Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun
Tetapi engkau, mengapa engkau menghakimi saudara seimanmu? Atau mengapa engkau menghina saudara seimanmu? Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Allah. (Roma 14:10)
Jerry Bridges bercerita tentang seorang ayah yang sering sekali mengkritik anak perempuannya seolah-olah ia tidak bisa melakukan apa pun dengan benar. Anak ini tumbuh sebagai anak yang merasa tertolak dan ketika dewasa ia mencari orang-orang yang bisa membuatnya merasa diterima. Ketika ayahnya sadar, anak ini sudah hidup dalam seks bebas dan menjadi pecandu kokain. Kasus ini termasuk ekstrem, tak semua kritik bisa menimbulkan dampak separah itu. Namun, pada dasarnya, semangat mengkritik dan menghakimi memang bersifat menghancurkan.
Keharmonisan jemaat di Roma pernah rusak karena jiwa pengkritik. Dari komentar Paulus, tampaknya ada dua masalah yang membuat mereka saling menghakimi. Yang pertama adalah masalah makanan (ayat 2). Yang kedua adalah masalah hari-hari khusus (ayat 5). Berbeda pendapat boleh-boleh saja, tetapi dalam kasus ini, mereka mulai saling menghakimi dan menghina. Masing-masing kelompok merasa paling benar dan atau memandang rendah kelompok yang berbeda dengan mereka. Paulus pun menegur mereka dengan keras. Seolah ia hendak berseru: Allah-lah Hakimnya! Mengapa kalian bertindak sebagai Allah bagi orang lain?
Hal-hal yang tidak sesuai dengan firman Tuhan jelas perlu ditegur. Namun, berhati-hatilah agar ketika melakukannya kita tidak terjebak dalam sikap merasa diri paling benar dan merendahkan orang yang punya pendapat berbeda. Ungkapkanlah ketidaksetujuan kita dengan cara yang bijak, tidak kasar, apalagi sampai membunuh karakter seseorang. Sadarilah bahwa kita pun masih jatuh bangun dalam dosa dan membutuhkan kasih karunia. --MEL
TEGURAN DALAM KASIH SANGAT DIPERLUKAN. NAMUN, JIWA YANG SUKA MENGKRITIK DAPAT MENGHANCURKAN.
Sumber : Renungan Harian