Saturday, July 31, 2010

Kisah Nyata Mel Gibson

Dikirim oleh : Chaiyono

Beberapa waktu lalu ada seorang pemuda yang berdiam di Australia. Pada waktu ia masih bersekolah di SMA, pemuda ini adalah seorang aktor yang tampan dan berbakat. Suatu hari ia hijrah kesebuah kota besar di Sydney.

Karena sulit mencari pekerjaan di kota besar ini ia terpaksa harus bekerja di sebuah dok kapal yang berlokasi di daerah yang kurang ramah dan banyak penjahatnya.

Pada suatu malam, ketika ia sedang berjalan pulang dari tempat kerjanya, ia ditodong oleh beberapa penjahat. Pemuda ini mencoba untuk melawan mereka namun karena kalah banyak ia malah dihajar sampai babak belur setengah mati dan ditinggalkan di jalan. Untungnya, ada seorang polisi yang menemukannya dua jam kemudian dan polisi tersebut segera melarikannya ke sebuah rumah sakit. Di rumah sakit para dokter dan perawat sempat terperanjat melihat
kondisi pemuda ini yang masih dapat bertahan hidup melihat kondisinya sebenarnya yang sudah amat parah. Wajahnya hancur sampai hampir tidak bisa dikenali lagi akibat pukulan, tendangan dan sayatan yang bertubi-tubi. Kulit wajahnya terkelupas, kedua pelupuk matanya sobek dan bola matanya
seperti kelihatan bergantungan di wajahnya. Dan hidungnya boleh dikatakan sudah tidak berbentuk lagi. Para dokter akhirnya mampu menyelamatkan nyawa pemuda tersebut namun mereka tidak dapat berbuat banyak terhadap wajahnya sehingga ia menjadi seorang pemuda tanpa wajah.

Karena kondisi wajahnya ini, tidak seorangpun yang mau memberinya pekerjaan. Pemuda ini ahirnya bekerja di sebuah sirkus yang mempertontonkan makhluk2 aneh dengan julukan "The Man Without A Face" sampai suatu saat ia berhenti bekerja karena tidak tahan melihat wajahnya sendiri dicermin. Dikarenakan kondisinya yang demikian ia kemudian mencoba untuk bunuh diri. Namun, entah mengapa, ada sesuatu yang menggerakkan hatinya untuk
melangkahkan kakinya ke sebuah gereja. Ia duduk di bangku paling belakang dan merenungkan keadaan tubuhnya. Ia mulai terisak-isak dan akhirnya menangis meraung-raung sampai akhirnya seorang pastor datang dan bertanya
kepadanya. Ia menceritakan kepada pastor tersebut kejadian yang menimpa dirinya dan tentang keinginannya untuk bunuh diri.

Pastor itu berkata kepada pemuda tersebut bahwa ia akan mencoba semampunya untuk menolongnya dengan satu syarat, yaitu bahwa pemuda tersebut harus berjanji untuk selalu setia dan mendedikasikan hidupnya kepada Tuhan.
Pemuda tersebut kemudian setuju dan berjanji kepada Tuhan
untuk setia dan melayani Tuhan. Sejak hari itu, pemuda tersebut selalu hadir pada misa dan doa harian. Pastor tersebut juga membantunya dengan memberinya konseling.

Setelah beberapa saat pemuda ini mengalami kemajuan, ia sudah tidak lagi berputus asa, ia mulai bisa menerima kondisi wajahnya karena ia tahu bahwa Tuhan selalu besertanya. Ia bahkan mulai bisa bercanda mengenai keadaan wajahnya.
Ia mulai menemukan jati dirinya yang dulu lagi, muda dan penuh dengan semangat hidup, walaupun wajahnya masih rusak.

Suatu hari, pastor tersebut berhasil menemukan dan berbicara pada seorang dokter ahli bedah plastik terkemuka di Australia. Dokter tersebut setuju untuk berusaha mengembalikan bentuk wajah pemuda tersebut, namun dia tidak mau menjanjikan mukjizat pada pastor tersebut.
Ketika hal ini disampaikan kepada pemuda tersebut, ia setuju untuk menjalani operasi plastik dan menyerahkannya ke dalam tangan Tuhan. Biarlah Tuhan yang menentukan apa yang akan terjadi. secara ajaib, operasi tersebut
berhasil dengan amat sukses dan pemuda tersebut memperoleh kembali wajahnya yang pernah rusak parah.

Ada yang tahu siapakah pemuda ini? Dia aktor terkenal pemeran film-film seperti Braveheart, Lethal Weapon, dan yang terakhir, The Patriot. Menyerah? Dia adalah Mel Gibson.

God will make a way, where there seems to be no way. Surrender your life to God and He will open every way for you. Remember, nothing is impossible for Him.

"Love without power is weak, but power without love ruthless"

Perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya adalah
seperti buah apel emas di pinggan perak. Amsal 25:11

Catatan : Kami menerima masukan bahwa cerita di atas ternyata tidak benar! The Man Without A Face bukanlah cerita tentang Mel Gibson. Kami juga mendapat catatan bahwa ternyata Mel Gibson melakukan kekerasan rumah tangga dan kasar terhadap wanita. Tulisan di atas akan kami hapus segera. Mohon tanggapan dari pemerhati Jakarta Berdoa.

Pengaruh Besar

Bacaan : Yakobus 3:1-12
Nats : Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu,
tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun (Efesus 4:29)

Benarkah kebanyakan orang di dunia adalah orang-orang yang jujur? Dapatkah kita mempercayai apa saja yang mereka katakan? Ataukah mereka seperti orang-orang Kreta yang terkenal sebagai pembohong"? (Titus 1:12).

Kebohongan, tentu saja diucapkan oleh lidah. Satu bagian kecil dari tubuh manusia itu dapat membawa dampak yang sangat besar. Lidah dapat menghancurkan reputasi. Lidah dapat merusak persahabatan. Lidah dapat menyebabkan sakit hati yang berkepanjangan.

Di lain pihak, lidah dapat pula memberikan penghiburan dan
pengharapan di saat kesusahan. Lidah dapat memancarkan sinar kebenaran yang menyelamatkan ke dalam hati seseorang yang tersesat dalam kegelapan rohani. Lidah dapat memuji dan memuliakan Allah.

Oleh sebab itu, kita tidak perlu heran apabila Alkitab berulang
kali mengingatkan kita agar selalu bijaksana dan berhati-hati
dalam menggunakan bagian yang kecil dari tubuh kita ini. Tidaklah berlebihan jika Amsal 18:21 memperingatkan kita bahwa "hidup dan mati dikuasai lidah." Daud bukannya menyerukan syair tanpa makna ketika berkata, "manusia . yang giginya laksana tombak dan panah, dan lidahnya laksana pedang tajam" (Mazmur 57:5). Yakobus bahkan
mengatakan bahwa lidah dapat menghancurkan seperti api (Yakobus 3:1-12).

Dengan kuasa Roh Kudus, kita dapat menggunakan lidah untuk memberkati orang-orang yang mendengarkan kita, untuk saling membangun dan untuk memuliakan sang Pencipta dalam doa dan pujian -VCG

LIDAH ADALAH SATU ORGAN KECIL YANG DAPAT MENCIPTAKAN PERPECAHAN ATAU KEHARMONISAN

Garam Dunia

GARAM DUNIA
Author : Unknown

Seorang koki sedang mempersiapkan perjamuan istemewa untuk pesta pernikahan Raja. Bahan makanan dan bumbu-bumbu telah tersedia untuk diramu berdasarkan resep khusus. Wah, ternyata ada bumbu penting yang ketinggalan, GARAM !

Sang koki kebingungan, sebab tanpa garam tidak akan pernah ada perjamuan istemewa yang akan menyenangkan hati Raja. Koki segera mencari ke seluruh dapur, wah garam tidak ditemukan. Tiba-tiba, ia teringat sesuatu, Ya !! Di
rumahnya masih ada satu botol garam spesial. Segera saja koki berlari pulang. Akhirnya sebotol garam diperoleh.

Waktu memasak pun tiba. Botol garam dibuka, dan garam hendak dikeluarkan. Tiba-tiba garam dalam botol berteriak, "Jangan!!" Koki heran dan bertanya, "Kenapa?? Jangan takut, aku akan menjadikan engkau hidangan yang
menyenangkan hati Raja pada hari pernikahannya."

Garam-garam itu pun berteriak dan menjawab dengan berbagai jawaban. "Jangan, nanti kami tidak dapat berkumpul lagi bersama teman-teman garam dalam botol yang sangat indah ini"

"Jangan, nanti kami larut dalam masakan, dan kami kehilangan bentuk dan warna kami, lalu orang-orang tidak dapat mengagumi kami lagi sebagai garam yang putih bersih"

"Jangan, nanti kami menderita kepanasan ketika sedang diproses untuk menjadi masakan"  "Jangan,...." Demikian banyak butir garam memberi alasan. Akhirnya cuma
sedikit garam yang bersedia diramu menjadi masakan istimewa sang koki.

Pesta pernikahan Raja tiba. Perjamuan istimewa diadakan bagi Sang Raja pada hari pernikahannya. Wah, perjamuan yang sangat luar biasa, hidangan yang disajikan sungguh nikmat. Raja sangat senang dan pesta menjadi sangat
meriah.

Bagaimana nasib para garam ??
Garam-garam yang menyediakan dirinya untuk dipakai oleh koki, masuk ke dalam tubuh Sang Raja dan tinggal bersatu disana selamanya. Garam-garam lainnya yang menolak dan tinggal dalam botol, kemudian dibuang karena sudah tidak berguna lagi.

Kita adalah garam dunia. Kita diminta, didorong, ditolong dan diproses oleh Roh Kudus untuk menggarami dunia ini. Kenapa? Supaya dunia yang penuh dengan kekecewaan, kepedihan, kepahitan, luka ini disembuhkan dan siap untuk
menerima kembali kedatangan Yesus sebagai Tuhan, Raja Penyelamat.

Kita adalah garam dunia, tapi siapa yang bersedia berfungsi sebagai garam ?

Berfungsi sebagai garam itu berarti :
- kita harus keluar dari tradisi dan daerah kenyamanan kita
- kita harus pergi ke tengah-tengah orang-orang berdosa dan berfungsi disana
- kita harus mati terhadap keinginan daging
- kita harus memikul salib dan menyangkal diri setiap hari
- kita harus bersedia dibentuk dan diproses
- kita harus bersedia menderita bersama Kristus
- kita harus makin kecil dan Kristus makin besar

Jika kita bersedia, maka kasih karunia dan kekuatan Tuhan akan menolong dan memampukan kita untuk menggarami dunia. Dan pada akhirnya kelak kita akan bersatu bersama dengan Kristus dalam kemuliaan Bapa selamanya.

"Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang." Matius 5:13

(Sumber: Renungan Kasih)

Penghibur

Hal : Penghibur (Yoh 16:4b-15)

Masih ada saja orang yang menganggap Roh Penolong yang dikirim Yesus adalah seorang manusia. Ini jelas sudah salah besar karena roh penolong tersebut adalah roh dan bukan manusia dan roh tersebut telah datang pada saat
Pentakosta (Kis 2:1-13) Jadi gugurlah pernyataan bahwa Roh Kudus adalah seorang manusia.

Kriteria lain mengenai Roh Kudus ialah dilihat dari pekerjaan-Nya, yakni Menginsafkan dunia akan dosa karena tidak percaya pada Yesus; menginsafkan akan kebenaran bahwa Yesus pergi ke Bapa, dan yang ketiga ialah menginsafkan
akan penghakiman yakni penguasa dunia (Iblis & antek-anteknya) sudah dihukum. Itulah yang ada dikerjakan roh kudus/penolong/penghibur selama Dia ada di bumi.

Salam kasih, Deny S Pamudji
Jakarta, 22 Juni 2001

Bertekun

Hal : Bertekun (Yoh 16:1-4a, 15:18-27)

Yesus tahu bahwa kelak pengikut-Nya akan mendapat perlakuan yang tidak baik. Karena memang menjadi pengikut Yesus berarti otomatis menjadi anak-anak Tuhan yang terpilih. Dan idiom seperti ini tidak disukai oleh pengikut
agama lain karena terkesan menyombongkan diri. Koq bisa mengaku anak-anak Tuhan padahal masih di bumi dan berlaku culas.

Memang kita tidak menyangkal bahwa masih ada anak-anak Tuhan (atau pengikut Yesus) yang bertingkah tidak jujur atau culas. Tetapi tidak sedikit yang bertingkah baik, ramah dan saleh. Jadi jangan karena segelintir orang pengikut Yesus yang curang, maka dikatakan pengikut Yesus patut mendapat perlakuan yang tidak benar.

Yang jelas, sampai sekarang pun masih ada pengikut agama lain yang menganggap membunuh orang kristen, membakar gereja, dan mengobok-obok agama kristen berarti berbuat kebajikan untuk agamanya. Sungguh ini sangat sesat
dan patut disesali. Sebab ternyata dalam Quran dikatakan Tuhan melindungi tempat-tempat ibadah seperti pura, gereja, mesjid di mana nama Tuhan disebut. Sayang ayat ini tidak pernah diketahui oleh orang Islam.

Maka bertekunlah dalam kehidupan kekristenan Sdr dan jangan gentar terhadap apapun perlakuan pengikut agama lain terhadap Sdr karena Tuhan Yesus sudah pernah mengatakan semua itu.

Salam kasih, Deny S Pamudji
Jakarta, 21 Juni 2001

Kaki Indah Orang Neme

KAKI-KAKI INDAH ORANG NEME

"Bagaimana elok ... kaki orang yang memberitahu barang yang baik, yang memperdengarkan assalam ... (Yesaya 52:7 Terjemahan Lama)

"How beautiful are the feet of them that preach the gospel of peace, and bring glad tidings of good things!" (Roma 10:15b)

Sekelompok orang Neme di Papua Nugini memiliki kaki-kaki indah! Namun bukan karena bentuknya yang bagus dan kulitnya yang halus, karena kaki-kaki mereka justru besar. kasar, dan jelek bentuknya. Yesaya memberikan gambaran yang tepat untuk kaki-kaki orang Neme ini, yaitu
"kaki-kaki yang indah" karena mereka memakainya untuk berjalan, dengan bertelanjang kaki, melintasi hutan berhari-hari supaya mereka dapat belajar menterjemahan Alkitab. Mereka ingin membawa Kabar Baik itu agar bisa dibaca dalam bahasa yang mereka mengerti.

Steph dan Beth (bukan nama asli) sedang berada di desa Arammba di Papua Nugini dalam rangka mengikuti program "Discovery" dari Wycliffe. Pada awalnya mereka berada di sana hanya untuk melakukan observasi terhadap penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa Arammba yang sedang dilakukan oleh Marco dan Alma B.

Tetapi saat berada di sana mereka terlibat dalam peristiwa yang tidak mereka duga, yaitu ketika desa Arammba kedatangan sekelompok orang ini terdiri dari guru sekolah, seorang pendeta dan istrinya, seorang mahasiswa Sekolah Alkitab, dan lima orang lainnya. Orang-orang ini menempuh perjalanan menuju Arammba untuk belajar tentang penerjemahan Alkitab.

Dengan kemampuan bahasa Inggris mereka yang sangat terbatas, orang-orang Neme itu berusaha mengajarkan bahasa Neme kepada kedua orang asing ini. Mereka melewatkan waktu lima hari untuk mempelajari bahasa Neme sekaligus memeriksa huruf-huruf yang ada agar bisa mewakili semua bunyi-bunyian yang berarti dalam bahasa Neme.

Pada hari ke lima, mereka semua memutuskan untuk mulai menterjemahkan ayat penting dari Yohanes 3:16 kedalam bahasa Neme. Setelah melewati berbagai proses, dengan bantuan dan arahan dari Steph dan Beth dan sambil mendiskusikan konsep-konsep seperti Allah, anugerah, kasih, dan iman, orang-orang Neme akhirnya berhasil membuat terjemahan untuk ayat Yohanes 3:16.

Puncak dari proses penerjemahan itu adalah ketika ayat yang sudah diterjemahkan tersebut mereka tulis dengan tinta hitam permanen di selembar kain putih yang berasal dari karung tepung. Proses penulisan ini ternyata menimbulkan kehikmatan tersendiri karena mereka menyadari bahwa inilah kata-kata Tuhan sendiri yang sedang diwujudkan dalam bentuk tulisan. Ketika proses ini selesai, senyum membias lebar di wajah mereka semua.

Pada saat akan berpisah, si pendeta Neme memohon kepada Steph dan Beth untuk mengabarkan pada teman-teman mereka dan gereja-gereja di Amerika bahwa Neme sangat membutuhkan konsultan penerjemah yang dapat memberikan pelatihan untuk menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Neme.

Pada tahun 1932, untuk pertama kalinya orang Neme mendengar Injil melalui bahasa yang bukan bahasa ibu mereka, dan sampai kini mereka telah menunggu 68 tahun untuk dapat membaca firman Tuhan dalam bahasa
mereka sendiri. Beberapa lama lagi mereka harus menunggu?

Disadur dari: In Other Words (WBT/USA, Triwulan ke-3 tahun 2000)
Sumber: Berita KARTIDAYA, Triwulan I tahun 2001

Sikap Menghadapi Persoalan

3 SIKAP MENGHADAPI PERSOALAN HIDUP (Yohanes 2:1-11)
Dari peristiwa mujizat pertama yang dilakukan Yesus Kristus ini, ada 3 sikap yang harusnya kita miliki saat menghadapai persoalan hidup sehari-hari.
SIKAP PERTAMA
Segala sesuatu ada waktunya menurut rencana Allah.(SABAR MENUNGGU WAKTUNYA TUHAN)
Ketika Maria ibu Yesus mengetahui bahwa anggur pesta pernikahan telah habis, dia meminta supaya Yesus melakukan mujizatnya. namun apa jawaban Yesus?
ayat 4; Kata Yesus kepadanya: "Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba."  
Mungkin sampai saat ini kita berdoa kepada Tuhan memohon pertolongan dari-Nya. Namun sepertinya tiada jawaban dari Tuhan, lalu kita mulai putus asa. tetapi sesungguhnya Tuhan tidak pernah terlambat sekalipun sepertinya lambat. Jawaban Tuhan selalu ON TIME (tepat pada waktunya).
Seorang wanita mengidap penyakit pendarahan selama bertahun-tahun, barulah pada tahun ke-12 tepat pada waktunya Tuhan, dia disembuhkan oleh Yesus Kristus.
Juga ada seorang yang sudah puluhan tahun sakit dan menungu-nunggu dia disembuhkan oleh golakan air di kolam Betesda, barulah pada tahun ke-38 tepat pada waktunya Tuhan, dia disembuhkan oleh Yesus Kristus.
Alkitab berkata, semuanya indah pada waktunya Tuhan.
SIKAP KEDUA
Tetaplah beriman sekalipun keadaannya tidak terjangkau akal.
Ketika Maria melihat bahwa Yesus tidak segera melakukan mujizat-Nya, tetapi dia tetap percaya bahwa pasti terjadi mujizat. Sepertinya tidak ada lagi harapan, tetapi dia tetap mengharapkan mujizat terjadi. Apa tindakan iman Maria saat Yesus sepertinya tidak mau melakukan mujizat?
Ayat 5; Tetapi ibu Yesus berkata kepada pelayan-pelayan: "Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!" 
Apakah di sini Maria memaksakan kehendak-Nya? Sama sekali tidak! Tetapi dia beriman bahwa akan terjadi mujizat.
Mungkin saat ini keadaan kita sepertinya tidak ada lagi harapan. Dokter mungkin sudah memvonis kita bahwa kita tidak ada lagi harapan sembuh. Tetapi percayalah kalau Tuhan menghendaki kita sembuh, kita pasti sembuh. Kita mestinya tetap beriman sekalipun keadaan  di sekeliling kita gelap dan tak pasti.
Sarah menurut logika tidak mungkin memiliki keturunan karena dia sudah mati haid, tetapi karena janji Tuhan adalah ya dan amin, dia melahirkan di usia sangat lanjut.
SIKAP KETIGA
Taatilah firman Tuhan walaupun itu mungkin tidak kita mengerti.
Ayat 7-8  Yesus berkata kepada pelayan-pelayan itu: "Isilah tempayan-tempayan itu penuh dengan air." Dan merekapun mengisinya sampai penuh.  Lalu kata Yesus kepada mereka: "Sekarang cedoklah dan bawalah kepada pemimpin pesta." Lalu merekapun membawanya.
Seringkali firman atau perintah Tuhan itu sukar dimengerti. Namun kita perlu suatu ketaatan untuk melakukannya.
Si pelayan itu disuruh membawa air (saat itu air masih tetap air belum jadi anggur). Tentu ada resiko bila itu tetap jadi air, para pelayan pasti dimarahin atau mungkin akan dimaki habis-habisan oleh si pemimpin pesta. Namun mereka taat melakukan perintah Tuhan, apapun resikonya.
Saat sepuluh orang kusta meminta kesembuhan kepada Tuhan Yesus, Tuhan Yesus berkata:
Lukas 17:14  Lalu Ia memandang mereka dan berkata: "Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam."
Menurut agama Yahudi, orang penyakit kusta tidak boleh menghadapa imam kecuali mereka sudah tahir dan ingin meyakinkan ketahirannya. Ini suatu perintah yang sukar dimengerti namun mereka melakukannya, lalu apa upah ketaatan mereka?
Ayat 14 b; Dan sementara mereka di tengah jalan mereka menjadi tahir.    
Tiga sikap di atas perlu kita alami di tengah-tengah kemelut di negeri ini yang penuh dengan ketidakpastian.
Tuhan memberkati. 
Janner Pasaribu

Penolong & Penghibur

Hal : Penolong & Penghibur (Yoh 14:15-31)

Ketika Yesus hendak pergi ke Bapa, Dia tidak pergi begitu saja. Dia menjanjikan muridnya akan adanya seorang penolong yang lain yang akan menyertai kita dan diam di dalam kita. Penolong ini juga disebut penghibur karena Dia akan mengajarkan dan mengingatkan kita akan semua apa yang dikatakan Yesus.

Penolong atau penghibur itu adalah Roh Kudus (Yoh 14:26) dan bukan sosok seorang manusia seperti yang diklaim oleh Islam bahwa Muhammad-lah penolong itu.

Muhammad tidak masuk dalam kriteria yang diberikan Yesus. Muhammad tidak diam di dalam kita. Dan Muhammad bukanlah roh. Jadi jelas bukan Muhammad yang dimaksudkan Yesus.

Dengan adanya Penolong/Penghibur yang berupa Roh Kudus, maka hidup kita bisa selaras dengan ajaran Yesus, syaratnya ialah kita memperhatikan apa yang dikatakan oleh Roh Kudus dalam diri kita.

Bagaimana kita mengetahui suara Roh Kudus? Caranya ialah dengan menguji pada Firman Tuhan. Roh Kudus tidak mungkin membisikkan kata yang bertentangan dengan Firman Tuhan.

Salam kasih, Deny S Pamudji
Jakarta, 18 Juni 2001

Kepastian

Hal : Kepastian (Yoh 14:1-14)

Sementara dunia ini penuh dengan ketidakpastian, Yesus telah menjanjikan suatu kepastian yang menyejukan hati kita. Dia memastikan ada tempat untuk kita di rumah Bapa.

Persoalannya terletak pada mau tidaknya kita percaya pada Yesus sebagai Jalan, Kebenaran dan Hidup. Jika ya, berarti kita memiliki akses yang tepat kepada Bapa. Jika tidak, ya silakan tanggung sendiri dengan usahamu.

Masih banyak orang yang percaya pada Yesus, tetapi tidak mau mempercayai perkataan-Nya. Tidak heran jika pada sebagian orang Yesus hanya dianggap nabi dan tidak lebih dari itu. Padahal Yesus lebih dari nabi biasanya sebab
pada Yesus telah diserahkan segala kuasa di bumi dan di sorga. Pada Quran pun disebutkan Yesus terkemuka / terhormat di dunia dan akhirat. Tidak ada nabi yang lebih besar daripada Yesus.

Salam kasih, Deny S Pamudji
Jakarta, 17 Juni 2001

Malaikat Kecil

MALAIKAT KECIL ANAK PENDETA
Dikirim oleh : Haryoko

Pada setiap Minggu siang, yaitu sesudah ibadah pagi berakhir, Pak Pendeta dengan anak laki-lakinya yang berumur 11 tahun selalu pergi ke kota untuk membagikan traktat. Namun pada hari Minggu siang itu udara di luar terasa sangat dingin karena hujan telah menyirami bumi sejak pagi.

Ketika saat untuk membagikan traktat tiba, anak laki-laki itu mulai bersiap-siap mengenakan baju hangatnya dan berkata, "Aku sudah siap, Pa!"
"Siap untuk apa?" Pendeta itu menjawab.
"Pa, bukankah ini waktu bagi kita untuk membagikan traktat-traktat ini?".
Pendeta itu menjawab, "Nak ... di luar udara sangat dingin dan hujan masih turun."
Anak itu memandang papanya dengan penuh keheranan,"Tapi Pa, meskipun hujan turun, bukankah masih ada banyak orang yang belum mengenal Yesus dan mereka nanti akan masuk neraka?"

Pendeta itu menjawab, "Tapi nak... aku tidak ingin pergi dalam cuaca seperti ini."

Dengan sedih anak itu memohon, "Pa... aku harus pergi, boleh, kan?"

Pendeta itu ragu-ragu sejenak lalu berkata, "Kamu tetap ingin pergi? Kalau begitu, ini traktat-traktatnya dan
hati-hatilah di jalan, ya."

"Terima kasih, Pa!!!" Lalu anak itu bergegas meninggalkan rumah dan pergi menembus hujan dan udara luar yang sangat dingin.

Anak laki-laki berusia sebelas tahun ini berjalan di sepanjang
jalan-jalan kota sambil membagi-bagikan traktat Injil dari rumah ke rumah. Setiap orang yang ditemuinya di jalan diberinya traktat. Sesudah 2 jam berjalan di tengah-tengah hujan, anak ini menggigil kedinginan tapi masih ada satu traktat Injil terakhir yang masih di tangannya. Lalu ia berhenti di suatu sudut jalan dan mencari seseorang yang dapat diberinya traktat, tapi jalanan itu sudah sepi sama sekali. Lalu ia menuju ke rumah pertama yang dilihatnya di ujung jalan itu. Ia berjalan mendekati pintu depan rumah itu
dan membunyikan bel.

Setelah ia memencet bel, tidak ada jawaban dari dalam. Lalu ia memencet bel lagi dan lagi, tapi tetap tidak ada jawaban. Ditunggunya lagi beberapa waktu, namun masih saja tidak ada jawaban. Akhirnya, anak laki-laki ini
memutuskan untuk pergi, tapi ada sesuatu yang mencegah keinginannya untuk pergi, maka sekali lagi, dia menuju pintu, memencet bel dan mengetuk pintu keras-keras dengan tangannya. Ia menunggu, ada perasaan kuat yang membuatnya tetap ingin menunggu di depan rumah itu. Dia memencet bel lagi, dan kali ini pintu itu perlahan-lahan dibuka. Nampak seorang wanita yang berwajah sedih
berdiri di depan pintu. Wanita itu dengan pelan bertanya,
"Ada apa, nak? Apa yang dapat kulakukan untukmu?"

Dengan mata bersinar-sinar dan tersenyum, anak laki-laki ini berkata, "Ibu, maafkan aku karena mengganggumu, tapi aku hanya ingin mengatakan bahwa Yesus sungguh-sungguh mengasihimu, dan aku datang kerumah ini untuk memberikan traktat Injil terakhir yang aku miliki. Traktat Injil ini akan
menolong Ibu untuk dapat mengetahui segala sesuatu tentang Yesus dan Kasih-Nya yang besar."

Anak itu memberikan traktat terakhirnya kepada wanita itu dan ia segera pergi. Saat beranjak pergi, wanita itu berkata, "Terima kasih, Nak! Tuhan memberkatimu!"

Hari Minggu berikutnya, Pak Pendeta, papa dari anak laki-laki tadi, berdiri di balik mimbar dan memulai ibadahnya dengan pertanyaan, "Adakah di antara jemaat yang ingin memberikan kesaksian atau ingin membagikan sesuatu?"

Di barisan kursi paling belakang, seorang wanita terlihat perlahan-lahan berdiri. Saat ia mulai bicara, nampak wajahnya berseri-seri dan ia berkata,"Tidak satupun di antara anda yang mengenal aku. Aku belum pernah
ke gereja ini sebelumnya. Anda perlu ketahui, hari Minggu yang lalu aku bukanlah seorang Kristen. Suamiku telah meninggal beberapa waktu yang lalu dan meninggalkan aku sendiri di dunia ini."

"Hari Minggu yang lalu," lanjut wanita itu, "dinginnya hatiku melebihi dinginnya cuaca dan hujan di luar rumah. Aku berpikir aku tidak kuat dan tidak sanggup lagi untuk hidup. Lalu aku mengambil tali dan sebuah kursi, kemudian naik tangga menuju ke loteng rumah. Aku mengencangkan ikatan tali kuat-kuat di palang kayu penopang atap, lalu berdiri di kursi dan mengikatkan ujung tali yang lain di leherku. Aku berdiri di kursi itu dengan hati yang hancur. Saat aku hendak menendang kursi itu, tiba-tiba bel rumahku
berbunyi nyaring."

"Aku menunggu beberapa saat sambil bertanya dalam hati, 'siapakah yang membunyikan bel itu?'. Aku menunggu lagi, karena bel itu berkali-kali berbunyi dan semakin lama kedengarannya semakin nyaring, apalagi ketika terdengar ketokan pintu. 'Siapa yang melakukan hal ini?' tanyaku dalam hati, 'Tak ada orang yang pernah membunyikan bel rumah dan mengunjungiku'.

Lalu aku mengendorkan ikatan di leherku dan bel yang berbunyi mengiringi langkahku menuju pintu depan di lantai bawah." "Ketika kubuka pintu, aku hampir tidak percaya dengan apa yang aku lihat, karena di teras rumahku berdiri seorang anak anak laki-laki yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Wajahnya berseri-seri seperti malaikat dan
senyumnya... oh aku tidak dapat menggambarkannya pada anda! Dan perkataan yang diucapkannya sungguh menyentuh hatiku yang telah lama beku, 'Ibu, aku hanya ingin mengatakan bahwa Yesus sungguh-sungguh mengasihimu.' Lalu dia memberiku traktat Injil yang saat ini kupegang."

"Saat malaikat kecil itu menghilang dari rumahku, menembus dingin udara dan hujan, aku menutup pintu dan membaca setiap kata dalam traktat Injil ini. Aku kembali ke loteng untuk mengambil tali dan kursi yang akan kupakai untuk bunuh diri, karena aku sudah tidak membutuhkannya lagi.
Anda lihat, sekarang aku seorang Anak Raja yang bahagia dan karena ada alamat gereja ini di bagian belakang traktat, maka aku datang ke tempat ini untuk mengucapkan terima kasih pada malaikat kecil yang datang tepat pada waktu aku membutuhkannya. Tindakannya itu telah menyelamatkan jiwaku dari hukuman neraka yang kekal."

Seluruh jemaat di gereja itu meneteskan air mata. Seiring dengan pujian syukur yang dinaikkan untuk memuliakan Raja, yang bergema disetiap sudut bangunan gereja, Pak Pendeta turun dari mimbar dan pergi menuju ke bangku di
barisan depan, tempat dimana "malaikat kecil" itu duduk.
Pak Pendeta itu menangis tak tertahankan dalam pelukan anaknya.

Kristen Rajawali

Kristen Rajawali
Dikirim oleh : Raymond Erwin

Mengapa Alkitab pada banyak bagian menggunakan Rajawali sebagai pengandaian sesuatu? Hopefully artikel ini akan membantu dan menolong kita untuk belajar lebih banyak ENAM HAL YANG DAPAT DIPELAJARI DARI RAJAWALI

Rajawali adalah mahluk ciptaan Tuhan yang sangat indah. Alkitab menuliskan mengenai rajawali sebanyak 38 kali, jauh lebih banyak dibandingkan merpati atau jenis burung lainnya. Seekor rajawali dewasa memiliki tinggi badan sekitar 90 cm, dan bentangan sayap sepanjang 2 m. Ia membangun sarangnya di puncak-puncak gunung. Sarang itu sangat besar sehingga manusia pun dapat tidur di dalamnya.
Sarang itu beratnya bisa mencapai 700 kg dan sangat nyaman.

Dengan berdasarkan firman Tuhan, kita akan melihat mengenai beberapa hal yang dapat kita pelajari dari burung rajawali ini, baik itu menyangkut keTuhanan maupun kehidupan kekristenan kita. Semoga pengetahuan singkat ini dapat menjadi berkat bagi kita semua. Tuhan Yesus memberkati.

PELAJARAN I :
SEMUA BAYI RAJAWALI HARUS BELAJAR UNTUK TERBANG

Di atas puncak gunung yang tinggi, telur rajawali menetas dan muncullah bayi rajawali. Seperti layaknya bayi yang lain, hanya ada dua hal yang sangat disukai oleh bayi rajawali ini untuk dilakukan, yaitu makanan dan tidur.
Bayi rajawali akan menghabiskan masa-masa pertamanya di dunia di dalam sarangnya yang nyaman. Setiap hari, induk rajawali mencarikan makanan untuk bayinya dan menyuapi mulut bayi yang sudah terbuka untuk menerima makanan.
Dengan perut kenyang, bayi itu tidur kembali. Hal itu berlangsung berulang-ulang dalam hidupnya.

Siklus ini berjalan beberapa minggu, sampai pada suatu hari, induk rajawali ini tebang dan hanya berputar-putar di atas sarangnya memeperhatikan anaknya yang ada di dalamnya. Kali ini tanpa makanan. Setelah berputar beberapa kali, induk rajawali akan terbang dengan kecepatan tinggi
menuju sarangnya, ditabraknya sarang itu dan digoncang-goncangkannya. Kemudian ia merenggut anaknya dari sarang dan dibawanya terbang tinggi. Kemudian, secara tiba-tiba, ia menjatuhkan bayi rajawali dari ketinggian.
Bayi ini berusaha terbang , tapi gagal. Beberapa saat jatuh cepat meraih anaknya kembali dan melayang ke bawah mendekati batu-batu karang, induk rajawali ini dengan ahli dan dibawa terbang tinggi. Setelah itu, dilepaskannya pegangan itu dan anaknya jatuh lagi. Tapi sebelum anaknya menyentuh daratan, ia mengangkatnya kembali. Hal ini
dilakukan berulang-ulang, setiap hari. Hingga hanya dalam waktu satu minggu anaknya sudah banyak belajar, dan mulai memperhatikan bagaimana induknya terbang. Dalam jangka waktu itu, sayap anak rajawali sudah kuat dan ia pun mulai bisa terbang.

Saudaraku, banyak orang Kristen seperti bayi rajawali ini. Terlalu nyaman di dalam sarangnya. Kita datang ke gereja seminggu sekali untuk mendapatkan makanan. Kita menunggu pelayan Tuhan untuk memberi mereka "makanan rohani" kedalam mulutnya. Kemudian setelah ibadah selesai, kita pulang dan "tidur" lagi, tanpa melakukan firman Tuhan dan hidup tidak berubah. Baru setelah beban-beban berat menindih selama 1 minggu, kita merasakan "lapar" dan butuh diisi makanan, kemudian kita pun pergi lagi ke gereja untuk
di-drop makanan lagi. Hal ini berlangsung terus menerus berulang-ulang tanpa ada pertumbuhan secara rohani dalam hidup kita. Sampai suatu saat, sesuatu pencobaan terjadi dalam hidup kita, sarang digoncangkan dengan keras, dan kita tidak tahu apa yang harus dilakukan. Kita mulai menyalahkan Tuhan, "Tuhan jahat! Tuhan tidak adil!...."

Tidak! Tuhan tidak jahat! Jika kita mengalami pencobaan dan goncangan berarti Bapa di surga sedang melatih kita untuk bisa lebih dewasa lagi, agar kita bisa siap untuk terbang. Akan sia-sia menjadi rajawali kalau dia tidak
bisa terbang. Berarti akan sia-sia menjadi orang Kristen kalau dia tidak pernah dewasa dalam iman! Akan tetapi perhatikanlah hal ini : setiap pencobaan datang, Tuhan tidak pernah membiarkan anak-anakNya jatuh tergeletak, tapi seperti induk rajawali, pada saat kritis, ia menyambar anaknya untuk diangkat kembali.

Beban berat boleh datang, tapi kemudian mulailah untuk berdoa. Mulailah membuka Alkitab dan membaca firman Tuhan. Kemudian kita akan menyadari bahwa jawaban doa itu telah datang. Masa-masa sukar akan selalu ada di depan kita, tapi kita akan menemukan diri kita selalu penuh dengan pengharapan jika kita tetap berdiri pada kebenaran firman Allah. Apa yang sedang terjadi? Ternyata kita sedang merentangkan sayap kita! Kita sedang belajar terbang! Tuhan mengangkat dan memuliakan kita melalui pencobaan-pencobaan yang kita alami.

Jika induk rajawali melatih anaknya untuk mempergunakan sayapnya, Tuhan melatih kita untuk mempercayai firmanNya dan mempergunakan iman kita.

PELAJARAN 2 :
RAJAWALI DICIPTAKAN UNTUK TINGGAL DI TEMPAT TINGGI

Berbeda dengan jenis burung lainnya, rajawali diciptakan untuk terbang di tempat-tempat yang tinggi, jauh dari pandangan mata telanjang dan jauh dari jangkauan para pemburu.

Burung rajawali memiliki keunikan, jika ia berada di alam bebas, akan menjadi burung yang paling bersih di antara burung lainnya, tapi jika dia berada di dalam 'penjara' dan terikat, ia akan menjadi burung yang paling kotor (hal ini
dikarenakan rajawali mengkonsumsi makanan yang berbeda dengan burung lainnya).

Saudaraku, Tuhan menciptakan kita untuk selalu terbang dan berada di tempat yang tinggi, yaitu selalu berada dalam hadiratNya dan bebas dari kontrol dunia. Jika orang kristen berada dalam ikatan-ikatan duniawi, ia akan menjadi orang yang terkotor dibandingkan dengan orang lain.

PELAJARAN 3 :
RAJAWALI TIDAK TERBANG, TAPI MELAYANG

Rajawali tidak terbang seperti layaknya burung-burung yang lain, mereka terbang dengan mengepak-kepakkan sayapnya dengan kekuatan sendiri. Tapi yang dilakukan rajawali ialah melayang dengan anggun, membuka lebar-lebar kedua
sayapnya dan menggunakan kekuatan angin untuk mendorong tubuhnya. Yang membuat rajawali sangat spesial ialah ia tahu betul waktu yang tepat untuk meluncur terbang. Ia berdiam di atas puncak gunung karang, membaca keadaan angin, dan pada saat yang dirasa tepat ia mengepakkan sayapnya untuk mendorong terbang, lalu membuka sayapnya lebar-lebar untuk kemudian melayang dengan menggunakan kekuatan angin itu.

Saudaraku, angin sering disebutkan dalam Alkitab sebagai penggambaran dari Roh Kudus. Kita dapat belajar untuk bekerja sama dengan Roh Kudus dan membiarkan-Nya mengangkat kita lebih tinggi lagi, semakin dekat dengan
Tuhan Yesus. Seringkali kita 'terbang' dengan kekuatan kita sendiri, hasilnya kita menemui banyak kelelahan, kekecewaan dan kepahitan dalam hidup ini. Tapi belajar dari rajawali, kita mau untuk 'terbang' melintasi kehidupan ini dengan mengandalkan Roh Kudus.

Angin, juga berbicara mengenai kesulitan-kesulitan hidup. Badai sering menggambarkan adanya pergumulan dalam hidup ini. Bagi rajawali, badai adalah media yang tepat untuk belajar menguatkan sayapnya. Dia terbang menembus badai itu, melayang di dalamnya, melatih sayapnya
untuk lebih kuat lagi. Orang 'Kristen Rajawali' seharusnya mengucap syukur dalam menghadapi berbagai-bagai pencobaan. Karena saat itulah saat yang tepat bagi kita untuk mempergunakan pencobaan sebagai media untuk menguatkan sayap2 iman kita.

PELAJARAN 4 :
RAJAWALI MEMILIKI WAKTU KHUSUS UNTUK PEMBAHARUAN

Ketika rajawali berumur 60 tahun, ia memasuki periode pembaharuan. Seekor rajawali akan mencari tempat tinggi dan tersembunyi di puncak gunung. Ia berdiam disitu, membiarkan bulu-bulunya rontok satu demi satu. Rajawali
ini mengalami keadaan yang menyakitkan dan sangat mengenaskan selama kira-kira 1 tahun. Ia menunggu dengan sabar selama proses ini berlangsung, dan setiap hari ia membiarkan sinar matahari menyinari tubuhnya untuk
mempercepat proses penyembuhannya. Melalui proses ini, bulu-bulu barupun tumbuh, dan rajawali menerima kekuatan yang baru sehingga ia mampu untuk bertahan hidup hingga
umur 120 tahun, seperti normalnya rajawali hidup.

Saudaraku, seperti rajawali, orang kristen perlu memiliki waktu-waktu khusus untuk proses pembaharuan dalam hidup ini. Membiarkan hal-hal lama yang tidak berguna lagi 'rontok' dan menanti-nantikan dengan sabar pemulihan dari Tuhan. Pembaharuan adalah prinsip Ilahi, dimana Allah memotong segala sesuatu yang tidak menghasilkan buah dalam hidup kita ini agar kita mampu berbuah lebat. Selama kita menantikan Dia, relakan proses pembaharuan itu berlangsung.

PELAJARAN 5 :
RAJAWALI JUGA KADANG-KADANG SAKIT, SEPERTI MANUSIA

Ketika rajawali mengalami sakit di tubuhnya, ia terbang ke suatu tempat yang sangat disukainya, dimana ia dengan leluasa dapat menikmati sinar matahari. Karena sinar matahari memainkan peranan yang sangat penting dalam
kehidupan rajawali, dan juga merupakan obat yang paling mujarab baginya .

Saudaraku, ketika kita sakit, baik itu sakit secara fisik, ekonomi, rumah tangga, pekerjaan, pelayanan, atau sakit rohani kita, apakah kita juga mencari Allah yang memainkan peranan penting dalam hidup kita, yang juga merupakan
sumber kesembuhan bagi segala macam 'penyakit'?

PELAJARAN 6 :
SETIAP BURUNG RAJAWALI PASTI MATI

Ketika rajawali berada dalam keadaan mendekati waktu kematiannya, ia terbang ke tempat yang paling disukainya, di atas gunung, menutupi tubuhnya dengan kedua sayapnya, memandang ke arah terbitnya matahari, lalu …mati.

Saudaraku, sudah selayaknya, semua orang Kristen mati dengan mata dan hati tetap tertuju pada Yesus sebagai sumber dari pengharapan dan jaminan di dalam kehidupan kekal.

Jadilah KRISTEN RAJAWALI

Friday, July 30, 2010

Richness Of Living

RICHNESS OF LIVING

My aunt is really rich. She doesn’t have a big bank account though. Still, I have known her to share the last penny in it to help someone in need. She doesn’t have a fancy new car either, but she gets the most out of her old used one giving rides to friends who can no longer drive themselves. Her home is no mansion. Yet, my childhood visits to it have filled my mind with treasured memories and my heart with priceless happiness. My aunt’s riches come instead from the places that high prices and inflation can never lessen. My aunt’s riches come from her loving soul, her generous spirit, and her joyous life.

Every time I speak with her on the phone or get a card from her in the mail, the richness of that life shines though. Her gentle laughter has brightened my day many times over the years. Her optimism and faith have strengthened my own as well. Her kindness, caring, and happiness have helped so many people, touched so many souls, and done so much good in this world. When it comes to the treasures of Heaven, she will forever be one of the wealthiest people I know. When it comes to finding the joy in living, she will always be rich beyond compare. I only pray that one day we all can live with such priceless love.

Leo Buscaglia once wrote that, “We find the greatest riches where we find the joy in living; since we serve God and ourselves best in joy, it seems to be the only sensible goal in life.” My dear aunt learned this a long time ago and she has spent her whole life teaching it to others as well. I am proud to have been one of her students and taken her course in the “Richness of Living 101.” Thanks to her I daily choose more love, more joy, more laughter, and more life. Thanks to her I seek and share the treasures of Heaven always. Thanks to her I am far wealthier in oneness with God.

May your own life grow rich as well in the things that truly matter.

By Joseph J. Mazzella

Read and meditate on these scriptures:

1 John 3:16-18 “Hereby perceive we the love of God, because He laid down His life for us: and we ought to lay down our lives for the brethren. But whoso hath this world’s good, and seeth his brother have need, and shutteth up his bowels of compassion from him, how dwelleth the love of God in him? My little children, let us not love in word, neither in tongue; but in deed and in truth.”

Galatians 6:2-4 “Bear ye one another’s burdens, and so fulfil the law of Christ. For if a man think himself to be something, when he is nothing, he deceiveth himself. But let every man prove his own work, and then shall he have rejoicing in himself alone, and not in another.”

Hebrews 13:5-6 “Let your conversation be without covetousness; and be content with such things as ye have: for He hath said, I will never leave thee, nor forsake thee. So that we may boldly say, The Lord is my helper, and I will not fear what man shall do unto me.”

Luke 6:37-38 Jesus says, “Judge not, and ye shall not be judged: condemn not, and ye shall not be condemned: forgive, and ye shall be forgiven: Give, and it shall be given unto you; good measure, pressed down, and shaken together, and running over, shall men give into your bosom. For with the same measure that ye mete withal it shall be measured to you again.”

All of these scriptures can be found in the King James Version Bible.

Source : http://www.Godswork.org

God’s Love

Story of God’s Love
Author: Joan Wester
Joan@JoanWAnderson.com

Liz Cobos had separated from her husband. She was emotionally devastated, and the reality of keeping her two preschool daughters fed and cared for had all but shattered her spirit. She believed in God, but where was He? She felt so alone… Reluctantly, she decided to file for financial aid, until she could find a job. However, the paperwork would take some time, and a few days later, Liz realized that she had no money, and no food in the cupboards. She checked her purse and pockets just in case, but there was no money anywhere, no way to buy even a small bag of groceries.

“I sent the girls next door because I knew my nice neighbor would feed them,” she recalls. “Then I sat on the couch and cried.” God, please, just a little help ... just enough to buy some groceries for the next week… As Liz wept, five-year-old Crystal came back into the apartment. “Mommy, what’s the matter?” she asked.

Liz didn’t want Crystal to see her crying. “Nothing, honey. Why don’t you go outside and do something?”

“Like what?” Crystal persisted.

“Oh…” Liz wiped her eyes. “Why don’t you take out the garbage? That would be a big help.”

“Okay!” Crystal took the garbage bag and headed out the door and down to the apartment complex dumpsters. A moment later, she was back. “Mommy, can I keep this plastic egg that I found in the dump? I can put my Barbie doll clothes in it.”

“No, honey,” Liz murmured absently. “You’re not supposed to bring things in from the garbage. It might be dirty…”

“It’s not, Mommy. Please? I’ll keep the egg and you can keep the money in it.”

Liz’s heart seemed to stop. “What money?”

“Here,” Crystal said, and she pulled four twenty dollar bills out of the egg. Liz stared at the bills. The dumpsters were huge—there was no possibly way she could find the owner of those bills. Did God mean them for her? Hadn’t she asked? “I will never leave you nor forsake you…” The comforting words from the Bible washed over her, and she understood.

“The money bought us groceries until my aid came through,” Liz says. “I found a job, and things are much better today, but I’ve never forgotten that moment, and the reassurance it brought me.” It wasn’t so much the money itself, she says, but the certainty that God was near and caring for her, answering her prayer in His own way, in His own time. “Nothing is impossible with Him.”

Copyrighted 2002 by Joan Wester Anderson.

For more stories, check at: http://joanwanderson.com.

“Consider the ravens: for they neither sow nor reap; which neither have storehouse nor barn; and God feedeth them: how much more are ye better than the fowls?” –Luke 12:24

Forwarded by Sherry’s Inspirational : http://groups.google.com/group/Sherrys_Inspirational

Thursday, July 29, 2010

Dictate God

The Doll Maker & His Daughter
Author: Unknown

In a little village, there lived a crafts man by name Ébun, who made wooden dolls for children. Ébun was so naturally gifted in his handwork that his fame spread to all the neighboring villages. People from all over the region came to buy wooden dolls from him or bring their broken dolls for repairs. He carefully studied the broken dolls and looked for the best way to mend it such that it looked exactly the way it was when he first made it.

Ébun had a little daughter for whom he made a very beautiful doll on her tenth birthday. The little girl was so much in love with her little doll that she always played with it along with her friends. One day while playing with the doll, the wooden doll got broken and the little girl cried and ran to her father with the broken doll. When she got to him she complained that her doll's arm got broken while she was playing with it. The father took time to listen to her complaints and then told her to leave the doll with him and come back later for it.

The little girl said "no daddy you don't understand, all I want you to do is carve out another arm and polish it, and then use some glue or nail and join it back that’s all!! The father still tried to explain to her to leave the doll with him and come back after sometime for it because he made the doll and he knows how best to mend it when it is broken.

The little grew impatient and said to her father, "Daddy, you are not doing it the way I want, you are too slow." With that statement the little girl grabbed the doll and left her father's workshop. The father called after her but she wouldn’t come back, and he felt so sad.

Like that little girl, most of us take our problem to God and try to dictate how He should solve them to Him. We often fail to realize that God made us and He understands how best to handle all our daily problems if left at His feet.

“Even a child is known by his doings, whether his work be pure, and whether it be right.” - Proverbs 20:11

Source : Sherry’s Inspirational http://groups.google.com/group/Sherrys_Inspirational 

Not A Dream

Don't Wake Him Up
Author: Unknown

A man was giving his testimony at one of those old Salvation Army open air street meetings.

As he was testifying, a heckler in the crowd yelled, "Why don't you shut up and sit down? You're just dreaming."

Immediately that heckler felt a tug on his coat. He looked down to see a little girl, who said. "Sir, may I speak to you? That man who is talking up there is my daddy. Daddy used to be a drunkard. He used to spend all of the money he made on whiskey. My mother was very sad and would cry most of the time. Sometimes when my daddy came home, he would hit my mother. I didn't have shoes or a nice dress to wear to school. But look at my shoes. And see this pretty dress? My daddy bought these for me."

But the little girl wasn't through with that heckler yet. "See my mother over there? She's the one with the bright smile on her face. She's happy now. She sings even when she's doing the ironing."

Then the little girl said, "Mister, if my daddy is dreaming, please don't wake him up."

Source : Sheery’s Inspirational http://groups.google.com/group/Sherrys_Inspirational

Wednesday, July 28, 2010

Mata Kasih

Rasa Kasih Terlihat Dalam Mata

Sore itu adalah sore yang sangat dingin di Virginia bagian utara, berpuluh-puluh tahun yang lalu. Janggut si orang tua dilapisi es musim dingin selagi ia menunggu tumpangan menyeberangi sungai. Penantiannya seakan tak berakhir. Tubuhnya menjadi mati rasa dan kaku akibat angin utara
yang dingin.

Samar-samar ia mendengar irama teratur hentakan kaki kuda yang berlari mendekat di atas jalan yang beku itu. Dengan gelisah ia mengawasi beberapa penunggang kuda memutari tikungan. Ia membiarkan kuda yang pertama lewat, tanpa berusaha untuk menarik perhatian. Lalu, satu lagi lewat, dan satu lagi. Akhirnya, penunggang kuda yang terakhir mendekati tempat si orang tua yang duduk seperti patung salju. Saat yang satu ini mendekat, si orang tua menangkap mata si penunggang, dan berkata, "Pak, maukah anda memberikan tumpangan pada orang tua ini ke seberang ? Kelihatannya tak ada jalan untuk berjalan kaki."

Sambil menghentikan kudanya, si penunggang menjawab, "Tentu. Naiklah." Melihat si orang tua tak mampu mengangkat tubuhnya yang setengah membeku dari atas tanah, si penunggang kuda turun dan menolongnya naik ke atas kuda. Si penunggang membawa si orang tua itu bukan hanya ke seberang sungai, tapi terus ke tempat tujuannya, yang hanya berjarak beberapa kilometer.

Selagi mereka mendekati pondok kecil yang nyaman, rasa ingin tahu si penunggang kuda mendorongnya untuk bertanya, "Pak, saya lihat tadi bapak membiarkan penunggang kuda lain lewat tanpa berusaha meminta tumpangan. Saya ingin tahu kenapa pada malam musim dingin begini bapak mau menunggu dan minta tolong pada penunggang terakhir. Bagaimana kalau saya tadi menolak dan meninggalkan bapak di sana ?"

Si orang tua menurunkan tubuhnya perlahan dari kuda, memandang langsung mata si penunggan kuda, dan menjawab, "Saya sudah lama tinggal di daerah ini. Saya rasa saya cukup kenal dengan orang." Si orang tua melanjutkan, "Saya memandang mata penunggang yang lain, dan langsung tahu bahwa di situ tidak ada perhatian pada keadaan saya. Pasti percuma saja saya minta tumpangan. Tapi waktu saya melihat ke matamu, kebaikan hati dan rasa kasihmu terlihat jelas. Saya tahu saat itu juga bahwa jiwamu yang lembut akan menyambut kesempatan untuk memberi saya pertolongan pada saat saya membutuhkannya."

Komentar yang menghangatkan hati itu menyentuh si penunggang kuda dengan dalam. "Saya berterima kasih sekali atas perkataan bapak", ia berkata pada si orang tua. "Mudah-mudahan saya tidak akan sibuk mengurus masalah saya sendiri hingga saya gagal menanggapi kebutuhan orang lain dengan kasih dan kebaikan hati saya."

Seraya berkata demikian, Thomas Jefferson si penunggang kuda itu, memutar kudanya dan melanjutkan perjalanannya menuju ke Gedung Putih.

Source : The Sower's Seeds - Brian Cavanaugh.

"Aku menganggap sebagai suatu kehormatan, bila aku tidak memberitakan Injil di tempat di mana nama Kristus telah dikenal, supaya aku jangan membangun di atas patok orang lain" Roma 15:20

Tidak Tahu Kapan

MANUSIA TIDAK TAHU WAKTUNYA
Oleh : Jerry Falwell

Saat Dale Earnhardt memasang sabuk pengaman di mobilnya sesaat sebelum Daytona 500 hari Minggu itu dimulai, saya yakin beliau tidak tahu bahwa beliau tidak akan masuk lagi ke garis finish. Tentu saja, seperti juga para pembalap NASCAR lainnya, mungkin saat itu beliau tahu bahkan mungkin membayangkan harga mahal yang harus dipertaruhkannya hari itu. Tetapi, sama seperti kita, saya yakin Earnhardt percaya ia akan hidup dan melihat hari
esok.

Hidup ini tidak pernah menjanjikan bahwa kita akan melihat hari esok.

Saat putaran atau lap terakhir balap Daytona itu, Chevrolet hitam bernomor 3 milik Earnhardt menabrak pagar beton setelah menyenggol pemimpin dari lima buah mobil lainnya, yang sedang melihat keadaan untuk merebut posisi. Dan,
saat itu juga selesailah hidupnya.

Saya senang sekali mendengar bahwa Earnhardt, di hari itu juga, masih melakukan sebuah tradisi yang dilakukannya sejak 13 tahun yang lalu, yaitu berdoa bersama Pendeta. Max Helton, sebelum balap hari itu dimulai. Pendeta
Helton berkata, di trek balap itu ia mengumpulkan istri Earnhardt, Teresa, dan Richard Childress, pemilik mobil balap, dan berdoa sambil memegang tangan Earnhardt melalui jendela mobil.

Segera setelah kecelakaan itu, Pendeta Helton, pendiri dari "Motor Racing Outreach" memimpin doa bersama Teresa Earnhardt, Dale Junior dan Childress disamping meja dimana mereka menyaksikan siaran jalannya balap itu.

"Kami berdoa agar Tuhan menguatkan melalui kasih karunianya, dan meminta Tuhan memberikan kekuatan dan hikmatNya," demikian dituliskan Associated Press.

Dale Earnhardt, mencapai garis pertemuannya dengan kematian. Dan itulah satu - satunya takdir yang berlaku bagi semua orang. Meskipun saya yakin bahwa keluarga beliau berpikir bahwa hidup Dale di dunia sangat amat
singkat.

Alkitab di dalam kitab Surat Yakobus pasal 4 ayatnya yang ke 14 berkata, "sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap.".

Hidup Dale Earnhardt lenyap setelah 49 tahun ada di dunia. Tentu, dia berencana untuk balapan lagi, dia berencana untuk pensiun dengan nyaman dengan keluarganya. Tetapi bukan itu yang harus terjadi.

Sebagai seorang pria berusia 67 tahun, saya dapat mengatakan kepada anda, bahwa hidup ini begitu cepat. Tidak peduli berapa lama anda dapat hidup di dunia ini, hidup itu tidak akan pernah cukup lama untuk membawa kita ke semua impian dan harapan kita. Saya sulit membayangkan bahwa Metusalah, manusia tertua dalam sejarah yang hidupnya mencapai 969 tahun, tidak lagi
memiliki rencana yang belum terselesaikan.

Waktu tidak pernah cukup.

Seringkali, membutuhkan kematian seorang yang terkenal untuk menyadarkan kita ke realita bahwa suatu hari nanti, kita harus mati. Dari James Dean ke Putri Diana ke Abraham Lincorn ke Dale Earnhardt, kita belajar betapa rapuhnya batasan antara hidup dan mati.

"Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi", demikian tertulis di Alkitab, di kitab Surat Paulus Kepada Jemaat Ibrani pasal 9 ayat ke 27.

Ayat diatas mengingatkan kita bahwa kita harus siap untuk bertemu dengan Tuhan. Sebab, sama seperti Dale Earnhardt, kematian dapat datang tiba-tiba. Kematian dapat datang hari ini.

Raja Salomo pernah menuliskan sebuah puisi, "Karena manusia tidak mengetahui waktunya. Seperti ikan yang tertangkap dalam jala yang mencelakakan, dan seperti burung yang tertangkap dalam jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang malang, kalau hal itu menimpa mereka secara tiba-tiba." sebagaimana tertulis di kitab Pengkotbah pasal 9 ayat 12.

"Ingatlah betapa singkat umur hidup itu" tulis pemazmur di kitab Mazmur pasal 89 ayat 47.

Kematian adalah misteri teragung dari kehidupan karena, seperti Salomo menuliskan, kita tidak tahu kapan waktu bagi kita akan berakhir.

Seorang staff saya menyaksikan sebuah acara tengah malam, yaitu David Letterman Show. Ketika beliau mewawancarai seorang pemirsa studio yang ternyata adalah seorang pendeta, mendadak Letterman bertanya apakah dia
yakin akan masuk ke surga. Pendeta itu tersenyum dengan yakin dan menjawab bahwa dia tahu pasti dia akan masuk ke surga. Dan saat itu, Letterman mengaku bahwa kadang kala, mungkin di tengah malam, dia terbangun dari
tidurnya dan berpikir, seperti apakah dibalik kehidupan ini.

Sahabatku, seseorang bernama Paulus, tokoh sejarah yang hidup 2000 tahun yang lalu mampu menjawab kematian tanpa takut, tanpa khawatir dan tanpa ragu-ragu. "Bagiku, hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan".
Demikian tulisnya di suratnya kepada Jemaat di Filipi pasal 1 ayat 21.

Dan keyakinan Paulus ini didasari oleh Yesus Kristus sendiri, anak Allah yang sudah menyediakan jalan kepada Allah di surga. "Aku adalah jalan, kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa kecuali melalui Aku", demikian ucapan Yesus yang dicatat oleh Yohanes di Injil
Yohanes pasal 14 ayat 6.

Saya mengingatkan kembali bagi semua orang yang membaca kolom ini, untuk memeriksa hati dan memastikan kita siap untuk bertemu dengan Dia yang memberikan hidup, bahkan hidup yang kekal bersama dengan Dia di surga, Yesus Kristus Tuhan.

Source : Milis Maleakhi #80

Injil Di Toserba

Injil Menurut Toko Serba Ada
(The Gospel According to the Dept. Store)

Ada kisah tentang kebaikan dan kasih yang tercecer dari antara perayaan-perayaan Natal. Semacam kisah Orang Samaria yang Baik Hati.  Kisah tentang kasih yang indah ini sayangnya tidak terjadi di gereja, tetapi di sebuah Dept. Store di Amerika Serikat.

Pada suatu hari seorang pengemis wanita yang dikenal dengan sebutan "Bag Lady" (karena segala harta-bendanya hanya termuat dalam sebuah tas yang ia jinjing kemana-mana sambil mengemis) memasuki sebuah Dept. Store yang
mewah sekali. Hari-hari itu adalah menjelang hari Natal. Toko itu dihias dengan indah sekali. Lantainya semua dilapisi karpet yang baru dan indah.

Pengemis ini tanpa ragu-ragu memasuki toko ini. Bajunya kotor dan penuh lubang-lubang. Badannya mungkin sudah tidak mandi berminggu-minggu Bau badan menyengat hidung. Ketika itu seorang hamba Tuhan wanita mengikutinya dari belakang. Ia berjaga-jaga, kalau petugas sekuriti toko itu mengusir pengemis ini, sang hamba Tuhan mungkin dapat membela atau membantunya.

Wah, tentu pemilik atau pengurus toko mewah ini tidak ingin ada pengemis kotor dan bau mengganggu para pelanggan terhormat yang ada di toko itu. Begitu pikir sang hamba Tuhan wanita. Tetapi pengemis ini dapat terus masuk
ke bagian-bagian dalam toko itu. Tak ada petugas  keamanan yang mencegat dan mengusirnya. Aneh ya Padahal, para pelanggan lain berlalu lalang di situ dengan setelan jas atau gaun yang mewah dan mahal.

Di tengah Dept. Store itu ada piano besar (grand piano) yang dimainkan seorang pianis dengan jas tuksedo, mengiringi para penyanyi yang menyanyikan lagu-lagu natal dengan gaun yang indah. Suasana di toko itu tidak cocok sekali bagi si pengemis wanita itu. Ia nampak seperti makhluk aneh di lingkungan gemerlapan itu. Tetapi sang 'bag lady" jalan terus. Sang hamba Tuhan itu juga mengikuti terus dari jarak tertentu.

Rupanya pengemis itu mencari sesuatu dibagian Gaun Wanita. Ia mendatangi counter paling eksklusif yang memajang gaun-gaun mahal bermerek (branded items) dengan harga diatas $ 2500 per piece. Kalau dikonversi dengan kurs hari-hari ini, harganya dalam rupiah sekitar Rp. 20 juta per piece. Baju-baju yang mahal dan mewah ! Apa yang dikerjakan pengemis ini?

Sang pelayan bertanya, "Apa yang dapat saya bantu bagi anda ?"
"Saya ingin mencoba gaun merah muda itu ?"
Kalau anda ada di posisi sang pelayan itu, bagaimana respons anda ? Wah, kalau pengemis ini mencobanya tentu gaun-gaun mahal itu akan jadi kotor dan bau, dan pelanggan lain yang melihat mungkin akan jijik membeli
baju-baju ini setelah dia pakai. Apalagi bau badan orang ini begitu menyengat, tentu akan merusak gaun-gaun itu.

Tetapi mari kita dengarkan apa jawaban sang pelayan toko mewah itu.
"Berapa ukuran yang anda perlukan ?"
"Tidak tahu !"
"Baiklah, mari saya ukur dulu."
Pelayan itu mengambil pita meteran, mendekati pengemis itu, mengukur bahu, pinggang, dan panjang badannya. Bau menusuk hidung terhirup ketika ia berdekatan dengan pengemis ini. Ia cuek saja. Ia layani pengemis ini seperti satu-satunya pelanggan terhormat yang mengunjungi counternya.

"OK, saya sudah dapatkan nomor yang pas untuk nyonya ! Cobalah yang ini !" Ia memberikan gaun itu untuk dicoba di kamar pas.

"Ah, yang ini kurang cocok untuk saya. Apakah saya boleh mencoba yang lain?
"Oh, tentu !"

Kurang lebih dua jam pelayan ini menghabiskan waktunya untuk melayani sang "bag lady". Apakah pengemis ini akhirnya membeli salah satu gaun yang dicobanya? Tentu saja tidak ! Gaun seharga puluhan juta rupiah itu jauh
dari jangkauan kemampuan keuangannya.

Pengemis itu kemudian berlalu begitu saja, tetapi dengan kepala tegak karena ia telah diperlakukan sebagai layaknya seorang manusia. Biasanya ia dipandang sebelah mata. Hari itu ada seorang pelayan toko yang melayaninya, yang menganggapnya seperti orang penting, yang mau
mendengarkan permintaannya.

Tetapi mengapa pelayan toko itu repot-repot melayaninya ? Bukankah kedatangan pengemis itu membuang-buang waktu dan perlu biaya bagi toko itu? Toko itu harus mengirim gaun-gaun yang sudah dicoba itu ke Laundry, dicuci bersih agar kembali tampak indah dan tidak bau.

Pertanyaan ini juga mengganggu sang hamba Tuhan yang memperhatikan apa yang terjadi di counter itu. Kemudian hamba Tuhan ini bertanya kepada pelayan toko itu setelah ia
selesai melayani tamu "istimewa"-nya.

"Mengapa anda membiarkan pengemis itu mencoba gaun-gaun indah ini ?"
"Oh, memang tugas saya adalah melayani dan berbuat baik (My job is to serve and to be kind !)

"Tetapi, anda 'kan tahu bahwa pengemis itu tidak mungkin sanggup membeli gaun-gaun mahal ini?"
"Maaf, soal itu bukan urusan saya. Saya tidak dalam posisi untuk menilai atau menghakimi para pelanggan saya. Tugas saya adalah untuk melayani dan berbuat baik."

Hamba Tuhan ini tersentak kaget. Di jaman yang penuh
keduniawian ini ternyata masih ada orang-orang yang tugasnya adalah melayani dan berbuat baik, tanpa perlu menghakimi orang lain.

Hamba Tuhan ini akhirnya memutuskan untuk membawakan khotbah pada hari Minggu berikutnya dengan thema "Injil Menurut Toko Serba Ada". Khotbah ini menyentuh banyak orang, dan kemudian diberitakan di halaman-halaman surat
kabar di kota itu.

Berita itu menggugah banyak orang sehingga mereka juga ingin dilayani di toko yang eksklusif ini. Pengemis wanita itu tidak membeli apa-apa, tidak memberi keuntungan apa-apa, tetapi akibat perlakuan istimewa toko itu kepadanya, hasil penjualan toko itu meningkat drastis, sehingga pada bulan
itu keuntungan naik 48 % !

"Peliharalah kasih persaudaraan ! Jangan kamu lupa memberi kebaikan kepada orang, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat." Ibrani 1:31.

Source : Milis Maleakhi #56

Tuesday, July 27, 2010

Aborsi

Mama Mengasihimu, Jennifer
Oleh: Jackie Bakker

Saat saya berusia 19 tahun, saya diperkosa dengan ancaman pisau belati di Hollywood, California. Saya merasa kotor, bekas terpakai dan semua kebanggaan saya terhampas begitu saja. Memang kehamilan akibat dari pemerkosaan hanya kurang dari 1%, tetapi saya termasuk satu di antara yang sedikit tersebut.

Pada mulanya untuk beberapa waktu lamanya saya menyangkal, namun sementara tubuh saya mengalami perubahan, saya sadar bahwa saya tidak dapat menutupi
kenyataan tersebut lebih lama lagi - saya hamil.

Saya pikir pasti ada jalan keluar yang terbaik! Saya baru saja menjalani wawancara untuk pekerjaan sebagai pramugari. Tetapi lebih daripada resiko dalam karir saya, pikiran saya tidak tahan untuk menanggung bayi dari orang yang memperkosa saya.

Saat saudara perempuan saya menyebut hal aborsi, hal itu terdengar seperti solusi yang sempurna. Aborsi masih belum disahkan pada waktu itu, tetapi saudara perempuan saya mengatur persiapannya.

Saya menemui seorang laki-laki di Griffith Park, yang membawa saya dengan mata tertutup kain ke sebuah kantor dokter. Tetapi ternyata dokter sebut tidak mau melakukan aborsi karena saya menderita infeksi kerongkongan yang sedemikian buruk - bila infeksi tersebut menyerang rahim, saya bisa mati.

Maka ia menyuruh saya pulang dan menghadapi kenyataan bahwa saya hamil, dan entah bagaimana saya bisa menjalaninya.  Kemudian saya menemukan seorang dokter yang sangat peduli yang membantu saya melihat bahwa setiap kehidupan itu berharga.

Saya mulai merasakan kasih dan menerima anak saya, terlebih saat saya merasakan bayi saya bergerak.  Saya
merasa sukacita karena kehidupan yang baru di dalam diri saya dan nyaris lupa asal mulanya.

Saat saya akhirnya memberitahukan orang tua, ayah saya terkejut mengetahui saya hamil, apalagi dari seorang pemerkosa. Dokter keluarga membawa ayah saya berkenalan dengan Planned Parenthood (Keluarga Berencana), tempat saya mendapat informasi bahwa aborsi adalah "satu-satunya solusi." Mereka tidak menawarkan alternatif lain. Saya mempercayai mereka bahwa mimpi buruk saya akan berlalu, dan saya dapat meneruskan kehidupan saya sesudah aborsi seolah-olah "tak pernah terjadi apa-apa."

Orang tua saya menghubungi District Attorney (D.A. yaitu Pengacara Daerah) untuk memberi kesaksian tentang pemerkosaan sehingga saya dapat memperoleh aborsi sah. Saat D.A. menyetujuinya, saya sudah hamil 22 minggu, dan telah memutuskan bahwa saya sungguh ingin  mempertahankan bayi saya. Namun saya merasakan tekanan yang hebat dari semua pihak - terutama untuk menyenangkan orang tua saya - sehingga akhirnya saya mengalah.

Saya tidak akan pernah melupakan hari saat orang tua saya meninggalkan saya di rumah sakit. Saya merasa sendiri, kosong dan terlupakan. Saya ingin melarikan diri, lari - tetapi disana tidak ada tempat atau orang untuk saya
tuju. Hati saya tercabik - saya tahu bayi saya akan mati dan saya memperbolehkannya, namun demikian saya begitu takut menyusahkan hati orang tua saya.

Dokter menyuruh saya berbaring tenang saat ia menembakkan larutan garam ke dalam perut saya. Saya berbaring disana berharap untuk mati. Saya pergi
ke tempat bersalin, dan berkhayal bahwa saya akan melahirkan bayi yang hidup.

Tak seorangpun mengatakan persalinan macam apa yang akan saya jalani. Selama 18 jam saya meronta-ronta sendirian saat kontraksi berlangsung. Kemudian, hanya dengan bantuan seorang perawat yang masih muda yang berdiri di sebelah saya, saya melahirkan bayi perempuan saya yang mungil ke dalam sebuah bejana sorong. Ia sudah terbentuk seluruhnya sempurna, tetapi ia tidak bergerak dan tenang.

Saya terguncang saat saya melihat kepada apa yang orang katakan kepada saya hanyalah segumpal daging. Pada saat itu saya rasa-rasanya sedang menunggu untuk melihat dia mulai menangis, masih berharap dia hidup.

Saya merasakan kekosongan yang tidak dapat diisi oleh apapun dan segera menyadari bahwa akibat aborsi terus berkelanjutan lama meskipun ingatan akan pemerkosaan
telah berkurang.

Untuk tiga tahun berikutnya saya mengalami depresi dan mimpi-mimpi buruk yang menakutkan. Saya bermimpi sedang melahirkan, tetapi kemudian orang-orang merampas bayi saya. Saya mendengar tangisannya dan memeriksa ke
segala tempat, tetapi saya tidak berhasil menemukannya. Saya hanya mendengar tangisannya bergema dikejauhan.

Saya menguburkannya dalam-dalam dan mengeraskan hati saya atas derita tersebut. Berlawanan dengan apa yang dikatakan orang selama ini, aborsi adalah hal yang jauh lebih sulit untuk dihadapi daripada pemerkosaan itu sendiri.

Pemerkosaan adalah suatu kejahatan yang mengandung kekerasan yang menimpa saya, seorang korban yang tak berdosa. Sedangkan aborsi adalah pembunuhan yang mengandung kekerasan terhadap anak saya, dan saya adalah salah seorang pelakunya.

Saya berusaha untuk menipu diri saya sendiri bahwa saya mempunyai alasan yang baik untuk melakukan aborsi - bagaimanapun juga, saya telah diperkosa. Akan tetapi kenyataan itu sangat melukai saya saat mengingatnya, maka saya berusaha mengubur kenyataan tersebut.

Kemudian saya menikah dan memiliki dua orang anak laki-laki. Saat yang kecil berusia tiga bulan, suami saya dan saya menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat kami.

Kesembuhan banyak terjadi di banyak segi kehidupan saya, tetapi derita aborsi yang pernah saya lakukan masih menghantui kehidupan saya. Saya belum mau mengakui bahwa peristiwa itu sah mempengaruhi kehidupan saya. Meskipun saya telah memutuskan tidak akan pernah melakukan aborsi lagi, namun saya tidak dapat menyangkal bahwa orang-orang lain akan memilihnya.

Tiap kali aborsi tersebut diucapkan, dalam diri saya terasa
sakit. Saya tidak ingin mendengarnya. Beberapa tahun kemudian saya didiagnosa menderita kanker tengkuk dan
membutuhkan hysterectomy - ini menghancurkan impian saya selamanya untuk memperoleh bayi perempuan.

Akhirnya Tuhan mengangkat beban berat yang tertanam dalam hati saya yang terluka. Ia mengangkat kepermukaan segala luka, derita dan duka cita atas kematian putri saya.

Saya merasa bersalah dan menyadari luka dalam yang terjadi, memerlukan kesembuhan. Pada mulanya saya marah, marah karena saya membiarkan diri saya mengaborsi,
dan berpikir bahwa Tuhan sedang menghukum saya atas perbuatan tersebut.

Sulit untuk menghadapi tanggung jawab saya sendiri dengan penuh keberanian. Kenyataannya, sayalah yang memilih untuk menjalani aborsi. Kami sungguh menuai apa yang kami tabur.

Namun saat saya mengakui dosa saya, Tuhan itu setia dan berkenan mengampuni dosa saya dan menjauhkannya sejauh timur dari barat. Dia adalah Tuhan yang mengampuni, tetapi saya harus berjuang berat untuk dapat mengampuni diri sendiri.

Beberapa tahun sebelum menderita kanker saya bermimpi mengadopsi anak perempuan bernama "Harapan". Allah mengingatkan saya akan mimpi ini setelah 'hysterectomy'. Saya percaya Dia sedang membuat janji dengan saya, yaitu
janji atas seorang anak perempuan.

Lima tahun kemudian, sesuai janji-Nya, "Harapan" datang ketengah keluarga kami saat ia berumur tiga minggu. Ia nyaris menjadi korban aborsi. Meski saya tidak pernah bertemu dengan ibu kandungnya, saya berdoa untuknya
setiap hari.

Ia memberikan kehidupan pada anak perempuan saya - hadiah yang paling berharga. Dan ibunya memberikan bayinya lebih daripada itu - harapan untuk mendapatkan keluarga yang mengasihi yang tidak bisa diberikannya.

Pada mulanya saya ingin "Harapan" menggantikan putri saya yang hilang, tetapi segera saya sadar bahwa tak ada seorang anak pun yang dapat digantikan. Tuhan mulai menyingkapkan segi-segi lain yang membutuhkan kesembuhan akibat aborsi.

Kerusakan yang terjadi jauh lebih parah daripada yang orang pahami. Secara fisik, tentu saja, seorang bayi direnggut dari kandungan ibunya. Namun secara emosional, saya yakin sudah ada ikatan batin antara si ibu dan anak, seakan-akan ada bagian yang terrenggut dari jiwa saudara sendiri. Bagian dari dirimu juga sudah mati.

Kesedihan adalah proses penting yang saya jalani untuk mendapat kesembuhan dari trauma aborsi saya. Saya percaya bagian dari proses kesedihan itu seumpama mengidentifikasikan kehidupan si bayi kecil tersebut sebagai
seorang individu, seperti memberi nama bayi saudara tersebut.

Saya tidak akan lupa detik-detik ketika putri saya yang tak bernyawa terbaring di dekat saya, tetapi melalui anugerah kesembuhan dari Yesus, saya tahu bahwa saat ini ia berada di surga bersama-Nya, di dalam gendongan-Nya.

Namun saya masih melewati waktu-waktu ketika saya menangis untuk Jennifer mungil saya yang tidak pernah diperkenankan tertawa atau menangis atau mendengar ombak lautan atau memanjat pohon dan merasakan sinar mentari pada wajahnya atau tahu air mata atau perjuangan dan sukacita kehidupan.

Akhirnya saya menulis sepucuk surat untuk putri saya.
Jennifer sayang,
Mama tahu saat kau Mama kandung, meski Mama berusaha keras untuk mengabaikannya. Oleh karena engkau adalah hasil dari pemerkosaan, Mama merasa begitu kesepian dan bingung.

Pada mulanya Mama hanya ingin membinasakanmu. Tetapi saat Mama mulai merasakan gerakan-gerakanmu di dalam tubuh Mama, Mama mendapati diri Mama mau menerima keberadaanmu.

Kamu berumur 22 minggu saat ijin untuk aborsi sah Mama diberikan, padahal Mama telah memutuskan untuk menerima dirimu. Mama mulai semakin mengasihi dirimu, tetapi dibawah tekanan dari orang-orang disekitar Mama, Mama langsung setuju dengan aborsi.

Untuk bertahun-tahun sesudahnya tangismu menggema dalam mimpi-mimpi yang tiada akhir sampai akhirnya kesembuhan terjadi. Lalu Mama menamai dirimu dan
membiarkan diri Mama meratap atas kematianmu.

Mama juga menjadi korban sebagai akibat dari mengambil keputusan berdasarkan beberapa potong informasi yang salah. Bagian dalam diri Mama mati bersamamu.

Saat kau dari surga memandang kebawah, Mama tahu kau mengampuni Mama seperti halnya Mama telah belajar mengampuni diri Mama sendiri.

Sekarang ini Mama menekankan kepada orang lain untuk membantu mereka yang telah berbuat kesalahan dalam aborsi, dan juga menolong orang-orang lain untuk tidak berbuat kesalahan seperti yang telah Mama buat.

Kesembuhan hanya dapat datang melalui kasih Yesus yang berkuasa.

Sampai kita bertemu lagi, Jenniferku, Mama mengasihimu.

Kisah di atas diambil dan diterjemahkan dari majalah American Against Abortion.
Oleh Pelayanan Traktat Nafiri Allah Terakhir

Berkat Atau Kutuk

Berkat Atau Kutuk

Pernah ada seorang tua yang hidup di desa kecil. Meskipun ia miskin, semua orang cemburu kepadanya karena ia memiliki kuda putih cantik. Bahkan raja menginginkan hartanya itu. Kuda seperti itu belum pernah dilihat; begitu kemegahannya, keagungannya dan kekuatannya.  Orang menawarkan harga amat tinggi untuk kuda jantan itu, tetapi orang tua itu selalu menolak, "Kuda ini bukan kuda bagi saya," ia akan mengatakan, "Ia adalah seperti seseorang. Bagaimana kita dapat menjual seseorang? Ia adalah sahabat bukan milik. Bagaimana kita dapat menjual seorang sahabat?" Orang itu miskin dan godaan besar. Tetapi ia tidak menjual kuda itu.

Suatu pagi ia menemukan bahwa kuda itu tidak ada di kandangnya. Seluruh desa datang menemuinya. "Orang tua bodoh," mereka mengejek dia, "sudah kami katakan bahwa seseorang akan mencuri kudamu. Kami telah memperingatkanmu bahwa kamu akan dirampok. Anda begitu miskin. Mana mungkin Anda dapat melindungi binatang yang begitu berharga? Sebaiknya Anda sudah menjualnya. Anda boleh minta harga apa saja. Harga setinggi apapun akan dibayar juga. Sekarang kuda itu hilang dan Anda dikutuk oleh kemalangan.

Orang tua itu menjawab, "Jangan bicara terlalu cepat. Katakan saja bahwa kuda itu tidak berada dikandangnya. Itu saja yang kita tahu; selebihnya adalah penilaian. Apakah saya dikutuk atau tidak, bagaimana Anda dapat ketahui itu? Bagaimana Anda dapat menghakimi?"  Orang protes, "Jangan menggambarkan kita sebagai orang bodoh! Mungkin kita bukan ahli filsafat, tetapi filsafat hebat tidak diperlukan. Fakta sederhana bahwa kudamu hilang adalah kutukan."

Orang tua itu berbicara lagi. "Yang saya tahu hanyalah bahwa kandang itu kosong dan kuda itu pergi. Selebihnya saya tidak tahu. Apakah itu kutukan atau berkat, saya tidak dapat katakan. Yang dapat kita lihat hanyalah sepotong saja. Siapa tahu apa yang akan terjadi nanti?"

Orang-orang desa tertawa. Menurut mereka orang itu gila. Mereka memang selalu menganggap dia orang tolol; kalau tidak, ia akan menjual kuda itu dan hidup dari uang yang diterimanya. Sebaliknya, ia seorang tukang potong kayu miskin, orang tua yang memotong kayu bakar dan menariknya keluar hutan lalu menjualnya. Uang yang ia terima hanya cukup untuk membeli makanan, tidak lebih. Hidupnya sengsara sekali. Sekarang  ia sudah membuktikan bahwa ia betul-betul tolol.

Sesudah lima belas hari, kuda itu kembali. Ia tidak dicuri, ia lari ke dalam hutan. Ia tidak hanya kembali, ia juga membawa sekitar selusin kuda liar bersamanya. Sekali lagi penduduk desa berkumpul sekeliling tukang potong kayu itu dan mengatakan, "Orang tua, kamu benar dan kami salah. Yang kami anggap kutukan sebenarnya berkat. Maafkan kami."

Jawab orang tua itu, "Sekali lagi kalian bertindak gegabah. Katakan saja bahwa kuda itu sudah balik. Katakan saja bahwa selusin kuda balik bersama dia, tetapi jangan menilai. Bagaimana kalian tahu bahwa ini adalah berkat? Anda hanya melihat sepotong saja. Kecuali kalau kalian sudah mengetahui seluruh cerita, bagaimana Anda dapat menilai? Kalian hanya membaca satu halaman dari sebuah buku. Dapatkah kalian menilai seluruh buku? Kalian hanya membaca satu kata dari sebuah ungkapan. Apakah kalian dapat mengerti seluruh ungkapan?

Hidup ini begitu luas, namun Anda menilai seluruh hidup berdasarkan satu halaman atau satu kata. Yang Anda tahu hanyalah sepotong! Jangan katakan itu adalah berkat. Tidak ada yang tahu. Saya sudah puas dengan apa yang saya tahu. Saya tidak terganggu karena apa yang saya tidak tahu."

"Barangkali orang tua itu benar," mereka berkata satu kepada yang lain. Jadi mereka tidak banyak berkata-kata. Tetapi di dalam hati mereka tahu ia salah. Mereka tahu itu adalah berkat. Dua belas kuda liar pulang bersama satu kuda. Dengan kerja sedikit, binatang itu dapat dijinakkan dan dilatih, kemudian dijual untuk banyak uang.

Orang tua itu mempunyai seorang anak laki-laki. Anak muda itu mulai menjinakkan kuda-kuda liar itu. Setelah beberapa hari, ia terjatuh dari salah satu kuda dan kedua kakinya patah. Sekali lagi orang desa berkumpul sekitar orang tua itu dan menilai.  "Kamu benar," kata mereka, "Kamu sudah buktikan bahwa kamu benar. Selusin kuda itu bukan berkat. Mereka adalah kutukan. Satu-satunya puteramu patah kedua kakinya dan sekarang dalam usia tuamu kamu tidak ada siapa2 untuk membantumu. Sekarang kamu lebih miskin lagi.

Orang tua itu berbicara lagi. "Ya, kalian kesetanan dengan pikiran untuk menilai, menghakimi. Jangan keterlaluan. Katakan saja bahwa anak saya patah kaki. Siapa tahu itu berkat atau kutukan? Tidak ada yang tahu. Kita hanya mempunyai sepotong cerita. Hidup ini datang sepotong-sepotong."

Maka terjadilah 2 minggu kemudian negeri itu berperang dengan negeri tetangga. Semua anak muda di desa diminta untuk menjadi tentara. Hanya anak si orang tua tidak diminta karena ia terluka. Sekali lagi orang berkumpul sekitar orang tua itu sambil menangis dan berteriak karena anak-anak mereka sudah dipanggil untuk bertempur. Sedikit sekali kemungkinan mereka akan kembali. Musuh sangat kuat dan perang itu akan dimenangkan musuh. Mereka tidak akan melihat anak-anak mereka kembali  "Kamu benar, orang tua," mereka menangis "Tuhan tahu kamu benar. Ini membuktikannya. Kecelakaan anakmu merupakan berkat. Kakinya patah, tetapi paling tidak ia ada bersamamu. Anak-anak kami pergi untuk selama-lamanya".

Orang tua itu berbicara lagi, "Tidak mungkin untuk berbicara dengan kalian. Kalian selalu menarik kesimpulan. Tidak ada yang tahu. Katakan hanya ini: anak-anak kalian harus pergi berperang, dan anak saya tidak. Tidak ada yang tahu apakah itu berkat atau kutukan. Tidak ada yang cukup bijaksana untuk mengetahui. Hanya Allah yang tahu

Orang tua itu benar. kita hanya tahu sepotong dari seluruh kejadian. Kecelakaan-kecelakaan dan kengerian hidup ini hanya merupakan satu halaman dari buku besar. Kita jangan terlalu cepat menarik kesimpulan. Kita harus simpan dulu penilaian kita dari badai-badai kehidupan sampai kita ketahui seluruh cerita.

Saya tidak tahu dari mana si tukang kayu belajar menjaga kesabarannya. Mungkin dari tukang kayu lain di  Galilea. Sebab tukang kayu itulah yang paling baik mengungkapkannya:

"Janganlah kamu kuatir akan hari esok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. " Ia yang paling tahu. Ia menulis cerita kita. Dan Ia sudah menulis bab terakhir.

disadur dari : Chapter 15: In The Eye of The Storm - Max Lucado; penyadur : John Adisubrata

Catatan : Kisah ini juga dikutip oleh Lin Yutang, dalam bukunya The Importance of Living, dengan judul The Man At The Front (Deny S Pamudji)

Popular Posts