Thursday, April 11, 2013

Melatih Kesabaran

AMARAH KEPITING (Pengkhotbah 7:8-14)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Janganlah lekas-lekas marah dalam hati, karena amarah menetap dalam dada orang bodoh (Pengkhotbah 7:9)

Ketika air laut sedang surut, banyak anak menangkap kepiting kecil di tepi Pantai Belawan, Sumatera Utara. Anak-anak itu memegang  setangkai kayu pendek dengan seutas tali pancing pendek. Sebuah batu atau kayu yang sangat kecil diikatkan di ujung tali pancing. Mereka  menyentuhkannya kepada kepiting yang sedang mengintip dari rongga-rongga pasir yang kering. Biasanya kepiting itu akan marah,  lalu menjepit batu atau kayu kecil itu. Itulah saat yang ditunggu anak-anak itu. Mereka menarik kayunya dan memasukkan kepiting itu ke  dalam ember atau wadah penampung lainnya. Kepiting itu akan menjadi mainan mereka atau kemudian dijual seharga Rp500,00 kepada anak  lain. Amarah telah mencelakakan si kepiting.

Banyak hal yang dapat memancing amarah kita dan menguras persediaan  kesabaran kita. Namun, kemarahan seringkali membuat seseorang bertindak dengan tidak bijaksana. Ketika kita marah, emosi negatif  akan mendominasi perasaan kita dan menuntut pelampiasan yang sepadan. Ketika melampiaskannya, mungkin kita merasakan kepuasan  sesaat, namun setelah itu kita dirundung oleh penyesalan dan rasa bersalah. Kadang-kadang, amarah bahkan bisa mencelakakan kita.

Untuk dapat meredam amarah, kita perlu melatih dan memelihara  kesabaran. Bukan berarti kita tidak boleh marah, namun emosi kita  semestinya tidak lekas terpancing. Kita juga perlu belajar untuk marah pada saat yang tepat dan memberikan respon dengan cara yang  benar sehingga kita tidak perlu menyesalinya kemudian. --HT

AKAN SELALU ADA PERKARA YANG MEMANCING KEMARAHAN KITA, NAMUN KITA DAPAT MEMILIH UNTUK TIDAK MENANGGAPINYA.

Sumber : Renungan Harian

Popular Posts