Monday, May 27, 2013

Alkitab

MANUSIA SATU BUKU (Yosua 1:1-9)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya... (Yosua 1:8)

John Wesley (1703-1791), pelopor gerakan Metodis dari Inggris, adalah seorang pencinta buku. Ia mengenyam pendidikan yang baik di  Universitas Oxford dan memiliki wawasan keilmuan yang luas. Buku kesehatan yang ditulisnya terjual laris. Ia bisa menjadi kaya dari  royalti bukunya, namun ia menyumbangkannya untuk pelayanan. Dalam salah satu khotbahnya, ia menegaskan "Let me be homo unius libri"  (Biarlah aku menjadi manusia satu buku), yaitu Alkitab. Setiap hari, Wesley menggali Alkitab dalam bahasa Ibrani, Yunani, dan Latin agar  dapat memahami kekayaan maknanya. Menurutnya, melalui Alkitablah manusia dapat mengenal jalan keselamatan. Tak heran, selama hidupnya ia menyampaikan lebih dari empat puluh ribu khotbah yang mengubahkan  dunia.

Tuhan memperingatkan Yosua untuk berpegang teguh pada firman-Nya  sejak awal kepemimpinannya. Ia akan membawa bangsa Israel memasuki Kanaan, tempat kediaman bangsa yang tidak mengenal Tuhan. Masa depan  bangsa Israel berada dalam tanggung jawabnya. Yosua menaati Tuhan  selama hidupnya, dan ia dikenal sebagai pemimpin yang sukses.

Hari ini kita memperingati Hari Buku Nasional sebagai upaya  meningkatkan kesadaran membaca di tengah bangsa ini. Berapa banyak  buku yang Anda miliki? Apakah Anda meluangkan waktu untuk membaca buku-buku lain, tetapi tidak punya waktu membaca Alkitab setiap  hari? Sisihkanlah waktu Anda untuk membaca buku yang terpenting, yaitu Alkitab, yang dapat menuntun Anda mengenal kebenaran melalui  Kristus. Firman-Nya akan memelihara kaki Anda melangkah dalam pijakan yang benar. --HEM

ALKITAB ADALAH PETA SEMPURNA MENUJU ALLAH.

Sumber : Renungan Harian

Keadilan

TUHAN PEMBELAKU (Mazmur 35)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Ya, TUHAN, siapakah yang seperti Engkau, yang melepaskan orang sengsara dari tangan orang yang lebih kuat dari padanya...? (Mazmur 35:10)

Pengadilan di negeri ini bagai pasar. Keadilan diperjualbelikan. Mafia hukum berkeliaran menjadi perantara. Kenyataan ini  memperlihatkan kepada kita, betapa buruk sistem peradilan di negara ini. Pertanyaannya adalah, kepada siapa lagi kita dapat datang untuk mencari keadilan?

Pemazmur memilih meminta keadilan pada Tuhan. Ia memulai gugatannya  atas orang-orang fasik yang menyerangnya dengan gugatan palsu. Ia meminta Tuhan membela perkaranya. Pemazmur menggugat karena mereka  senang berbuat jahat dan menghancurkan orang lain yang tidak bersalah. Mereka juga membalas kebaikan dengan kejahatan, padahal  pemazmur telah berlaku sangat baik terhadap mereka. Ini menyakitkan, bahkan seperti pengkhianatan bagi pemazmur. Mazmur ini bukan ratapan  orang yang dirundung kepedihan dan putus asa, sebaliknya pemazmur sangat yakin bahwa ia dapat mengandalkan keadilan Tuhan. Tuhan  menjadi Pembelanya. Pemazmur percaya ia akan memenangkan perkaranya dan para musuh akan terbukti kesalahannya.

Dunia bisa berlaku tidak adil dan menutup mata terhadap kebenaran.  Dunia bisa menindas dan memfitnah orang benar. Namun, Tuhan menjaga dan membela umat yang Dia kasihi. Sebagai orang percaya, kita harus  memelihara hidup kudus, menegakkan keadilan, serta membela orang yang lemah dan tertindas. Jangan biarkan orang jahat menemukan celah  untuk mendakwa kita dan mempermalukan nama Tuhan. Lakukanlah kebenaran dan berharaplah hanya kepada Tuhan karena Dia benar dan  adil. --ENO

KETIKA KITA BERJALAN DALAM KEBENARAN DAN KEADILAN, KITA HIDUP DALAM PERLINDUNGAN DAN PEMBELAAN TUHAN.

Sumber : Renungan Harian

Tuesday, May 21, 2013

God’s Strength

God’s Strong Arm (Exodus 6:1-8)

I will redeem you with an outstretched arm. —Exodus 6:6

My friend Joann had a strong desire to become a concert pianist and to travel and perform as either a soloist or as a piano accompanist. While majoring in piano performance in college, she developed tendinitis in her right arm, and it became too weak to perform the solo recital that was required. She graduated with a degree in music history and literature instead.

She knew Jesus as her Savior, but she had been rebelling against Him for several years. Then through further difficult circumstances, she sensed the Lord reaching out to her, and she turned back to Him. Eventually her arm grew stronger, and her dream of traveling and performing came about. She says, “Now I could play to God’s glory instead of my own. His outstretched arm restored my spiritual life and the strength in my arm to enable me to serve Him with the gift He gave me.”

The Lord promised Moses that His outstretched arm would rescue the Israelites from bondage in Egypt (Ex. 6:6). He kept that promise even though His often-rebellious people doubted (14:30-31). God’s mighty arm is outstretched for us as well. No matter the outcome of our situation, He can be trusted to bring about His will for each of His children. We can depend on God’s strong arm. —Anne Cetas

What a fellowship, what a joy divine,
Leaning on the everlasting arms;
O how bright the path grows from day to day,
Leaning on the everlasting arms. —Hoffman

With God’s strength behind you and His arms beneath you, you can face whatever lies ahead of you.

Source : Our Daily Bread

God’s Presence

Not Abandoned (Isaiah 49:13-16)

I will not forget you. See, I have inscribed you on the palms of My hands. —Isaiah 49:15-16

Years ago, while my husband and I were visiting the Smithsonian Air and Space Museum in Washington, DC, we noticed a baby stroller by itself with no one nearby. We assumed that the parents had left it there because it was too bulky and were now carrying their child. But as we approached, we saw a sleeping baby inside. Where was a parent . . . a sibling . . . a babysitter? We hung around for quite some time before hailing a museum official. No one had shown up to claim that precious child! The last we saw of him, he was being wheeled away to a safe place.

That experience made me think about what it’s like to be abandoned. It’s an overwhelming feeling that no one cares anything about you. It’s a real and excruciatingly painful feeling. But even though people may abandon us, God’s love and presence is assured. The Lord promises that He will never leave us (Deut. 31:8). He will be with us wherever we go, “always, even to the end of the age” (Matt. 28:20).

The Lord will never falter in His commitment to His children. Even if we have been abandoned by others, we can find confidence in His promise that nothing will ever “separate us from [His] love” (Rom. 8:35-39). —Cindy Hess Kasper

Father, thank You for Your never-failing presence
in every aspect of our lives. We count on Your
promise never to abandon us. Please teach us
to rest in that truth. In Jesus’ name, amen.

Confidence in God’s presence is our comfort.

Source : Our Daily Bread

Wednesday, May 15, 2013

Mendidik Anak

LEBIH BERHARGA (Amsal 29:15-17)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketentraman kepadamu. (Amsal 29:17)

Seorang ibu sedang membersihkan kulkas ketika anaknya yang berusia empat tahun mendatanginya.  Anak itu membawa majalah dan menanyakan sesuatu. Ibu itu bergegas mencuci dan mengeringkan tangan, duduk di kursi, memangku anak itu,  dan menghabiskan waktu selama sepuluh menit untuk menjawab pertanyaan anaknya. Seorang tamu yang melihatnya berkata,  "Kebanyakan kaum ibu tidak mau diganggu saat ia mengerjakan sesuatu." Ibu itu menjawab, "Saya masih dapat membersihkan lemari es  itu selama sisa hidup saya, tetapi pertanyaan anak saya tadi mungkin tidak akan pernah terulang lagi."

Sebagai orangtua, kadang kita tidak memiliki waktu yang cukup untuk  keluarga dan anak-anak. Pekerjaan dan kesibukan yang menumpuk lebih menyita perhatian kita. Kapan kita memperhatikan perkembangan anak?  Biasanya kita baru turun tangan ketika anak mulai menimbulkan masalah, lalu kita marah-marah pada mereka. Jarang kita memiliki  waktu untuk berkomunikasi dengan tenang, lemah lembut, dan dari hati ke hati.

Adakah kita menyadari, anak membikin onar kadang-kadang karena  kurangnya perhatian dan kasih sayang kita? Betapa sedihnya mereka,  untuk menarik perhatian kita saja mereka harus membuat masalah dulu. Mereka harus bersaing dengan setumpuk kertas proyek, deposito di  bank, kedudukan, karier, dan prestise yang kita kejar. Mengapa kita  tidak meluangkan waktu khusus untuk mereka? Kesempatan kita untuk memperhatikan mereka terbatas. Kita tidak ingin kehilangan  kesempatan yang berharga itu, bukan? --PK

PERHATIAN DAN KASIH SAYANG KITA KEPADA ANAK-ANAK MENUNJUKKAN PENGHARGAAN PADA TUHAN YANG MENGARUNIAKAN MEREKA.

Sumber : Renungan Harian

Pimpinan Tuhan

MENJELAJAHI GUA (Roma 8:18-30)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. (Roma 8:28)

Dalam sebuah perjalanan ke Vietnam, rombongan kami dibawa ke  sebuah gua yang katanya adalah tempat persembunyian para pejuang  Vietnam ketika berperang melawan Amerika Serikat. Gua tersebut gelap, sangat panjang, dan berliku-liku. Mereka yang belum mengenal  gua itu dengan baik berisiko tersesat jika nekat menjelajahinya sendirian. Belum lagi risiko terpeleset dan terluka karena salah  memilih pijakan. Tapi, karena pemimpin perjalanan kami kenal betul gua itu, kami aman selama tetap berjalan bersamanya.

Perjalanan hidup kita mirip dengan perjalanan menjelajahi gua  tersebut. Kita tidak tahu apa yang ada di depan kita sehingga sangat  besar risiko untuk tersesat dan terluka jika kita menjalani kehidupan ini seorang diri. Tetapi, kita memiliki Allah yang  mahatahu, bahkan yang mengatur sejarah kehidupan kita dan seluruh ciptaan. Tidak ada satu pun peristiwa yang terjadi tanpa seizin Dia  dan keluar dari rencana-Nya. Tidak hanya itu, segala peristiwa tersebut Dia pakai untuk kebaikan kita! Oleh sebab itu, selama kita  berjalan bersama Dia, kita aman.

Di tengah situasi dunia yang serba tidak menentu, banyak tantangan  yang menerpa kita. Mungkin ada di antara kita yang mengalami  kesulitan ekonomi, masalah kesehatan yang kian memburuk, atau pemberontakan anak. Biarlah di tengah segala situasi tersebut kita tidak meninggalkan Allah, namun memegang tangan-Nya semakin erat.  Dialah yang akan menuntun dan menguatkan kita dalam menghadapi  tantangan tersebut. --ALS

KETIKA JALAN HIDUP TAMPAK SEMAKIN GELAP, PEGANGLAH TANGAN TUHAN DENGAN SEMAKIN ERAT.

Sumber : Renungan Harian

Thursday, May 09, 2013

Keras Hati

MEMAHAT MARMER CARRARA (Yesaya 48:1-11)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Sesungguhnya, Aku telah memurnikan engkau, namun bukan seperti perak, tetapi Aku telah menguji engkau dalam dapur kesengsaraan. (Yesaya 48:10)

Sebongkah marmer Carrara raksasa teronggok di depan teras gereja selama hampir 100 tahun. Di sana-sini terdapat carut-marut bekas  pahatan para pematung sebelumnya, yang menyerah karena kerasnya marmer itu. Tak ada yang sanggup menaklukkannya. Sampai suatu hari, seorang anak muda 26 tahun jatuh cinta padanya. Ia memahatnya sampai  menjadi salah satu patung terindah di dunia. Sekarang, adikarya itu dikenal sebagai "David". Pematungnya tidak lain Michelangelo.

Ada yang lebih keras dari marmer Carrara, yaitu hati bangsa Israel.  Allah begitu geram sampai menjuluki mereka tegar tengkuk dan keras  kepala (ay. 4). Mereka telah mengalami banyak kebesaran dan kasih Allah, tetapi mereka mengabaikan Dia dengan menyembah berhala (ay.  5-8). Apa yang dilakukan-Nya terhadap kekerasan hati mereka?

Pertama, Dia mengasihani mereka. Dia tidak membinasakan mereka walaupun mereka patut menerimanya (ay. 9). Kedua, Dia tidak tinggal diam. Dia mengubah mereka melalui aneka pendisiplinan (ay. 10). Bila  marmer Carrara hanya bisa ditaklukkan oleh Michelangelo, hati manusia hanya bisa ditaklukkan oleh Allah. Dialah Spesialis hati yang keras!

Kekerasan hati manusia bukanlah jalan buntu bagi Allah. Mungkin Anda sedang mendoakan seseorang yang keras hati. Kalau begitu, Anda  berdoa pada Pribadi yang tepat. Atau, mungkin Andalah orang yang keras hati itu. Kalau begitu, Allah belum menyerah pada Anda. Jika  perlu, Dia akan mendisiplinkan Anda, supaya Anda kembali kepada-Nya. --JIM

ALLAH LEBIH GIGIH DALAM MENGASIHI KITA YANG KERAS KEPALA TIDAK MENGASIHI DIA.

Sumber : Renungan Harian

Berkat Tuhan

MENGANDALKAN MANNA (Keluaran 16:13-36)

Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Pungutlah itu, tiap-tiap orang menurut keperluannya; masing-masing kamu boleh mengambil untuk seisi kemahnya, segomer seorang, menurut jumlah jiwa. (Keluaran 16:16)

Dulu Pak Ronny (nama samaran) pengusaha sukses. Sayang, usahanya  bangkrut. Kini ia hidup dengan sederhana. "Dulu saya tidak perlu  khawatir akan hidup saya sampai dua atau tiga tahun mendatang. Sekarang, bahkan untuk hari esok, kadang saya harus bergumul. Tapi  saya percaya, Tuhan akan memelihara saya sekeluarga sama seperti ketika Dia memberi manna hari lepas hari pada bangsa Israel di  padang gurun. Buktinya, sampai hari ini saya sekeluarga masih bertahan, " katanya.

Saya jadi teringat pada keadaan bangsa Israel di padang gurun.  Selama 40 tahun, mereka mengandalkan manna sebagai makanan pokok  (ay. 35). Manna ini memiliki beberapa keunikan. Munculnya hanya pada  pagi hari. Ketika matahari makin tinggi, manna akan mencair (ay. 21). Orang Israel hanya diperbolehkan mengumpulkannya untuk kebutuhan selama satu hari (ay. 19). Jika ada yang mengumpulkan  secara berlebihan, mannanya akan rusak (ay. 20). Baru pada hari keenam, mereka diperbolehkan mengumpulkannya dua kali lipat untuk  persediaan pada hari Sabat karena manna tidak muncul pada hari Sabat (ay. 22-23).

Orang mendambakan hidup berkelimpahan. Namun, bagaimana jika Tuhan  mengizinkan "kekurangan" mewarnai kehidupan kita? Bagaimana jika persediaan kita hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hari ini atau  beberapa hari ke depan. Kisah tentang manna dapat menguatkan kita untuk tidak khawatir. Kita tetap berdoa, mengucap syukur, dan  bertekun melakukan tugas kita, dengan percaya bahwa Tuhan senantiasa memelihara kita. --OKS

PERCAYALAH, KETIKA HARI BARU MENJELANG, BERKAT BARU SELALU DATANG.

Sumber : Renungan Harian

Hati Nurani

TAK JADI MEMBUNUH (1 Samuel 24)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Kemudian berdebar-debarlah hati Daud, karena ia telah memotong punca Saul. (1 Samuel 24:6)

Perasaannya sudah tumpul, hati nuraninya sudah mati. Begitu mungkin komentar kita terhadap pelaku pembunuhan yang memutilasi  kurbannya. Mengapa pelaku tega melakukannya dengan cara yang begitu sadis? Kebencian dan rasa dendam dapat membuat seseorang bisa  berbuat keji di luar batas perikemanusiaan.

Tidak demikian halnya dengan Daud ketika dikejar-kejar Saul. Pada  saat Saul lengah, orang lain memandangnya sebagai kesempatan untuk  menyingkirkan musuhnya itu. Bisa saja ia membunuh Saul untuk mempercepat jalannya menduduki tahkta sebagai raja. Tetapi, ia tidak  mau melakukannya (ay. 5a, 8). Ia hanya memotong bagian pinggir jubah Saul (ay. 5b). Meskipun tidak sampai membunuh Saul, ia dihinggapi perasaan bersalah (ay. 6). Tindakannya merupakan penghinaan kepada  seorang raja. Bagi Daud, ini kesalahan yang membuat hatinya tidak damai sejahtera. Bagaimanapun juga Saul adalah orang yang diurapi  Tuhan sehingga ia menaruh hormat (ay. 7). Di pihak Saul, kejadian itu membukakan matanya: bahwa dirinya yang bersalah. Ia pun mengurungkan niat untuk membunuh Daud (ay. 18-19, 23).

Seberapa pekakah hati kita terhadap dosa? Apakah masih ada perasaan  bersalah ketika melakukan dosa, termasuk dosa yang dianggap sepele? Kepekaan dapat dilatih ketika kita berani berkata tidak terhadap  dosa sekecil apa pun. Tuhan telah memberi "alarm" dalam hati dengan perasaan bersalah ketika berdosa. Sadar dan bertobat menghindarkan  kita dari bahaya dosa yang lebih besar lagi. --YBP

KETIKA TIDAK ADA DAMAI SEJAHTERA DI DALAM HATI, INILAH SAAT YANG TEPAT UNTUK MENGOREKSI DIRI.

Sumber : Renungan Harian

Penyertaan Tuhan

PANGGILAN MELAYANI (Yeremia 1:4-19)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Janganlah katakan: Aku ini masih muda, tetapi kepada siapa pun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi, dan apa pun yang Kuperintahkan kepadamu, haruslah kausampaikan. (Yeremia 1:7)

Bayangkan Anda tengah berada dalam krisis multidimensionaler skala nasional, dan Tuhan memanggil Anda untuk menjadi nabi-Nya  bagi bangsa-bangsa (ay. 4), sebuah pelayanan lintas negara. Anda dipanggil untuk menyampaikan berita yang berdampak bagi bangsa yang  terancam (Yehuda) dan yang mengancam (Babel). Ini sebuah kepercayaan yang amat besar, sekaligus sebuah tugas yang jauh dari sepele!

Jika pada awalnya Yeremia tampak gentar, tentulah kita dapat  memahaminya. Untuk menjadi nabi bagi bangsa-bangsa di tengah suasana  genting seperti itu, tentu dibutuhkan seseorang yang berpengalaman, matang, mantap, sudah terbukti dan teruji validitasnya. Siapa yang  mau mengambil risiko dengan menempatkan seseorang yang masih hijau? Yeremia pun tampaknya tahu diri sehingga ia berusaha mengelakkan  panggilan itu. Namun, panggilan Tuhan memang melampaui perhitungan  manusia. Dalam perspektif-Nya, kemudaan dan kekurangpiawaian wicara bukan alangan. Dalam misteri panggilan-Nya, Tuhan bahkan sudah  mengenal dan menguduskan Yeremia sebelum ia hadir di rahim ibunda (ay. 4)! Bukan hanya memilih, Tuhan juga menyertainya. Dalam ay.  7-10, setidaknya ada lima kata kerja yang menyatakan penyertaan Tuhan.

Bukankah itu suatu penegasan yang kuat bahwa jika Tuhan memanggil  kita untuk bekerja, Dia sendiri turut bekerja melalui pekerjaan  kita? Indah, bukan? Bagaimana dan apa tanggapan kita terhadap panggilan Tuhan dalam konteks kita masing-masing? Apakah jawaban  Anda? --DKL

TUHAN TIDAK PERNAH MELEPASKAN KITA SEORANG DIRI; DIA SENANTIASA MENYERTAI KITA DALAM MENJALANKAN PANGGILAN-NYA.

Sumber : Renungan Harian

Contoh Nyata

BUKAN SEKADAR KATA (Kolose 3:5-17)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur melalui Dia kepada Allah, Bapa kita. (Kolose 3:17)

Joyce Meyer, penulis dan pengkhotbah televisi, suatu saat bersama suaminya, Smith, mengunjungi restoran favorit mereka. Setelah  memesan menu, seorang pelayan membawa baki berisi pesanan mereka. Tanpa disengaja baki itu tumpah dan isinya menimpa Smith yang saat itu mengenakan jas kesukaannya.  Smith yang sial itu tersenyum sambil berkata, "Tidak apa-apa,  semuanya baik-baik saja." Joyce turut membantu dan membereskan makanan dan minuman yang berceceran di lantai dan di tubuh Smith  sambil tetap bersikap ramah. Bukan hanya itu, mereka berdua menemui pemilik restoran, meminta agar ia tidak memecat pelayan yang baru  saja bertindak ceroboh itu.

Melihat tanggapan Joyce dan suaminya, pelayan itu membungkuk untuk  meminta maaf dan berkata, "Saya sungguh-sungguh minta maaf. Saya baru bekerja di sini. Saya gugup dan merasa seperti bermimpi ketika  bertemu langsung dengan Ibu. Saya selalu mengikuti khotbah Ibu di televisi setiap hari."  Ya, kira-kira apa yang akan terjadi seandainya Joyce dan suaminya  bersikap sebaliknya? Tak ayal semua khotbahnya yang didengar pelayan itu melalui televisi akan menjadi sia-sia. Dan, pelayan itu akan  mengingat Joyce sebagai seorang pengkhotbah yang munafik.

Kadang-kadang Allah menguji integritas dan bobot perkataan kita  melalui peristiwa yang tidak disangka-sangka. Tanggapan kita  terhadap peristiwa itu menunjukkan kualitas karakter kita yang sesungguhnya. Karena itu, hendaklah kita melakukan segala sesuatu  dengan mata yang tertuju kepada Allah. Kiranya kita tidak terpeleset ke dalam sikap yang memalukan. --PRB

SIKAP DAN PERILAKU KITA ADALAH ILUSTRASI KHOTBAH YANG PALING EFEKTIF.

Sumber : Renungan Harian

Popular Posts