saya yang tentu menyambut dengan gembira.
Salam kasih, Deny S Pamudji