Monday, March 31, 2014

Penampilan

MELIHAT LEBIH DALAM (1 Samuel 16:1-13)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati. (1 Samuel 16:7)

Pada acara Britain's Got Talent 2009, seorang perempuan paruh baya menghadap dewan juri, lalu memperkenalkan diri sebagai kontestan. Ia mengaku berasal dari sebuah daerah yang tidak terlalu terkenal,  tetapi berkata bahwa dirinya telah dipersiapkan sejak lama untuk  menjadi penyanyi profesional. Melihat penampilannya yang lugu dan klaimnya yang terlalu berani, para juri hanya tersenyum. Beberapa  penonton tertawa sinis. Namun, begitu perempuan itu mulai melantunkan lagu, reaksi mereka berubah. Keraguan berganti jadi  kekaguman. Tak ada yang menyangka sosok yang sederhana itu ternyata bisa menyanyi dengan indah, dan pada babak final tampil sebagai  runner-up. Namanya Susan Boyle.

Samuel pada awalnya juga memandang sebelah mata pada Daud. Ketika  Tuhan meminta Samuel mengurapi raja yang baru, ia mengira bahwa kandidat yang pantas ialah anak Isai yang bertubuh tinggi besar,  yang cocok untuk maju berperang. Ia terkejut ketika Tuhan justru  memilih Daud, yang setiap hari menggembalakan domba. Ya, Tuhan mampu melihat lebih dalam daripada daya lihat manusia.

Kadang-kadang kita juga gagal menilai orang dengan benar. Mungkin  kita menganggap rendah orang lain berdasarkan kesan pertama yang kurang meyakinkan, padahal ia sebenarnya berpotensi besar, bahkan  mungkin lebih baik dari kita. Sepatutnya kita tidak terbiasa  buru-buru menilai seseorang dari penampilannya, namun belajar untuk sungguh-sungguh mengenal dan menghargainya dengan sebaik mungkin.  --TYS

MANUSIA SERING HANYA MELIHAT APA YANG DI DEPAN MATA, LALU TERTIPU OLEH MATANYA SENDIRI.

Sumber : Renungan Harian

Tahan Uji

KETEKUNAN SI PORTER (Roma 5:1-11)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Dan ketekunan menimbulkan tahan uji. (Roma 5:4, TB)

Pemuda miskin itu semula menjadi porter (pengangkut barang) hotel di Hong Kong. Suatu ketika ia dimarahi majikan gara-gara asyik mengamati mobil mewah seorang tamu sampai lalai bekerja. Teguran itu mencuatkan niatnya untuk memperbaiki nasib. Ia ingin jadi orang kaya, bahkan lebih kaya dari semua atasannya di hotel itu. Ia keluar dari pekerjaannya, memperdalam kungfu, dan mencoba peruntungan di dunia film. Ternyata, kariernya kemudian melejit dan kini kita mengenalnya sebagai aktor laga terkenal di Asia. Siapakah dia? Chow Yun Fat. Ketika ditanya, apa rahasia keberhasilannya, ia menjawab, "Ketekunan."

Ketekunan memang salah satu unsur penting untuk sukses. Ketekunan mengandung arti rajin, ulet, pantang menyerah. Orang yang "tekun" biasanya "tahan banting" atau "tahan uji" (ay. 4) saat menghadapi tantangan dan masalah hidup. Contohnya Paulus sendiri. Ketekunannya bergaul erat dengan Tuhan membuatnya "tahan uji", seperti terlihat dalam ucapannya ini, "Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami habis akal, namun tidak putus asa; kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa" (2 Korintus 4:89). Luar biasa!

Ketekunan kita di dalam Tuhan tidak akan sia-sia. Ketekunan menghasilkan karakter "tahan uji" dan pada akhirnya membuahkan "pengharapan" bahwa kita pasti terluput dari murka-Nya (ay. 9). Jika saat ini kita tengah dirundung masalah, mari bertahan. Melalui "sekolah ketekunan", kita akan berbuah bagi-Nya. --HS

KETEKUNAN ITU PAHIT, TETAPI BUAHNYA MANIS.

Sumber : Renungan Harian

Hidup Yang Beda

KELUARGA ISTIMEWA (Kejadian 7:1-24)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Masuklah ke dalam bahtera itu, engkau dan seisi rumahmu, sebab engkaulah yang Kulihat benar di hadapan-Ku di antara orang zaman ini. (Kejadian 7:1)

Ketika saya berjumpa dengan teman lama, hampir selalu ada  pertanyaan mengenai keluarga. Pertanyaan yang biasanya diajukan,  "Berapa anakmu? Umur berapa saja? Apakah mereka masih bersekolah atau sudah bekerja?" Bila kita memiliki keluarga yang baik, tentu  kita akan dapat bercerita dengan bangga. Namun, pernahkah Anda membayangkan bahwa Allah bisa bangga terhadap Anda dan keluarga   Anda? Andaikan hal itu terjadi, Anda dan keluarga Anda pastilah istimewa.

Hanya Nuh dan keluarganya yang diselamatkan dari bencana air bah  yang mahadahsyat. Kita mungkin bertanya, apakah istimewanya keluarga ini? Nuh menonjol dan berbeda dari orang sezamannya karena ia benar  dan tidak bercela. Nuh juga bergaul dengan Allah (6:9; 7:1). Hal ini berbeda sekali dengan keadaan dunia saat itu yang penuh dengan  kejahatan dan kekerasan (6:5, 11). Saya membayangkan bagaimana Nuh dan keluarganya menghadapi tekanan yang berat dan cemoohan karena  tidak turut serta dalam kejahatan orang-orang pada zaman itu. Mungkin saja ia harus menanggung cercaan dan pengucilan. Ia mampu  menghadapinya karena Allah memberinya kasih karunia (6:8).

Dunia yang penuh dengan kejahatan dan kekerasan mengingatkan saya  akan perkataan Yesus tentang akhir zaman. Yesus menyamakannya dengan zaman Nuh, masa ketika banyak orang terlena dalam kejahatan (Matius  24:37-39). Kita diminta waspada dan menjaga kesalehan hidup kita. Kita dapat belajar dari kisah Nuh. Oleh kasih karunia-Nya, biarlah  keluarga kita hidup secara berbeda, menjadi terang bagi keluarga lain. –HE

KASIH KARUNIA TUHAN MEMAMPUKAN KITA HIDUP SECARA BERBEDA, TIDAK TERLENA OLEH ARUS KEJAHATAN DUNIA.

Sumber : Renungan Harian

Gembala Yang Baik

PINTU (Yohanes 10:7-18)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Akulah pintu; siapa saja yang masuk melalui Aku, ia akan diselamatkan dan ia akan masuk dan keluar serta menemukan padang rumput. (Yohanes 10:9)

George Adam Smith, seorang guru Alkitab, suatu kali berkunjung ke Israel dan bercakap-cakap dengan seorang gembala. George ingin tahu apa yang dilakukan para gembala Israel terhadap domba-domba yang mereka gembalakan. Menjelang malam, ia melihat gembala menggiring domba ke sebuah gua kecil. "Apakah aman? Bukankah tidak ada pintu penutupnya?" tanya George. "Sayalah pintunya, " kata gembala itu. Dalam budaya di Timur Tengah, gembala akan berbaring di depan lubang gua sehingga tidak ada serigala atau binatang buas yang dapat masuk tanpa melalui tubuhnya.

Gembala yang baik menyerahkan nyawa bagi dombanya. Ia sendiri yang menjadi pintu agar dombanya aman dan terlindung dari serangan binatang buas. Yesus adalah guru, penginjil, dan pembuat mukjizat, namun Dia memperkenalkan diri-Nya sebagai Gembala yang baik. Dia tidak saja memberikan nyawa-Nya, tetapi Dia juga yang menjaga dan memelihara hidup kita. Apabila Yesus sendiri yang menjadi perlindungan kita, apa yang perlu kita takutkan? Apabila si jahat hendak menyentuh kita, para domba-Nya, apakah ia sanggup melewati Sang Gembala?

Rasa aman sejati bukan terdapat di dalam deposito, properti, atau harta yang kita miliki. Itu semua tidak dapat memberikan keamanan yang sesungguhnya. Kiranya kita tenang di dalam naunganNya. Badai hidup boleh menerjang, masalah dan tantangan dapat menerpa, namun kita tetap tinggal tenang dalam lindunganNya. Ingat, Gembala kita adalah Pintu. Kita aman bersama-Nya. --HS

YESUS ADALAH PINTU YANG SEJATI, PELINDUNG DAN PEMELIHARA KAWANAN DOMBA-NYA.

Sumber : Renungan Harian

Abraham Lincoln

JUJUR 6 SEN (Amsal 11:3-8)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Orang yang jujur dilepaskan oleh kebenarannya, tetapi pengkhianat tertangkap oleh hawa nafsunya. (Amsal 11:6)

Honest Abe—alias Abe yang jujur—nyatanya bukan julukan kosong bagi Abraham Lincoln, presiden ke-16 Amerika Serikat. Sejak kecil ia konsisten bersikap jujur. Ibu tirinya berkomentar, "Ia tidak pernah berdusta pada saya seumur hidupnya, tidak pernah berdalih... atau mengelak untuk menghindari hukuman atau tanggung jawab lain..." Ia bersikap jujur dalam perkara kecil sekalipun, seperti ditunjukkannya ketika menjadi penjaga toko di New Salem, Illinois. Suatu petang, saat mencatat neraca keuangan, Lincoln mendapatkan bahwa ia telah memungut bayaran sekitar 6 sen lebih banyak dari seorang pelanggan. Malam itu juga, ia berjalan kaki beberapa mil ke rumah pelanggan itu untuk mengembalikan uang tersebut.

Salomo menguntai beberapa amsal tentang berkat dari kejujuran. Berjalan dalam kejujuran mendatangkan rasa aman yang kudus. Kejujuran itu seperti jalan yang, sekalipun tidak gampang untuk ditempuh, tidak akan menyesatkan. Kejujuran, dengan demikian, membebaskan dan melindungi kita. Ia membebaskan kita dari daya pikat dosa dan sistem dunia yang penuh jebakan serta melindungi kita dari ancaman kerusakan dan kebinasaan yang menyertainya.

Di negeri kita belakangan ini, kejujuran terasa begitu sulit untuk ditemukan. Sebaliknya, korupsi merajalela. Keadaan memprihatinkan ini sejatinya merupakan kesempatan bagi orang benar untuk bersinar. Di tengah kegelapan korupsi, biarlah kita menjalankan pekerjaan, termasuk pekerjaan yang tampak remeh sekalipun, dengan penuh kejujuran. --Arie Saptaji /Renungan Harian

KETIKA KITA HIDUP DALAM KEJUJURAN, KEJUJURAN AKAN MEMBELA DAN MELINDUNGI KITA.

Sumber : Renungan Harian

Gigih

SEKADAR BERTAHAN? (Yeremia 25:1-7)
Dikrim oleh : Evi Sjiane Djiun

... sudah dua puluh tiga tahun lamanya, firman TUHAN datang kepadaku dan terus-menerus aku mengucapkannya kepadamu, tetapi kamu tidak mau mendengarkannya. (Yeremia 25:3)

Ketika bernostalgia di depot soto langganan semasa kuliah, ternyata yang meracik soto masih bapak yang melayani di sana dua puluh tahun lalu. "Kok betah, Pak, kerja di sini?" tanya saya dengan kagum. Jawabannya terdengar sedih, "Yah, bagaimana lagi, Mas, saya tidak punya ketrampilan lain." Ah, rasa kagum saya berganti menjadi kasihan. Rupanya bapak ini sekadar bertahan dalam pekerjaan yang tidak disukainya.

Tidak demikian dengan nabi Yeremia. Ia mengalami kesulitan selama dua puluh tiga tahun dalam pelayanan, namun ia tidak bersikap sekadar bertahan. Kata "terus-menerus" (ay. 3) menunjukkan kegigihannya. Kata Ibraninya mengandung arti bangun pagi. Istilah ini biasanya digunakan untuk menggambarkan orang yang akan berjalan jauh dan pagi-pagi benar menata perbekalan ke punggung unta atau memanggulnya sendiri. Pembaca Yahudi waktu itu akan mudah mengerti arti konotatif kata ini dan memahami rahasia kekuatan sang nabi: tiap pagi ia bangun untuk menjumpai Allah dan mendengarkan FirmanNya, sesudah itu barulah ia melakukan pelayanan, termasuk menghadapi penolakan orang banyak (ay. 4). Hasilnya? Lima puluh empat tahun masa pelayanan yang sukar ia jalani dengan tekun!

Sebagian orang kehilangan gairah hidup dan didera kebosanan baik karena kenyamanan maupun karena penderitaan. Mereka tetap beraktivitas, tapi sebenarnya sekadar bertahan hidup. Mengatasinya? Gunakan resep sang nabi. Nikmati persekutuan dengan Allah yang akan menyegarkan jiwa dan membangkitkan ketekunan kita. --ICW

TANPA TUHAN, KITA KEHILANGAN ARAH HIDUP, DAN SEKADAR BERTAHAN. DENGAN TUHAN, PENYERTAAN-NYA MEMULIHKAN DAN MENYEGARKAN

Sumber : Renungan Harian

Sunday, March 30, 2014

Ciptaan Baru

NASI JADI BUBUR (1 Timotius 1:12-17)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

"Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa", dan di antara mereka akulah yang paling berdosa. (1 Timotius 1:15)

"Nasi sudah jadi bubur!" Ungkapan ini mengacu pada peristiwa buruk yang telanjur terjadi dan dianggap tak mungkin diperbaiki lagi.  Pelaku atau korban hanya bisa menyesalinya. Tapi, tunggu dulu! Benarkah hal itu memang sudah tak bisa diapa-apakan lagi? Bagaimana  jika bubur nasi itu kita tambah dengan kuah kaldu, suwiran daging ayam, irisan telur dadar, taburan bawang goreng, kerupuk? Jadilah  bubur ayam nan nikmat!

Nah, begitulah kita di mata Allah. Bagi orang lain, kita mungkin  dipandang "sampah", "barang rusak", atau "rongsokan" tak berguna.  Tidak bagi Dia! Lihat bagaimana Allah menyikapi orang-orang yang semula melawan Dia dan mengubah mereka menjadi senjata kebenaran-Nya yang cakap. Salah satu contohnya tidak lain Rasul Paulus sendiri.  Dalam ayat 13, ia menyatakan dirinya dulu seorang "penghujat", "penganiaya", dan "ganas". Bahkan di antara mereka yang  diselamatkanNya, ia menyebut dirinya sebagai "yang paling berdosa" (ay. l6). Tetapi, siapa ia sekarang? Salah satu hamba-Nya yang  terbesar, yang dipakai Tuhan menyatakan firman-Nya dalam bentuk 12 surat dalam Perjanjian Baru!

Jadi, tak perlulah kita menyesali masa lalu. Dia bisa mengubah kita  menjadi ciptaan baru (2 Kor. 5:17). Untuk itu, Dia meminta kita  berserah padaNya, tinggal di dalam Dia, dan rela Dia bentuk sesuai dengan kehendakNya. Setelah itu, lihatlah apa yang terjadi! "Buluh  yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya" (Yes. 42:3). --HS

DI TANGAN ALLAH, TIDAK ADA KEGAGALAN YANG TIDAK DAPAT DIPERBAIKI.

Sumber : Renungan Harian

Wednesday, March 12, 2014

Kebaikan Tuhan

TETAP BERSUKACITA (Filipi 4:2-9)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! (Filipi 4:4)

Ibu setengah baya itu amat ramah. Dengan wajah sumringah ia menyambut kedatangan saya di gereja kecil itu. Dan bukan hanya saya, setiap orang yang datang juga disambutnya dengan senyum hangat. Nantinya saya tahu, suami ibu itu sudah meninggal. Untuk menghidupi dua anaknya yang masih sekolah, ia bekerja sebagai petugas kebersihan sebuah wisma. "Tuhan telah memberikan napas kehidupan dan memelihara kami hingga saat ini dengan cara yang ajaib. Jadi, saya tidak punya alasan untuk bersusah hati karena Tuhan senantiasa memberi kami kekuatan. Selalu ada alasan untuk bersyukur kepada-Nya, " kata ibu itu. Kondisi hidup yang sulit itu nyatanya tak menghapuskan sukacitanya.

Paulus secara tegas mendorong jemaat di Filipi untuk senantiasa bersukacita, dan ia bahkan mengulangi dorongannya itu. Jika Paulus menulis surat ini dalam kondisi yang baik-baik saja, kita tidak akan heran. Istimewanya, Paulus menulisnya ketika berada di penjara karena memberitakan Injil. Ia menunjukkan bahwa penjara sekalipun tidak dapat merampas sukacitanya di dalam Tuhan. Keadaan buruk tidak dapat merusak kesaksiannya akan kebaikan Tuhan.

Kita mungkin menanggung beban hidup yang amat berat. Namun, seburuk apa pun kondisi hidup ini, kita memiliki sumber pengharapan yang membangkitkan sukacita. Keadaan bisa jadi tidak bertambah mudah, namun sepanjang mata kita berharap kepada kebaikan Tuhan, hati kita akan diliputi sukacita dan dikuatkan untuk menghadapi situasi yang sulit tersebut. --SS

SUKACITA YANG SEJATI TIDAK AKAN PADAM SEKALIPUN KEADAAN SEKELILING BEGITU KELAM.

Sumber : Renungan Harian

Panjang Sabar

TIDAK MAU KALAH (2 Timotius 2:14-26)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Sebab itu, jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai sejahtera bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni. (2 Timotius 2:22)

Karena ngeri membayangkan kecelakaan, belakangan ini saya biasa mengemudi dengan lambat. Kendaraan di belakang saya jadi sering  mengklakson tanda tak sabar. Sekian tahun silam, sayalah yang tidak sabaran. Saya sulit mengalah terhadap orang lain, terutama terhadap pengemudi yang memotong jalan saya.

Kata "nafsu" antara lain berarti keinginan yang tidak terkontrol.  Sifat ini terutama melekat pada anak muda, namun bisa saja terbawa sampai seseorang tua. Salah satu contohnya adalah kecenderungan sulit mengalah tadi. Dalam menghadapi pengajar sesat, Paulus  mengingatkan Timotius, yang memang masih muda, akan hal itu. Demi mempertahankan kebenaran, tentu wajar bila ada kalanya Timotius  ingin meluruskan pandangan salah tersebut sehingga terpancing untuk  berdebat. Namun, Rasul Paulus menyebut perdebatan itu sebagai soal yang dicari-cari dan yang tidak pantas dipertengkarkan (ay. 23).   Timotius pun diminta untuk menghadapi mereka dengan keadilan, kesetiaan, dan kasih. Seperti Kristus dengan sabar membimbing  murid-murid-Nya yang susah mengerti ajaran-Nya (bandingkan Matius 16:9), Timotius diminta untuk memberikan tuntunan dengan lembut (ay. 25).

Apakah Anda termasuk orang yang pantang menyerah dalam perdebatan?  Anda sering bersitegang mempertahankan prinsip yang Anda pegang teguh? Inilah saatnya meneladani Kristus yang panjang sabar. Marilah  memberi kesempatan kepada Tuhan untuk bekerja, agar orang yang suka melawan sekalipun dapat dipimpin untuk mengenal kebenaran (ay. 25).--HE

NYATAKAN KEBENARAN DENGAN KASIH DAN KESETIAAN, BUKAN DENGAN KEMAMPUAN UNTUK BERDEBAT

Sumber : Renungan Harian

Mau Berbagi

PENGANTAR MAKANAN (Lukas 9:10-17)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Tetapi Ia berkata kepada mereka: "Kamu harus memberi mereka makan!" (Lukas 9:13)

Waktu kecil saya jengkel ketika Ibu menyuruh saya mengantarkan makanan untuk ayah di sawah. Saya jengkel karena harus berhenti dari keasyikan bermain dengan teman. Namun, ketika melihat ayah senang dan makan dengan lahap, rasa jengkel itu hilang seketika.

Ketika Yesus menikmati ketenangan bersama para murid (ay. 10), orang banyak mengikuti Dia. Dengan penuh belas kasih, Dia menerima mereka, mengenyangkan jiwa mereka karena Dia tahu mereka lapar secara rohani, dan memberi mereka kesembuhan (ay. 11). Ketika hari mulai malam, murid-murid meminta Yesus menyuruh mereka pergi. Orang-orang itu tentu perlu makan dan tempat menginap, padahal mereka tidak mampu menyediakannya (ay. 12). Yesus mengetahui keterbatasan itu, namun Dia meminta para murid menyediakan makanan. Mereka pun menyerahkan makanan yang tersedia, dan Yesus melipatgandakannya untuk memberi makan ribuan orang.

Kita sering menghindari, terganggu, atau merasa tidak mampu menolong. Yesus mendorong kita memberi makan. Dia tidak berkata "sebaiknya" atau "jika mungkin", tetapi "harus" (ay. 13), yang artinya tidak boleh tidak. Yesus tahu keterbatasan kita, namun Dia menginginkan kita memiliki hati yang rela berbagi. Tidak hanya membantu sesama yang kelaparan secara jasmani, tetapi juga secara rohani. Meskipun persediaan kita tampak terbatas, serahkanlah pada Yesus. Mintalah hikmat dan pertolongan-Nya. Dia akan akan menyediakan dan mencukupkan sehingga kita mampu memberi "makan" sesama yang memerlukan bantuan. --Rellin Ayudya /Renungan Harian

YESUS MENGINGINKAN KITA MENJADI PENGANTAR "MAKANAN"

Sumber : Renungan Harian

Hilang Rasa

KEPEKAAN AKAN DOSA (Efesus 4:17-32)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Perasaan merekatelah tumpul, sehingga mereka menyerahkan diri kepada hawa nafsu dan dengan serakah mengerjakan segala macam perbuatan cemar. (Efesus 4:19)

Gabby Gingras dilahirkan dengan kelainan syaraf yang langka, yaitu Congenital Insensitivity to Pain with Anhidrosis (CIPA). Semua saraf pendeteksi rasa sakit di tubuhnya tidak berfungsi sama sekali. Ia pernah menggigit benda keras sampai giginya copot tanpa meringis. Bahkan, sewaktu masih bayi, ia mencolok mata kiri dengan jarinya sampai buta, juga tanpa merasa kesakitan. Ketidakmampuannya mengalami rasa sakit jelas-jelas mengancam keselamatan nyawanya.

Paulus menggambarkan kondisi orang yang tidak mengenal Allah. Perasaan mereka tumpul, tidak memahami betapa seriusnya dosa dan betapa menyakitkannya konsekuensi dosa. Tanpa kepekaan terhadap dosa, seseorang akan senang melakukan dosa (ay. 19). Langkah demi langkah ia terus menjauhkan diri dari Allah. Jika tidak berbalik, perjalanannya berujung pada maut. Paulus memperingatkan orang percaya, yang telah dipanggil ke dalam kehidupan yang baru, agar tidak menempuh jalan kegelapan ini.

Hari ini adalah permulaan masa persiapan Paskah. Selama masa ini, umat Tuhan diajak mempertajam kepekaan akan dosa. Bagaimana caranya? Pertama, akrabilah firman (ay. 21). Pemazmur berkata bahwa kita menjaga kekudusan dengan firman (Mazmur 119:9). Kedua, tanggalkan dan tinggalkan kebiasaan dosa (ay. 22). Melakukan dosa akan menumpulkan nurani kita. Ketiga, kepekaan terhadap dosa dimulai dari pikiran yang membenci dosa (ay. 23). Mintalah kepada Tuhan untuk menanamkan kebencian yang kudus atas dosa dalam pikiran kita. --JS

KEPEKAAN DAN KEBENCIAN AKAN DOSA MERUPAKAN CIRI KEROHANIAN YANG SEHAT.

Sumber : Renungan Harian

Akibat Dosa

DIKEJAR DOSA (Mazmur 32:1-11)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Dosaku kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan ... dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku. (Mazmur 32:5)

Di kampung kami, puluhan orang ditangkap ketika berjudi, lalu dipenjara beberapa bulan. Pada 2012, seorang bapak yang telah dibebaskan kembali berjudi. Tiba-tiba muncul polisi. Ia berlari secepat mungkin, terjatuh, dan meninggal di tempat, diduga karena serangan jantung. Ternyata polisi itu datang untuk urusan kriminal lain yang juga terjadi di daerah kami.

Sejak dosa berkuasa dalam kehidupan manusia, tak ada lagi yang dapat dilakukan untuk merdeka darinya. Dosa serupa lumpur isap yang menyedot kita. Semakin kita bergerak, semakin kita terjebak di dalamnya. Anak-anak Tuhan pun tak lepas dari dosa, seperti terlihat dengan jelas dalam pengalaman Raja Daud. Ketika ia membiarkan dirinya berzinah dengan Batsyeba, ia membuka lebar pintu bagi dosa. Ia lalu terseret melakukan dosa-dosa lain, termasuk merencanakan kematian Uria, suami Batsyeba, untuk menutupi dosanya.

Selama beberapa waktu Daud memendam dan menyembunyikan dosanya. Mazmur 32 dan 51, yang ditulisnya berkaitan dengan kasus Batsyeba, menunjukkan betapa ia sangat menderita. Ia kehilangan gairah hidup, tertekan (32:34), remuk, dan kehilangan sukacita (51:10, 14). Akhirnya, ia melakukan tindakan yang benar. Ia datang dan mengaku dosanya kepada Tuhan. Dan ia mendapatkan pengampunan.

Apakah Anda bergumul untuk lepas dari dosa dengan upaya sendiri? Apakah sukacita Anda terampas karena dosa yang tersembunyi? Datang dan akuilah kepada Allah, maka Dia akan menyucikan Anda (1 Yoh 1:9). --HT

PENGAMPUNAN DOSA YANG TERSEDIA OLEH ANUGERAH ALLAH, BUKANLAH ALASAN UNTUK HIDUP SECARA SEMBRONO

Sumber : Renungan Harian

Jerat Dosa

DIPUAS-PUASKAN (1 Raja-raja 16:29-33)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Seakan-akan belum cukup ia hidup dalam dosa-dosa Yerobeam bin Nebat, maka ia mengambil pula Izebel, anak Etbaal, raja orang Sidon, menjadi istrinya, sehingga ia beribadah kepada Baal dan sujud menyembah kepadanya. (1 Raja-raja 16:31)

Seorang sahabat pernah berbagi rasa demikian, "Kadang aku merasa heran melihat orang yang berbuat jahat, tetapi seperti tak ada rasa takut atau jera, makin hari makin jahat." Ia pun melanjutkan, "Seperti tak ada puasnya." Setelah bertukar pendapat, kami sepakat, perbuatan jahat bisa membuat seseorang melakukannya terus-menerus, kian hari kian meningkat ukurannya. Dipuas-puaskan entah sampai kapan.

Daud menjadi standar ideal kebaikan seorang raja di Israel. Yerobeam bin Nebat adalah kebalikannya. Para raja yang jahat disejajarkan dengannya. Menjadi setara dengannya berarti rapor merah bagi seorang raja. Tetapi, Raja Ahab dinilai "belum puas" menjadi seperti Yerobeam. Dosanya masih berlanjut, melampaui standar kebobrokan Yerobeam. Dan kitab 1 Raja-raja merekam dengan rinci kekejian yang ia lakukan sejak perkawinannya dengan Izebel. Satu demi satu dosanya bertambah. Tak jera ia terus-menerus melanjutkan kejahatan. Ujungnya, Alkitab menyebutnya sebagai orang yang "memperbudak diri dengan melakukan apa yang jahat di mata TUHAN" (1 Raj 21:20, 25).

Dosa memang bersifat membujuk sedikit demi sedikit. Menggoda, merayu, menyeret, memikat, dan akhirnya menjerat (Yak 1:1315). Jerat perbudakan. Awalnya memikat, ujungnya mengikat. Akhirnya, orang tak berdaya menolak sebab sudah menjadi budak. Budak seks, minuman keras, narkoba, uang, ambisi dan sebagainya. Kristus telah melepaskan kita dari perbudakan dosa. Janganlah kita malah memperbudakkan diri lagi kepadanya. --PAD

SEJAK SEMULA DOSA HARUS DISIKAPI DENGAN TEGAS, SEBELUM KITA DIBUAT MENJADI BUDAK YANG DITINDAS.

Sumber : Renungan Harian

Munafik

MENGHAKIMI DIRI SENDIRI (Matius 7:1-5)

Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu. (Matius 7:1-2)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata "menghakimi" berarti mengadili atau berlaku sebagai hakim. Seyogyanya orang yang  menghakimi adalah orang yang sikap dan tindakan hidupnya benar sehingga ia dapat menghakimi dengan adil. Nyatanya, kita justru  menemukan kondisi yang sebaliknya. Banyak orang menghakimi sesamanya, padahal ia sendiri melakukan kesalahan yang sama.  Penghakiman semacam ini menunjukkan kemunafikan.

Perintah Yesus agar tidak menghakimi merupakan teguran atas kemunafikan orang Farisi yang gemar menghakimi kesalahan orang lain,  namun mengabaikan kesalahan sendiri (ay. 1, 5). Yesus mengingatkan bahwa standar yang kita gunakan dalam menghakimi orang lain juga akan digunakan untuk menghakimi sikap dan tindakan kita (ay. 2). Jadi, jauh lebih baik kita memperhatikan sikap dan tindakan kita  daripada menghakimi sikap dan tindakan orang lain (ay. 4). Kita perlu waspada sebab salah satu cara termudah untuk menutupi kelemahan dan kesalahan sendiri adalah dengan menghakimi kelemahan dan kesalahan orang lain.

Sikap dan tabiat buruk orang lain tampak jelas, padahal sebenarnya  kita memiliki keburukan yang sama. Kita lebih mudah memaafkan kesalahan diri sembari membesarkan kelemahan orang lain. Kala kita mulai fokus pada kesalahan orang lain, berhentilah sejenak dan ujilah diri sendiri. Jangan-jangan kita sedang menutupi kesalahan pribadi. Dengan menguji diri sendiri, kita termotivasi untuk  memaafkan kesalahan orang lain dan tetap mengasihinya. --RS

SAAT KITA MENGHAKIMI SESAMA, KITA KEHILANGAN KESEMPATAN UNTUK MEMAAFKAN DAN MENGASIHI MEREKA.

Sumber : Renungan Harian

Waktu

BUKAN MONOPOLI (Efesus 5:15-21)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif. (Efesus 5:15)

Seandainya hidup itu sebuah permainan monopoli tentu enak. Dalam waktu singkat, kita dapat memiliki banyak uang, tanah, rumah, dan hotel. Nyatanya, hidup tidak bisa seperti itu. Hidup berjalan bukan tergantung pada angka dadu yang muncul. Hidup itu harus direncanakan, dijalani dengan hati-hati, dan dievaluasi dengan tekun.

Alkitab memandang masa hidup sebagai pemberian Tuhan, yang kita terima karena anugerah-Nya. Dalam Efesus 5:15-16, Paulus menegaskan, sebagai anak-anak terang (ay. 1-14) semestinya kita tidak menjalani hidup dengan sembrono seperti orang yang tidak bijaksana, melainkan hidup dengan benar dan baik secara konsisten. Untuk itu, kita perlu mengevaluasi penggunaan masa hidup yang kita lalui. Socrates, seorang filsuf Yunani, berkata, "Hidup yang tidak pernah dievaluasi adalah hidup yang tidak layak dihidupi." Masalahnya, di dunia yang penuh kesibukan ini, kita kerap merasa tidak punya kesempatan untuk rehat sebentar dan mulai memikirkan dengan sungguh-sungguh: "Apakah yang menjadi prioritas saya?"; "Apakah tujuan Tuhan mengaruniakan hidup ini kepada saya?"; "Sudahkah yang saya kerjakan menyenangkan hati-Nya?"

Sebagai anak terang, kita bukan semata-mata berusaha meraih pencapaian yang dianggap membanggakan, namun rindu untuk semakin mengenal Tuhan dalam setiap bagian dari hidup kita. Kita rindu agar hidup yang sedang kita jalani ini bukan kesia-siaan untuk pemuasan nafsu duniawi, melainkan merupakan pelayanan yang memuliakan Tuhan. --DK

MENYIA-NYIAKAN WAKTU BERARTI MENDUKAKAN SANG PEMBERI WAKTU.

Sumber : Renungan Harian

Kepekaan Hati

DOSA YANG TERCEGAH (Kejadian 20:1-18)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Lalu berfirmanlah Allah kepadanya dalam mimpi: "Aku tahu juga, bahwa engkau telah melakukan hal itu dengan hati yang tulus, maka Aku pun telah mencegah engkau untuk berbuat dosa terhadap Aku; sebab itu Aku tidak membiarkan engkau menjamah dia." (Kejadian 20:6)

Seorang gadis remaja yang hamil di luar nikah berniat menggugurkan kandungannya. Ia mendatangi sebuah klinik khusus yang melayani kaum perempuan yang bermasalah seperti dirinya. Tidak disangka, setelah mendapatkan penjelasan tentang proses aborsi, gadis itu mengurungkan niatnya. Ia pun memilih mempertahankan kandungannya. Gadis itu mungkin tidak menyadarinya, namun Tuhan telah bekerja secara diam-diam mencegahnya melakukan aborsi.

Dalam kisah Abraham ini, diceritakan pula bagaimana Tuhan berkuasa mencegah Abimelekh melakukan dosa. Kali ini dengan cara yang lebih terang-terangan. Abraham mengatakan bahwa Sara "hanyalah" adiknya sehingga raja Gerar itu berniat memperistri Sara (ay. 2). Tuhan yang mahatahu segera bertindak, memperingatkan Abimelekh melalui mimpi (ay. 3). Karena Abimelekh memiliki hati yang tulus, ia pun mendengarkan peringatan Tuhan itu dan mengembalikan Sara kepada Abraham (ay. 67).

Kita mungkin pernah mengalami hal yang serupa, yaitu Tuhan mencegah kita ketika kita nyaris berbuat dosa. Dia tidak menginginkan umat-Nya terjerumus ke dalam dosa. Bagaimanakah reaksi kita? Sebagai anak-Nya, kita dapat belajar mengembangkan kepekaan untuk mendengarkan suara Bapa kita dan dan menaati kehendak-Nya. Dia melatih kita untuk memilih perbuatan yang benar dan berguna bagi kesejahteraan kita. Bukankah kita patut bersyukur kepada Tuhan atas penjagaan-Nya terhadap hidup kita sehingga kita tehindar dari berbuat dosa? –YPDU

KUASA TUHAN DAN HATI YANG BERSIH MAMPU MENCEGAH KITA DARI MELAKUKAN DOSA.

Sumber : Renungan Harian

Popular Posts