Monday, January 28, 2013

Lakukan Yang Terbaik

HARUS JADI NOMOR SATU? (1 Korintus 9:24-27)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Tidak tahukah kamu bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu, larilah sedemikian rupa, sehingga kamu memperolehnya! (1 Korintus 9:24)

Seorang pemuda menulis di blog-nya: "Belakangan saya merasa, hidup ini adalah sebuah persaingan. Orang-orang bersaing untuk mendapat  kepuasan, kesuksesan, dan berbagai hal lainnya. Mulai dari tukang jualan, tukang ojek, supir angkot, mahasiswa, karyawan, semuanya ingin mendapatkan yang lebih baik daripada orang lain. Dalam kehidupan spiritual pun orang bersaing mendapatkan amal baik sebanyak-banyaknya demi pintu surga-Nya ...." Apakah Anda juga menganggap kehidupan ini adalah sebuah medan persaingan?

Membaca tulisan Paulus dalam ayat 24 ada kesan bahwa orang kristiani  harus bisa bersaing dan jadi nomor satu. Namun, jika kita perhatikan  lagi, Paulus sebenarnya sedang memberi ilustrasi tentang sikap berusaha sebaik mungkin untuk memperoleh hadiah yang telah disediakan. Dalam perlombaan, hadiah utamanya hanya satu, tetapi dalam kehidupan kristiani, kita semua dapat menerima hadiah yang disediakan Tuhan. Paulus tidak sedang mendesak jemaat untuk saling bersaing. Sebaliknya, ia sedang mendorong mereka untuk melakukan segala sesuatu bagi Tuhan dengan intensitas yang sama seperti seorang pelari dalam lomba.

Kompetisi yang sehat dapat menjadi arena yang baik untuk mendorong orang memberikan apa yang terbaik. Namun, jiwa bersaing yang selalu ingin menang sendiri adalah sikap yang egois, lahan subur bagi iri  hati, cemburu, dan perseteruan. Kita kehilangan sukacita ketika  orang lain berhasil karena cenderung memandang mereka sebagai lawan. Pertanyaan yang seharusnya diajukan untuk memacu diri bukanlah:    "Apakah kita menang?", melainkan, "Apakah kita telah melakukan yang terbaik?" --ITA

MEMBERIKAN YANG TERBAIK ADALAH WUJUD PENGHORMATAN KITA KEPADA TUHAN.

Sumber : Renungan Harian

Wednesday, January 23, 2013

Mimpi

DASAR BERTINDAK (Galatia 1:11-23)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Karena aku tidak menerimanya dari manusia dan bukan manusia yang mengajarkannya kepadaku, tetapi aku menerimanya melalui penyataan Yesus Kristus. (Galatia 1:12)

Pada tahun 1973, Loren Cunningham memimpin tim Youth With A  Mission (YWAM) untuk membeli sebuah kapal besar bagi penginjilan dunia dan menjadi sorotan publik. Segala kelancaran membuat fokus mereka beralih dari Tuhan kepada kapal. Tuhan menegur melalui  firman-Nya dan menyatakan bahwa mimpi tentang kapal itu harus "mati". Sedih, hancur, malu, mungkin menggambarkan suasana hati  Loren dan tim ketika harus membatalkan pembelian dan kehilangan uang muka. Namun, ia menulis: Tuhan memberi kami kesempatan untuk memberi  penghormatan yang lebih besar bagi-Nya dengan membiarkan mimpi kami mati, sehingga Dia dapat membangkitkan-Nya kembali. Sembilan tahun kemudian, kapal penginjilan YWAM yang pertama dinamakan Anastasis yang artinya "kebangkitan"

Kesaksian ini mengingatkan saya pada awal pelayanan rasul Paulus.  Bayangkanlah perasaannya saat menjadi "sorotan publik": ini dia si  penganiaya jahat, syukurlah sekarang ia bertobat. Ia harus kehilangan karir dan reputasinya di antara para pemuka agama Yahudi,   meninggalkan Yerusalem untuk pergi ke Arab, bersaksi di tengah bangsa non Yahudi. Rasul terpelajar ini juga harus belajar bekerjasama dengan para rasul lain dari latar belakang nelayan dan tukang kayu (ayat 18-19). Namun yang menjadi dasar Paulus melangkah adalah pernyataan Tuhan, bukan manusia, jadi ia tidak mundur (ayat11-12). Hasilnya? Tuhan dimuliakan (ayat 23)!

Apa yang akan Anda lakukan jika Tuhan berkata bahwa mimpi-mimpi Anda  harus mati agar Dia mendapat penghormatan yang lebih besar? Apa yang akan Anda jadikan dasar untuk bertindak? Pendapat manusia, atau  kebenaran firman Tuhan? --ELS

TUHAN, TOLONG AKU PEKA DAN TAAT ARAHAN-MU KARENA RENCANA-MU JAUH LEBIH BAIK DARI RENCANAKU

Sumber : Renungan Harian

Potensi Diri

BIBIT UNGGUL (Matius 4:18-22)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Yesus berkata kepada mereka, "Mari, ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." (Matius 4:19)

Menjelang tahun ajaran baru banyak sekolah atau perguruan tinggi mengadakan seleksi penerimaan siswa atau mahasiswa baru. Mereka berlomba mencari bibit unggul yang akan dididik selama beberapa waktu. Dalam seleksi tersebut beberapa orang sudah disingkirkan  sedari awal karena mereka dianggap tidak memenuhi syarat dan diprediksi tidak akan berhasil. Ini sebuah penghakiman yang muncul dari sikap pesimis akan kemampuan calon peserta didik

Ketika Tuhan Yesus akan memilih murid tentu Dia memiliki beberapa pertimbangan. Dia memiliki rencana besar atas dunia ini yang akan  diteruskan oleh para murid-Nya. Namun anehnya, untuk tugas sepenting itu Dia tidak melangkahkan kaki-Nya ke tempat di mana biasanya para bibit unggul berkumpul. Dia tidak ke "sekolah teologia" setempat  untuk mencari beberapa murid terbaik. Dia pergi ke tepi danau dan  bertemu dengan beberapa nelayan. Dia menjumpai orang-orang yang sederhana baik dalam hal pendidikan maupun pekerjaan. Dengan optimis  Dia memanggil mereka untuk dibentuk seperti yang Dia mau. Dia mengenal potensi yang diberikan Allah di balik kesederhanaan mereka

Mungkin Anda pesimis karena merasa bukan "bibit unggul". Tuhan dapat membentuk dan memakai Anda! Mungkin Anda merasa kurang semangat bahkan putus asa apabila diminta menolong atau memimpin orang yang tampaknya kurang memiliki masa depan cerah. Orang-orang yang mungkin sangat sederhana dan rasanya akan lamban untuk bergerak maju.  Pandanglah potensi yang diletakkan Allah di balik kesederhanaan itu. Lihatlah bagaimana Dia berkarya ketika kita dengan tekun dan  bersungguh hati mengerjakan bagian kita untuk membimbing mereka. --PBS

SERINGKALI MELALUI ORANG-ORANG YANG SEDERHANA DAN BIASA, ALLAH MEMILIH UNTUK BEKERJA SECARA LUAR BIASA

Sumber : Renungan Harian

Wednesday, January 16, 2013

Honesty

Making It Right (Luke 19:1-10)

If I have taken anything from anyone by false accusation, I restore fourfold. —Luke 19:8

It was a perfect day for our garage sale—bright and warm. People rummaged through clothing, paperbacks, and mismatched dishes. I noticed a young woman looking at a string of white beads. A few minutes later, the necklace vanished along with its admirer. I spotted her in the street, jogged the length of my driveway, and discovered the missing jewelry nestled in her palm. As we faced each other with the knowledge of what had happened, she volunteered to pay for the stolen item.

Zacchaeus, the tree-climbing tax collector, met Jesus and was changed. He vowed to repay four times the amount of money he had dishonestly taken from others (Luke 19:8). In those days, tax collectors frequently overcharged citizens and then pocketed the extra funds. Zacchaeus’ eagerness to pay back the money and to donate half of what he owned to the poor showed a significant change of heart. He had once been a taker, but after meeting Jesus he was determined to make restoration and be a giver.

Zacchaeus’ example can inspire us to make the same kind of change. When God reminds us about items we have taken, taxes left unpaid, or ways we have wronged others, we can honor Him by making it right. —Jennifer Benson Schuldt

Help me, dear Lord, to be honest and true
In all that I say and all that I do;
Give me the courage to do what is right
To bring to the world a glimpse of Your light. — Fasick

A debt is never too old for an honest person to pay.

Source : Our Daily Bread

Helping Others

God Must Love Me More (Job 12:1-10)

A [disaster] is despised in the thought of one who is at ease; it is made ready for those whose feet slip. —Job 12:5

During a difficult recession, I organized a support group for fellow Christians to help them cope with unemployment. We provided resumé reviews, networking, and prayer support. One problem emerged: Whenever someone got a job, he or she almost never returned to the group to offer encouragement. That increased the loneliness and isolation of those left in the group.

Worse, though, were comments from those who had never experienced a job loss. They mirrored the accusations of Job’s friends in his suffering: “If you were pure and upright, surely now [God] would awake for you, and prosper [you]” (8:6). By chapter 12, Job is starting to express things in terms modern workers can understand. He says that he feels despised by those whose life is easy (v.5).

When things are going well for us, we may start to think that we who don’t have troubles are better somehow, or are more loved by God, than those who are struggling. We forget that the effects of this fallen world are indiscriminate.

We are all loved by the Lord and we all need Him—in good times and bad. The successes, abundance, and positions that God has given to us are tools to help us encourage others in their time of need. — Randy Kilgore

Give us the humility, Lord, not to act like Job’s friends
who accused him of sin because of his trials. Show us
how to help those who are struggling so that we might
give the kind of encouragement You have given us.

Humility toward God makes us gentle toward others.

Source : Our Daily Bread

Sunday, January 13, 2013

Setia

Kisah Rut (Rut)
Oleh : Deny S Pamudji

Rut adalah salah seorang dari mantu Naomi yang ketika dimohonkan untuk pulang kepada orangtuanya / kampung halamannya, menolak dan lebih memilih turut bersama Naomi pulang kampung ke Yehuda walaupun dengan status yang tidak menyenangkan yakni janda.

Tidak ada keraguan bagi Rut untuk tetap mengikuti mertuanya, Naomi.  Rut sudah menyatu dengan keluarga Naomi secara jasmani maupun rohani.  Rut telah memiliki keyakinan yang sama seperti Naomi (… Allahmulah Allahku … Rut 1:16).  Rut yakin Allah pasti memperhatikan dan memeliharanya.

Keyakinan Rut dibuktikan dengan ketekunan Rut menghadapi kesukaran hidup.  Rut  rela melakukan pekerjaan hina memungut sisa jelai dari berkas-berkas jelai yang terlewati penyabit-penyabit jelai. (Kaum Yehuda memiliki aturan bahwa penyabit-penyabit jelai tidak boleh kembali ke tempat yang telah dilewatinya untuk mengambil berkas-berkas yang telah terlewatkan.)

Ketekunan Rut dalam memungut jelai dari berkas-berkas jelai ternyata mendapat perhatian dari Boas yang masih saudara dari Elimelekh, suami dari Naomi.  Setelah melalui proses pengambilan hak dan kewajiban dengan saudara dari Elimelekh lainnya, Boas berhasil mendapatkan hak dan kewajiban atas Naomi dan mantunya, Rut.  Maka terbukalah secara sah menurut hukum Yehuda untuk Boas memperisteri Rut.  Dari pernikahan ini lahirnya Obed, yang kemudian memperanakan Isai, Isai memperanakan Daud, yang merupakan garis keturunan dari Yesus.

Beberapa pelajaran yang dapat kita ambil dari Rut ialah keyakinan memerlukan ketekunan dan kesetiaan karena tidak selalu kita mendapatkan hal-hal yang menyenangkan.  Seringkali kita harus menghadapi banyak kesulitan, harus menghadapi pandangan negatif orang lain, harus berani menghadapi malu atau terhina, harus merendahkan hati, harus menahan diri dari melakukan kehendak pribadi kita.  Keyakinan memerlukan totalitas penyerahan diri bahwa Allah pasti sanggup melakukan yang terbaik untuk kita.  Keyakinan memerlukan kesabaran dan harapan yang tidak mudah pudar.  Tuhan Yesus memberkati.

Monday, January 07, 2013

Prayer Time

Time Out (Acts 11:19-26; 13:1-3)

Then, having fasted and prayed, and laid hands on them, they sent them away. —Acts 13:3

El Bulli restaurant, 2 hours north of Barcelona, is so popular that customers must reserve a table 6 months in advance. But noted Spanish chef Ferran Adrià decided to close the doors of his award-winning restaurant for 2 years so he and his staff could have time to think, plan, and innovate. Adrià told Hemispheres Magazine, “If we are winning all the prizes, why change? Working 15 hours a day leaves us very little time to create.” In the midst of great success, they took time out for what is most important to them.

The first-century church in Antioch experienced a time of exciting growth when “a great number believed and turned to the Lord” (Acts 11:21). As a result, Barnabas and Saul came to teach the new believers (vv.25-26). But along with the hard work, they took time to seek the Lord through prayer and fasting (13:2-3). Through this, God revealed His plan for taking the gospel into Asia.

Few people can take 2 years off to think and plan. But all of us can build time into our schedule to seek the Lord earnestly through prayer. As we open our hearts and minds to God, He will be faithful to reveal the steps of life and service that honor Him. —David McCasland

There is a blessed calm at eventide
That calls me from a world of toil and care;
How restful, then, to seek some quiet nook
Where I can spend a little time in prayer. —Bullock

Prayer is as important as breathing.

Source : Our Daily Bread

Bertindak

PURA-PURA TIDAK TAHU (Ulangan 22:1-4)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

"Apabila engkau melihat, bahwa lembu atau domba saudaramu tersesat, janganlah engkau pura-pura tidak tahu; haruslah engkau benar-benar mengembalikannya kepada saudaramu itu". (Ulangan 22:1)

Pernah beredar sebuah video pendek di media massa tentang seorang anak yang tertabrak di jalan yang cukup ramai. Anehnya, beberapa  orang yang melihat sang anak yang tergeletak, hanya memandangnya dan berlalu tanpa peduli. Sampai kemudian, seorang wanita menghampiri sang anak lalu bergegas menolongnya. Wanita ini akhirnya memperoleh  penghargaan dari pemerintah setempat. Bersamaan dengan itu, bermunculanlah kecaman terhadap penduduk setempat yang tidak peduli terhadap korban.

Mengambil inisiatif untuk menolong orang lain bukan pilihan yang otomatis akan diambil kebanyakan orang. Tetapi umat Tuhan diminta  hidup berbeda dari orang-orang yang tidak mengenal-Nya, seperti tecermin dari peraturan tentang tolong-menolong yang kita baca. Di sana Allah memerintahkan agar umat-Nya berusaha mengembalikan atau merawat binatang peliharaan milik saudaranya yang tersesat atau   mengalami celaka. Ini berlaku juga untuk barang apapun yang mereka temukan. Mereka tidak boleh "cuek" atau pura-pura tidak tahu.   Tindakan yang demikian akan membuat orang yang kehilangan terhindar dari kerugian dan bersukacita karenanya. Ini adalah perintah yang    indah, melatih kepedulian dan inisiatif untuk berbuat baik.

Bagaimanakah kita berespons terhadap kemalangan atau kekurangberuntungan orang lain? Bukan kita yang merancang kecelakaan  dan kemalangan mereka, tetapi kita ada dalam posisi yang dapat menolong mereka. Apakah itu sebuah kebetulan? Ataukah kesempatan  yang Tuhan berikan untuk menyatakan kasih-Nya secara personal? Apakah kita melakukan sesuatu? Ataukah kita berlalu dan pura-pura  tidak tahu? --PBS

KASIH KEPADA SESAMA MENDORONG KITA MELAKUKAN YANG TERBAIK BAGINYA.

Sumber : Renungan Harian

Serakah

DIBERKATI UNTUK BERBAGI (1 Raja-raja 21:1-16)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Segera sesudah Ahab mendengar, bahwa Nabot sudah mati, ia bangun dan pergi ke kebun anggur Nabot, orang Yizreel itu, untuk mengambil kebun itu menjadi miliknya. (1 Raja-raja 21:16)

Saya pernah melihat sekelompok orang yang bermain kartu sambil bertaruh. Di arena judi semacam itu, fokus para pemain cuma satu,  yaitu bagaimana menambah jumlah uangnya. Ada tawa puas ketika bisa mengeruk uang taruhan. Mereka tak peduli jika tawa mereka berarti  kemalangan bagi orang lain yang kalah. Kekalahan lawan justru akan memperlebar senyum mereka. Judi memang tidak mengenal belas kasihan.

Raja Ahab menginginkan milik pusaka keluarga Nabot, yaitu kebun  anggurnya, karena dekat dengan rumahnya. Padahal, ia sebenarnya  punya kebun-kebun anggur yang lebih baik (ayat 2). Ketika keinginannya tak terpenuhi, ia sangat gusar. Lalu Izebel, istrinya dengan licik merancang perampasan kebun tersebut. Kekayaannya yang banyak rupanya tak membuat mereka puas. Mereka malah memanfaatkan   kekuasaan yang mereka punya untuk mengambil milik orang lain. Bukannya berbagi untuk melayani rakyat, mereka justru sibuk menambah milik mereka lagi dan lagi.

Mengapa orang seringkali sulit memperhatikan dan melayani orang  lain? Karena hati dan pikirannya penuh dengan dirinya sendiri. Selama kita demikian, maka pelayanan akan selalu tidak pernah bisa keluar dari diri kita. Apakah rasa tak puas sedang menjalari hati Anda? Berusaha memuaskannya takkan ada habisnya. Kebahagiaan Anda dan orang lain justru akan digerogotinya. Pandanglah pada Tuhan dan  berkat-berkat yang telah diberikan-Nya, lalu lihatlah sesama yang Dia minta kita kasihi. Dia memberkati Anda untuk berbagi. --PBS

FOKUS PADA DIRI SENDIRI MEMBUAT KITA SULIT MELAYANI.

Sumber : Renungan Harian

Saturday, January 05, 2013

Nilai Pemberian

Persembahan Janda Miskin (Lukas 21:1-4)
Oleh : Deny S Pamudji

Diceritakan Yesus sedang mengajar di rumah ibadat dan banyak orang-orang disekitarnya mendengarkan ajaran-Nya.  Diantara mereka ada yang benar-benar haus akan firman Allah, tetapi ada juga yang mendengarkan dengan maksud mencari-cari kesalahan Yesus agar dapat menyeret Yesus ke pengadilan sebab Yesus dianggap telah menghancurkan citra para ahli Taurat dan kaum Farisi karena Yesus mengajar dengan contoh dan perbuatan serta dengan dialog yang terbuka sehingga pengajaran-Nya menjadi pengajaran yang hidup dan bukti kuasa Allah dapat dinyatakan.

Pada saat itu, Yesus memperhatikan bagaimana orang-orang memberi persembahan di rumah ibadat.  Orang-orang kaya memberi banyak persembahan, sementara ada seorang perempuan janda miskin yang memberi hanya sedikit.  Tetapi Yesus mengatakan pemberian dari perempuan janda miskin ini melebihi daripada yang diberikan orang-orang kaya.

Yesus memberikan alasan-Nya karena orang kaya memberikan sebagian dari hartanya (yang banyak) sementara perempuan janda miskin itu memberi apa yang dimilikinya (seluruhnya) saat itu.  Kualitas (nilai) dari persembahan perempuan janda miskin melebihi daripada kuantitas (jumlah) persembahan orang-orang kaya.

Nilai persembahan perempuan janda miskin itu lebih karena di dalam persembahan yang diberikan ada ketaatan, iman, kerelaan, dan suka cita.  Dia taat dalam memberi persembahan.  Dia beriman bahwa dia memberi untuk Tuhan dan Tuhan pasti akan memperhatikannya.  Dia rela karena dia tidak menahan sedikit pun untuknya.  Dia rela untuk tidak membeli sesuatu akibat dari uang yang dimilikinya diberikan semuanya.  Dia suka cita karena dia telah melakukan sesuatu yang diimaninya dengan ketaatan dan kerelaan.

Ketika kita memberi persembahan, apakah kita memberi dengan kuantitas atau kualitas? Apakah kita memberi untuk mendapatkan penghargaan manusia ataukah kita memberi karena ketaatan, iman, dan kerelaan kita?  Semoga kiranya kita dapat memberi dengan kuantitas yang berkualitas.  Tuhan Yesus memberkati.

Friday, January 04, 2013

Rancangan

Melibatkan Tuhan (Yakobus 4:13-17)
Oleh : Deny S Pamudji

Pada setiap menjelang akhir tahun, biasanya kita membuat resolusi atau rencana yang akan kita lakukan dalam tahun mendatang.  Terkadang kita tidak hanya membuat untuk 1 tahun mendatang, kita bahkan merancang untuk beberapa tahun ke depan.  Semua itu tidak ada salahnya, namun Firman Tuhan mengisyaratkan bahwa rancangan apa pun sebaiknya kita sadar bahwa kita tidak berdaya apa pun.  Karena apa pun rancangan kita, jikalau Tuhan tidak memperpanjang kehidupan kita, maka rancangan itu menjadi sia-sia.  Hal lainnya ialah kita sering tidak melibatkan Tuhan dalam merancang sesuatu.  Namun anehnya, kita sering kali mengeluh pada Tuhan ketika apa yang kita kerjakan gagal atau kurang berhasil.

Bagaimana sebaiknya kita merancang sesuatu?  Pertama kita harus menyadari misi apa yang Tuhan telah berikan pada kita.  Ketika kita bertobat, kita telah menyatakan sesuatu pada Tuhan atau Tuhan menugaskan sesuatu pada kita.  Jadi ketika merancang, kita harus mengingat itu.

Kedua kita harus mengakui otoritas Tuhan yang penuh.  Jangan kita menganggap seolah-olah kita pemilik hidup dan kehidupan ini.  Malah disarankan dalam mengatakan sesuatu mengenai masa depan, kita perlu mengatakan ‘Jika Tuhan menghendaki’.  Kita sudah melupakan ini.  Malah sepupu kita yang selalu mengatakannya.  Mereka selalu mengatakan ‘Insya Allah’ yang artinya persis sama dengan ‘Jika Tuhan menghendaki’.

Ketiga kita perlu berdiskusi dengan Tuhan.  Apa pun rancangan kita, patut kita sampaikan pada Tuhan kita.  Ambil waktu yang cukup dan pertanyakan juga apakah rancangan kita tidak menyalahi  Firman-Nya?  Jika semua sesuai dengan Firman, maka pertanyaan selanjutnya apakah Tuhan menghendaki kita mengerjakan rancangan ini?  Jika perlu kita terus berdoa dan meminta hikmat Tuhan bagaimana membuat rancangan itu.

Semoga kita tidak mendewakan pengetahuan kita di atas otoritas yang dimiliki Tuhan atas kita.  Semoga kita menyadari bahwa kepandaian kita berasal dan merupakan berkat daripada-Nya sehingga kita tidak menjadi congkak karenanya.  Tuhan Yesus memberkati.

Wednesday, January 02, 2013

Pengajaran Yesus

Kuasa Yesus (Markus 1:26-28)
Oleh : Deny S Pamudji

Ada perbedaan yang mencolok antara pengajaran Yesus dengan pengajaran para ahli Taurat.  Perbedaannya antara lain Yesus mengajar dengan contoh perbuatan yang nyata sementara para ahli Taurat hanya bisa mengajarkan, tetapi tidak melakukan sepenuhnya apa yang diajarkan.  Yesus membuktikan apa yang tertulis dan apa yang dikatakan-Nya sementara para ahli Taurat hanya membacakan apa yang tertulis dan menuntut yang mendengar untuk mengerjakannya serta tidak bisa memperlihatkan kuasa Allah sebagaimana tertulis dalam kitab Taurat.

Perbedaan lain ialah Yesus mengajar dengan berbaur.  Yesus tidak memberi batas antara guru dan murid-murid-Nya. Yesus mengajar dan bertindak untuk semua.  Tidak satu pun yang dikesampingkannya.  Semua jiwa berharga di mata Yesus.  Dari yang sakit, lumpuh, hingga yang mati.  Dari orangtua, anak muda, perempuan, hingga ke anak-anak.  Begitu pun profesi, semuanya diperhatikan, bahkan sampai seorang pemungut cukai yang dimusuhi pun tidak dilewatkan-nya. Singkatnya semua diperhatikan-Nya.

Ada hal yang dicatat Markus tentang Yesus ketika Yesus mengajar dalam rumah ibadat di Kapernaum.  Pada saat itu seseorang kerasukan roh jahat dan roh ini ketakutan berhadapan dengan Yesus.  Roh jahat mengira kedatangan Yesus untuk menghakimi mereka.  Roh jahat mengetahui bahwa Yesus seorang yang kudus yang berasal dari Allah.

Karena roh jahat ini terus berteriak, akhirnya Yesus menyuruhnya diam dan keluar dari tubuh orang itu dan seketika itu juga roh jahat itu meninggalkan orang itu.  Kejadian yang luar biasa karena Yesus tidak mengucapkan mantera apa pun, tidak membaca ayat-ayat apa pun. Yesus berkata dengan penuh kuasa. ‘Diam, keluarlah daripadanya’

Roh jahat tidak berani sedikit pun pada Yesus karena kuasa yang ada pada Yesus sangat besar sehingga tidak sedikit pun roh jahat berani membantah.  Kuasa ini juga menjadi milik kita yang percaya pada-Nya.  Sudahkah kita menggunakannya?  Atau masih ragukah kita akan pernyataan-Nya?  Mari kita menjadi pemberi bukti bahwa ada kuasa di dalam nama Yesus Kristus. (Markus 16:17-18) Tuhan memberkati.

Popular Posts