Monday, May 28, 2012

Jaga Lidah

Kuasa Perkataan (Yakobus 3:1-12)
Oleh : Deny S Pamudji

Sebab kita semua bersalah dalam banyak hal; barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya. (Yakobus 3:2)

Mungkin hal yang paling sulit kita lakukan ialah tidak mengucapkan kata-kata atau tidak bercakap-cakap.  Karena siapa pun kita, pasti ingin menyampaikan apa yang kita rasakan, pikirkan, dan renungkan.  Kita bisa jadi tidak bercakap-cakap dengan orang lain, tetapi kita mungkin bercakap-cakap dengan tuhan, atau pun kita juga bisa bercakap-cakap dengan diri kita sendiri dalam perenungan atau meditasi kita.

Karena begitu mudahnya berkata-kata, maka seringkali kita mengucap kata-kata yang tidak kita inginkan untuk perkatakan.  Bisa jadi setelah mengucapkan kata tersebut seseorang menjadi tersinggung dan sakit hati, dan kita pun setelah menyadari hal itu menjadi menyesal karena telah menyinggung seseorang.

Perkataan bisa membawa akibat positif dan akibat negatif.  Seorang anak yang sering disebut bodoh oleh orangtuanya, akan cenderung menjadi bodoh.  Karena kata bodoh tersebut merasuk jiwanya dan sehingga dia merasa bahwa betul dia seorang anak yang bodoh.  (Para orangtua, berhati-hatilah dengan perkataan kalian!)

Sebaliknya, seorang anak yang disemangati orangtuanya dengan perkataan misalnya, “Kamu pasti bisa mengerjakannya karena kamu mempunyai kemampuan untuk itu” akan merangsang bawah sadar anak itu sehingga anak itu mempunyai keyakinan bahwa dia mampu melakukannya dan akhirnya dia bersemangat untuk memecahkan persoalan yang ada.

Jangan lupa juga bahwa alam semesta dengan segala isinya dijadikan oleh Tuhan melalui perkataan.  Jadilah langit, jadilah bumi, maka semua terjadi.  Dengan perkataan juga, sakit, kelumpuhan, dan kematian menjadi sembuh, berjalan, dan hidup.  Jelas betapa dahsyatnya kuasa perkataan.

Karena ada kekuatan dibalik perkataan, maka kita diharapkan menjaga perkataan kita dari segala umpat, kutuk, gerutu, dan canda yang tiada artinya.  Mengapa begitu?  Supaya dari mulut kita hanya terpencar sesuatu yang positif dan baik.

Firman Tuhan mengatakan siapa yang bisa mengendalikan lidahnya, maka pastilah dia bisa menguasai tubuhnya.  Sebab itu mulailah sekarang belajar mengekang atau mengendalikan lidah kita agar kita hidup berbahagia karena semua yang kita katakan adalah hal yang positif, membangkitkan semangat, menyembuhkan orang, dan menguatkan iman yang lemah.

Semoga kiranya kita merupakan orang-orang yang bisa mengendalikan lidah kita.  Tuhan memberkati.

Friday, May 25, 2012

Pengampunan Tuhan

AMPUNILAH DAN LUPAKANLAH (Yesaya 43:22-28)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

"...Akulah Dia yang menghapus dosa pemberontakanmu oleh karena Aku sendiri, dan Aku tidak mengingat-ingat dosamu." (Yesaya 43:25)

Amy Charmichael, seorang wanita Irlandia yang melayani di India  selama 55 tahun, termasuk penulis yang produktif. Dalam salah satu  bukunya, If (1953), ia menulis: Jika aku berkata, "Ya, aku memaafkan perbuatanmu, tetapi tidak dapat melupakannya, " seolah-olah Allah, yang dua kali sehari membasuh semua pasir di semua pantai di seluruh  muka bumi ini, tidak dapat membasuh ingatan buruk semacam itu dari pikiranku, maka aku tidak tahu apa-apa tentang kasih Kalvari.

Kasih Kalvari menunjukkan pengampunan Tuhan yang luar biasa bagi  manusia yang patut dibinasakan. Perhatikan teguran Tuhan melalui Yesaya: umat-Nya telah memberati Tuhan dengan dosa, menyusahi-Nya dengan kesalahan (ayat 24). Sangat adil jika mereka dibinasakan. Namun, Tuhan berkenan menghapus dosa mereka, dan tidak lagi  mengingat-ingatnya (ayat 25). Bukankah Tuhan Maha Pengingat? Tak mungkin Dia lupa dengan pemberontakan mereka. Dia tidak "mengingat-ingat" menunjukkan bahwa Dia tidak akan mengungkit dosa-dosa itu untuk menentang dan menghakimi mereka.

Hal "mengampuni" kerap menjadi kendala bagi banyak orang. Ketika  merasa disakiti, diperlakukan tidak adil, dirugikan, atau dikhianati, tak jarang kita menyimpan amarah terhadap orang yang menyakiti kita, bahkan dendam. Mungkin kita berkata bahwa kita  bersedia memaafkan, tetapi hati kita tidak. Siapakah kita? Orang-orang yang patut dimurkai dan dibinasakan! Namun, Allah bersedia mengampuni kita dan melupakan dosa-dosa kita! Lebih hebatkah kita dari Allah sehingga kita tidak harus memaafkan sesama  kita dan melupakan kesalahannya? Harapkanlah anugerah dan pertolongan-Nya, lalu ampunilah dan lupakanlah. --SAR

PENGAMPUNAN ALLAH YANG SEMPURNA MEMAMPUKAN SESEORANG MELAKUKAN HAL YANG SAMA TERHADAP SESAMANYA.

Sumber : Renungan Harian

Monday, May 21, 2012

Penghalang

HARTA SURGAWI (Markus 10:17-31)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Tetapi Yesus memandang dia dan mengasihinya, lalu berkata kepadanya, "Hanya satu lagi kekuranganmu: Pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di surga, kemudian datanglah kemari dan ikutlah Aku." (Markus 10:21)

Sembari menunggu mobil saya mendapat perawatan rutin, saya berbincang dengan pemilik bengkel. Ia berkisah bahwa dulu saat masih menjadi pemasok tembakau bagi pabrik rokok, penghasilannya sangat melimpah. Setelah bertobat, ia bergumul dengan pekerjaannya sebab penghasilan itu ia peroleh dari rusaknya kesehatan banyak orang. Ia  lalu menjual gudang beserta isinya dan membuka bengkel. Ia melepaskan sumber pendapatan yang besar bagi hidupnya. Penghasilannya kini terbatas, tetapi ia mendapatkan kepuasan.

Sikap ini bertolak belakang dengan seseorang yang menemui Yesus  untuk mengetahui cara memperoleh hidup kekal. Ia berharap telah memenuhi syarat untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah melalui hidupnya yang saleh menurut hukum Taurat (ayat 20). Dari jawaban Tuhan Yesus kita tahu bahwa hidup kekal hanya diperoleh jika seseorang mengikut Yesus sepenuhnya, tanpa ada yang menahan-nahan pun  menghalang-halangi terlebih harta kekayaan di dunia ini. Persoalannya, harta orang tersebut sangatlah banyak. Ia tak rela melepaskannya, maka mukanya menjadi muram dan pergi dengan sedih (ayat 22). Tuhan Yesus menegaskan bahwa siapa pun yang meninggalkan  segala sesuatu untuk mengikut Dia, akan menerima kembali seratus kali lipat ... dan ia akan menerima hidup yang kekal (ayat 30).

Apakah kita tengah menggumuli panggilan untuk mengikut Yesus sepenuh hati? Masih adakah penghalang yang membuat kita ragu dan bimbang melangkah? Kiranya kasih dan cinta kita kepada Yesus menjadikan kita rela; bahkan mantap melangkah mengikut Dia. --HEM

MENGIKUT KRISTUS SERING BERARTI MENINGGALKAN HARTA BERHARGA. NAMUN APA ARTINYA ITU DIBANDING KEMULIAAN KEKAL NANTI?

Monday, May 14, 2012

Fokus Yang Benar

PERHATIKANLAH ... (Ratapan 3:21-32)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Tetapi hal-hal inilah yang kuperhatikan, oleh sebab itu aku akan berharap: Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu! (Ratapan 3:21-23)

Ada hal-hal yang senang saya lihat di pagi hari. Bunga-bunga yang  semalam menguncup, kembali mekar berseri; anak-anak sekolah melangkah penuh semangat; sayuran segar tertata rapi di gerobak penjual sayur; langit biru membentang menggantikan gelap malam; sinar matahari yang terasa hangat menyentuh kulit. Memperhatikan  "sapaan Tuhan" itu, segala penat kemarin seolah sirna, semangat saya diperbarui lagi.

Di tengah penderitaan, penulis kitab Ratapan mengarahkan  perhatiannya pada hal yang tepat. Ia tidak berfokus pada situasi, tetapi pada kasih setia Tuhan. Ia memperhatikan pagi demi pagi berganti, dan tahu bahwa itu dimungkinkan karena pemeliharaan Tuhan  yang setia (ayat 22- 23). Ia sadar bahwa yang terpenting bagi jiwanya adalah Tuhan, bukan hal yang lain (ayat 24). Di dalam penderitaan dan tekanan hidup, ia percaya akan kebaikan Tuhan (ayat 25). Itulah sukacita dan pengharapannya. Sekalipun tampaknya Tuhan tak segera menyelesaikan masalah, namun ia yakin Tuhan tahu waktu  yang terbaik untuk segala sesuatu, jadi ia pun menanti (ayat 26-32).

Hal apakah yang hari-hari ini merampas perhatian Anda? Badai  masalah? Tekanan hidup? Alihkan perhatian Anda kepada Allah dan  berharaplah kepada-Nya. Kesetiaan-Nya tampak jelas bahkan lewat hal-hal sesederhana sinar mentari dan udara pagi. Perhatikan   bagaimana Dia mencukupkan dalam kebutuhan sehari-hari, bahkan ketika terkadang kita lupa memohonnya. Perhatikan pertumbuhan karakter yang dimunculkannya dalam diri Anda melalui beragam situasi sulit. Perhatikan pertolongan-Nya yang selalu tepat waktu. Ya, perhatikan dan perhatikanlah lagi. --SCL

ARAHKAN PERHATIAN ANDA DENGAN TEPAT: BUKAN PADA BESARNYA MASALAH TAPI PADA BESARNYA TUHAN.

Sumber : Renungan Harian

Terang-Nya

NYATA DALAM KEGELAPAN (Ayub 42:1-6)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau,  tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. (Ayub 42:5)

Gelap kerap diidentikkan dengan hal-hal negatif. Namun, tidak bagi para astronom di Boscha, Lembang. Gelap mutlak diperlukan dalam pengamatan bintang dan benda-benda angkasa nan indah. Sayangnya, pembangunan pemukiman dan gedung-gedung baru membuat langit Bandung dan sekitarnya menjadi makin terang benderang saat malam. Kondisi  ini membuat para peneliti khawatir, pengamatan benda-benda angkasa  lewat teropong bintang tak lagi bisa dilakukan karena polusi cahaya.

Dalam perjalanan hidup bersama Tuhan, kita pun kerap menolak  "gelap". Kita berharap Dia senantiasa membawa kita berjalan dalam terang. Kenyataannya, ada masa ketika Dia membawa kita berjalan melewati lembah kelam. Lihatlah Ayub. Dalam izin dan kedaulatan  Tuhan, Ayub pernah mengalami keadaan yang sangat buruk. Malapetaka  menimpanya bertubi-tubi, hingga Ayub berkeluh kesah (Ayub 3). Tuhan pun menyatakan diri-Nya di tengah badai (Ayub 38-41). Tidak semua pertanyaan Ayub dijawab Tuhan. Namun, apa yang dinyatakan Tuhan itu lebih dari cukup bagi Ayub. Ia mengerti. Sama seperti kilau bintang yang tampak paling indah di kegelapan malam, malapetaka yang Ayub alami adalah sarana yang Tuhan pakai untuk menyatakan Pribadi-Nya  dalam hidup Ayub yang selama ini luput dari pengamatannya (ayat 5).

Gelap tak selamanya buruk. Keadaan apa pun yang kita alami saat-saat  ini dapat menjadi sarana Tuhan menyatakan kasih, kuasa, berkat, dan Pribadi-Nya. Lebih dari itu, Dia rindu kita makin mengenal dan mengalami-Nya secara pribadi, hingga kita dapat mengaku: "... sekarang kukenal Engkau dengan berhadapan muka" (ayat 5 BIS). --OKS

TUHAN MENGIZINKAN KEGELAPAN HADIR DALAM HIDUP ANDA, SUPAYA TERANG-NYA TERLIHAT MAKIN NYATA.

Sumber : Renungan Harian

Friday, May 11, 2012

Rancangan Tuhan

IKAN BESAR (Yunus 1:17-2:10)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Maka atas penentuan Tuhan datanglah seekor ikan besar yang menelan Yunus; dan Yunus tinggal di dalam perut ikan itu tiga hari tiga malam lamanya. (Yunus 1:17)

Orang Ibrani mempunyai keyakinan bahwa "dunia orang mati" itu berada di bawah. Ya, jauh di kedalaman di bawah sana. Gelap; mengerikan; jauh dari hadirat Tuhan. Ketika Yunus dilempar ke dalam lautan yang sedang bergelora, pastilah ia merasa bahwa dirinya  sedang dikirim ke "dunia orang mati" itu. Ternyata tidak! Seekor "ikan besar" menelannya atas perintah Tuhan!

Yunus berada di dalam perut ikan itu tiga hari tiga malam. Ia  menyadari, ternyata di pusat lautan, ia masih hidup (ayat 3). Tuhan belum selesai berurusan dengannya. Yunus bukan saja dikejar-Nya dengan "badai besar" (lihat Yunus 1:12), melainkan juga  ditangkap-Nya dengan "ikan besar". Kini, ia layaknya seorang anak dalam genggaman erat tangan bapanya. Yunus sadar, jika "badai besar" dan "ikan besar" saja taat kepada Tuhan, bukankah sepatutnya ia mematuhi panggilan Tuhan? Ia teringat kepada Tuhan (ayat 7). Dan,  dalam kesempatan hidup yang kedua itulah Yunus bertekad memenuhi nazarnya kepada Tuhan dalam rasa syukur, Yunus berdoa kepada Tuhan (ayat 9). Perut ikan itu seolah malah menjadi sebuah ruang doa yang hening bukan kuburan sepi baginya.

Apakah kita merasa tengah berada di "perut ikan besar" yang menelan  kita setelah kesalahan besar yang kita lakukan pada masa lampau? Mungkin itu adalah kondisi sakit parah, ekonomi yang sedang jatuh, studi yang gagal, cinta yang kandas, atau bahkan jeruji penjara. Tuhan belum selesai dengan kita. Berpalinglah kepada-Nya dan  berdoalah, dengan diiringi keyakinan bahwa kondisi kini apa pun itu justru dapat Dia pakai sebagai "perut ikan" yang akan mengembalikan kita kepada tujuan-Nya yang mulia. --PAD

SEKALIPUN RENCANA KITA GAGAL TERLAKSANA, TUHAN TAK PERNAH GAGAL MEMENUHI RANCANGAN-NYA.

Sumber : Renungan Harian

Thursday, May 10, 2012

Hamba Uang

Bergantung Pada-Nya (Ibrani 13:5)
Oleh : Deny S Pamudji

Janganlah kamu menjadi hamba uang, dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu.  Karena Allah telah berfirman “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkanmu.” (Ibrani 13:5)

Apa artinya hamba uang?  Uang menjadi yang utama.  Segala sesuatu diukur dengan uang. Bahkan persahabatan pun dinilai berdasarkan uang.  Seseorang akan dianggap sahabat jika orang itu bisa memberinya uang atau keuntungan.  Tidak bisa memberi manfaat, maka tidak disebut sahabat.

Hamba uang juga berarti diperbudak uang.  Demi mendapat uang lebih, rela melakukan perbuatan tercela.  Menjadi pembunuh, pencuri, maling, dan koruptur demi untuk uang lebih.  Tidak ada kasih atau toleransi dalam mendapatkan uang lebih.  Bahkan jika perlu teman dekat atau saudara pun dimakan.  Orang yang susah payah berusaha mendapatkan uang, ditipu dengan tanpa kasihan.

Hamba uang juga berarti tetap berusaha mati-matian walau sebenarnya uangnya sudah lebih dari cukup.  Namun dikarenakan kekuatiran akan masa depannya atau demi untuk meningkatkan prestisenya, dia tetap berusaha giat mendapatkan uang.  Tidak ada lagi waktu untuk keluarga, apalagi untuk Tuhan.  Seolah dirinya itulah penentu dari segala harta kekayaan yang ada.

Sebenarnya tidak seorang pun di dunia yang boleh dibilang kecukupan.  Hampir semua merasa kurang dan tantangan iman kali ini ialah bagaimana kita mencukupkan diri dengan apa yang ada.  Bukankah dalam doa yang diajarkan oleh Yesus, juga tedapat pernyataan, berikanlah kami makanan kami yang secukupnya.  (Matius 6:11)

Mengapa hanya makanan dan tidak disebut uang?  Karena itulah kebutuhan pokok kita.  Kebutuhan jasmani yang paling mendasar yang jika kurang atau tidak terpenuhi dapat membuat tubuh ini menjadi lemah, sakit, dan bisa jadi berakibat fatal.

Sebenarnya Tuhan telah mengatur segala sesuatu dengan baik dan kita mengacaukan rancangan itu dengan melakukan kehendak sendiri tanpa pernah bertanya pada-Nya.  Banyak kesaksian kita dengar bagaimana seseorang dengan usaha sendirinya mengumpulkan sekian banyak kekayaan demi kekayaan dan berakhir dengan musibah yang tidak terduga di mana semua hartanya musnah.  Atau ada juga yang setelah memiliki semua, dia sendiri tidak bisa menikmati apa yang didapatnya karena terkena stroke sehingga dia hanya bisa berbaring di tempat tidur dan makan makanan yang terbatas.

Sebaliknya kita juga mendengar banyak kesaksian bagaimana seseorang yang hidupnya biasa saja, tetapi tulus dalam segala sesuatu, mendapat berkat yang berlimpah tanpa perlu berusaha banting tulang siang malam. 

Maka jikalau kita benar menjaga perkataan atau firman-Nya dalam hidup kita, sesuai dengan janji-Nya pada kita, Dia tidak akan pernah membuat kita direndahkan atau dipermalukan.  Dia akan memelihara kita dengan sempurna.  Mari kita ubah pemikiran kita dan belajar untuk mencukupkan diri kita dengan apa yang kita miliki sambil tetap menjaga firman-Nya dalam hidup kita agar rancangan baik Tuhan terwujudkan dalam hidup kita.  Tuhan memberkati selalu.

Tuesday, May 08, 2012

Pertolongan Sejati

PANDANGLAH PADA YESUS (Mazmur 121)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Pertolonganku ialah dari Tuhan yang menjadikan langit dan bumi. (Mazmur 121:2)

Apakah Anda mengenal lagu "Pandanglah Pada Yesus"? Lagu ini ditulis Helen H. Lemmel dalam kondisi hidup yang tidak menyenangkan. Pada  pertengahan usia hidupnya, ia menderita kebutaan yang membuatnya ditinggalkan suami. Ia juga beberapa kali mengalami serangan  jantung. Lagu yang digubahnya itu menjelaskan "rahasia" yang membuat ia mampu bertahan melalui berbagai situasi yang menyesakkan hingga akhir hidupnya.

Jauh sebelum Helen mengalami berbagai pergumulannya, pemazmur mengalami kerumitan hidup yang tak kalah besar dan menggubah pula  pujian yang indah dalam Mazmur 121. Dalam kesulitan, ia berusaha mencari pertolongan. Ia memandang ke gunung-gunung (ayat 1) dan Tuhan (ayat 2). Gunung-gunung batu yang kokoh secara fisik memang dapat menjadi tempat perlindungan yang baik dari serangan musuh.  Namun, pemazmur tahu bahwa gunung-gunung itu tidak dapat menjamin keamanan seutuhnya. Ia menyadari bahwa pertolongan sejati itu datang dari Tuhan, meski Dia secara fisik tak tampak. Ia yakin bahwa hanya  Tuhan yang mampu menjagainya 24 jam, menaunginya dari segala bahaya, dan yang tidak pernah terlelap (ayat 3-8). Pertolongan Tuhan itulah  yang memampukannya melewati setiap pergumulan.

Hidup yang kita jalani tidak mudah. Ada tantangan dan badai yang  harus dilalui. Di tengah berbagai kesulitan hidup, kepada apa atau  siapa kita mengarahkan pandangan kita meminta kekuatan dan pertolongan? Adakah hal-hal lain, selain Tuhan, yang menjadi sumber  pengandalan diri kita? Pandanglah kepada Yesus Pribadi yang dapat memberi pertolongan sejati, dan memampukan melewati pergumulan  dengan cara-Nya. --BER

LELAH DAN SUSAHKAH JIWAMU, SERTA GELAP GULITAKAH? PANDANGLAH T'RANG JURUS'LAMATMU, HIDUPMU 'KAN BAHAGIALAH.(KIDUNG PUJI-PUJIAN KRISTEN NO. 174)

Monday, May 07, 2012

Popularitas

Bukan Mencari Ketenaran (Markus 1:40-45)
Oleh : Deny S Pamudji

Berbeda dengan kecenderungan orang zaman sekarang, yang selalu ingin mencari popularitas atau ketenaran atau pencitraan, Yesus justeru merupakan tokoh yang bersahaja (low profile) bahkan boleh dikatakan tidak mau terlalu banyak orang tahu akan hal-hal yang ajaib (supra natural) yang dimiliki-Nya.

Mengapa Yesus tidak mau orang mengetahui kemampuan diri-Nya?  Karena semakin banyak orang mengetahui kemampuan-Nya, maka semakin akan banyak orang yang datang kepada-Nya bukan karena ingin mendengar atau menikmati ajaran-Nya, melainkan mereka datang semata-mata untuk mendapat mukjizat.

Tidak salah juga jika orang berharap akan mukjizat, terutama bagi orang yang sudah sakit bertahun-tahun, kehilangan salah satu anaknya (ditinggal mati), dirasuk roh-roh jahat, buta, tuli, lumpuh.  Apalagi jika mengidap suatu penyakit yang disebut kusta.  Di mana setiap orang yang bertemu dengannya akan menghindar.  Di mana setiap kali dia berjalan, di dalam kesakitannya, dia masih harus meneriakkan kata ‘najis, najis, najis’ agar setiap orang yang akan berhadapan/bertemu dengannya bisa tahu akan ada seorang kusta yang akan melintas.

Ada seorang penderita kusta yang rupanya telah mendengar tentang Yesus dan mukjizat yang dapat dilakukan-Nya.  Maka dengan segala upayanya, dia tidak ragu untuk menemui Yesus dan ketika dia bisa menghampiri Yesus, dia segera berlutut padanya dan menyatakan imannya “Kalau Engkau (Yesus) mau.  Engkau dapat mentahirkan aku.”

Iman yang sungguh dan direspon oleh Yesus “Aku mau, jadilah engkau tahir.”  Seketika itu pula, kustanya hilang total dan dia menjadi orang yang sehat sempurna.  Yesus kemudian menasihatkan dia untuk melakukan aturan Taurat agar dia segera menemui para imam sehingga bisa dinyatakan sebagai tahir dan juga mempersembahkan persembahan syukur serta yang terpenting tidak memberitahukan orang lain tentang kesembuhan yang Yesus perbuat.

Namun sukacita orang itu tidak dapat dibendung.  Di mana-mana dan ke mana-mana dia berada, dia bersaksi tentang kesembuhan yang Yesus lakukan dan akibatnya Yesus menjadi tenar sehingga sulit bagi-Nya untuk melakukan perjalanan misi dalam menyebarkan ajaran tentang Kerajaan Allah.

Popularitas bukanlah hal yang Yesus cari.  Apakah kita justeru sebaliknya ingin membuat diri kita menjadi populer atau lebih populer daripada Yesus?  Jangan lupa kita mengemban amanat untuk mengabarkan berita suka cita pada setiap orang.  Jangan sampai kita lebih mencari kepopularitasan lebih daripada tugas yang harus kita lakukan.  Tuhan Yesus memberkati selalu.

Wednesday, May 02, 2012

Kendala Pribadi

PENGHALANG CINTA (Kisah Para Rasul 10:1-48)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Lalu mulailah Petrus berbicara, "Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Allah tidak membedakan orang." (Kisah Para Rasul 10:34)

Konflik horizontal, baik yang berlatar belakang agama atau suku di berbagai tempat, menyisakan banyak cerita pilu dan menyedihkan. Luka-luka batin menggores hati dan perasaan pihak-pihak yang berseteru. Dan, luka yang muncul tidak mudah untuk dipulihkan. Tidak jarang kemudian muncul kebencian yang mendalam terhadap kelompok lain. Kalaupun tidak ingin membalas dendam, paling tidak mereka  tidak akan lagi mau bersentuhan dengan kelompok yang mereka anggap sebagai musuh.

Allah bermaksud mengutus Petrus untuk menyampaikan Injil kepada  Kornelius, seorang non-Yahudi yang takut akan Allah. Petrus pernah  menerima pesan Tuhan Yesus untuk menjadikan segala bangsa murid-Nya. Namun, ketika kesempatan untuk menjangkau bangsa lain itu ada di depan mata, Petrus memiliki keberatan pribadi. Darah Yahudi dan rasa  bangga yang salah membuat ia sulit untuk mengasihi orang-orang  non-Yahudi. Kendati Petrus tahu Kornelius sangat membutuhkan Injil, hatinya belum mampu menuruti keyakinannya itu. Maka melalui  penglihatan, Allah membenahi konsep Petrus. Allah ingin menggarisbawahi Amanat Agung-Nya dengan memperlihatkan kasih dan  kepedulian-Nya kepada segala bangsa.

Apakah kendala kita memberitakan Injil? Apakah kita punya daftar  orang-orang yang tidak kita sukai dan karenanya kita anggap "tidak  layak" mendengar Injil? Ataukah kita merasa ada sekelompok orang yang "lebih pantas" didahulukan untuk diselamatkan? Kalau kita  percaya bahwa Injil diperuntukkan bagi semua orang, mari buktikan dengan memberikan cinta yang sama kepada setiap manusia, siapa pun  mereka. --PBS

BUKALAH MATA, SADARILAH BAHWA SETIAP JIWA DI SEKELILING KITA, SIAPA PUN MEREKA, AMATLAH BERHARGA.

Sumber : Renungan Harian

Yudas

PENYESALAN YANG BENAR (Matius 27:1-10)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Pada waktu Yudas, yang menyerahkan Dia, melihat bahwa Yesus telah dijatuhi hukuman mati, menyesallah ia ... lalu pergi dari situ dan menggantung diri. (Matius 27:3,5)

Pernahkah Anda merasa bersalah dan menyesal setengah mati setelah melakukan sesuatu? Saya cukup sering mengalaminya. Seringkali rasa sesal itu begitu kuat mencengkeram saya sehingga sepanjang hari saya tidak bisa melakukan hal lain. Saya malu dan marah pada diri sendiri dan biasanya tidak ingin bertemu dengan siapa pun. Bahkan, pernah  berpikir ingin lenyap dari dunia ini.

Saya pikir, itulah yang juga dirasakan Yudas setelah menjual Yesus  (ayat 3). Menyesal. Akan tetapi, rupanya menyesal (Yunani: metamellomai) tidak menjamin adanya pertobatan. Tenggelam dalam penyesalannya, Yudas pergi menggantung diri (ayat 5). Mungkin ia terlalu malu untuk kembali dan mengakui kesalahannya kepada  murid-murid yang lain. Ia kehilangan kesempatan menerima pengampunan Tuhan. Kontras dengan Petrus yang menangisi dosanya, tetapi kemudian kembali mengikut Tuhan (lihat pasal 26:75, Yohanes 21). Dalam bagian Alkitab yang lain dukacita Yudas disebut sebagai dukacita dari dunia (lihat 2 Korintus 7:10). Pusatnya adalah diri sendiri. Sementara,  dukacita yang menurut kehendak Allah "menghasilkan pertobatan". Kata pertobatan dalam bahasa Yunani adalah metanoia, yang artinya berubah pikiran atau berbalik dari dosa.

Sungguh baik jika kita menyadari kesalahan kita dan menyesal. Namun, jangan biarkan penyesalan membuat kita tidak bisa melanjutkan hidup seperti Yudas. Datanglah kepada Tuhan dalam pengakuan yang jujur.  Carilah rekan yang dewasa rohani untuk mendampingi dalam proses tersebut. Metanoia. Tinggalkanlah dosa dan mulailah babak baru  bersama Tuhan. --ELS

MENYESAL SAJA MEMBAWA DUKA. MENYESAL DAN BERUBAH MEMBAWA KEMENANGAN.

Sumber : Renungan Harian

Pemilik Sesungguhnya

MEMPERSEMBAHKAN HIDUP (Lukas 21:1-4)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

"Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan seluruh nafkah yang dimilikinya." (Lukas 21:4)

Kita terkadang bingung jika ditanya tentang persembahan.  Sepersepuluh dari penghasilankah? Atau, berapa nominal persembahan yang menyukakan-Nya? Sebuah pelajaran penting bisa kita dapat dari kisah janda miskin yang menghaturkan persembahan.  Jika saat itu kita ada di Bait Allah, kita akan melihat pemandangan  yang kontras: di antara orang-orang kaya yang memasukkan persembahan ke dalam peti persembahan, ada janda miskin yang memasukkan "hanya" dua uang tembaga-pecahan uang paling kecil (ayat 2)! Manakah dari kedua persembahan itu yang Tuhan apresiasi? Tak disangka, persembahan si janda miskin menyukakan hati-Nya. Meski jumlahnya  sangat tak bernilai untuk dipuji, tetapi di mata Tuhan Yesus, persembahannya lebih bernilai dibandingkan persembahan orang-orang kaya (ayat 3). Tuhan melihat arti uang sejumlah itu bagi si janda miskin. Itu jumlah uang yang ia miliki untuk melanjutkan  hidupnya-nafkahnya (ayat 4). Dalam soal memberi kepada Allah, janda miskin tak perhitungan. Ia memberikan seluruh miliknya. Kemiskinan bukan alasan baginya untuk tak memberi persembahan kepada Allah! Ia percaya Allah memelihara hidupnya. Ia meletakkan kepercayaannya  kepada Allah, bukan pada uang yang ia miliki! Inilah persembahan yang menyukakan Tuhan!

Randy Alcorn, dalam Prinsip Harta, menulis: "Selama saya memiliki  sesuatu, saya meyakini bahwa sayalah pemiliknya. Namun, saat saya memberikannya, saya melepaskan kendali, kekuasaan, dan harga diri yang mengiringi kekayaan ... saya menyadari bahwa Allah-lah Sang Pemilik." Sudahkah kita menghaturkan persembahan dengan diiringi  keyakinan bahwa Dialah pemilik harta kita? Selamat mempersembahkan yang terbaik. --ENO

PERSEMBAHKAN HIDUP ANDA KEPADA TUHAN, ITULAH IBADAH YANG SEJATI

Sumber : Renungan Harian

Popular Posts