Hidup Karena Berpaling
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun
Walaupun mengetahui bahwa ayah dan kakeknya adalah pendeta-pendeta Inggris yang terkenal, hal tersebut tidak banyak menolong Charles yang kala itu berusia lima belas tahun dan mempunyai banyak kesusahan itu.
"Saya kira dosa saya lebih besar daripada dosa orang lain," keluhnya. "Saya menangis memohon pengampunan kepada Allah, tetapi saya takut Ia tidak akan mengampuni saya." Pada waktu bersekolah di Colchester Charles muda berjanji, "Saya akan menghadiri setiap gereja di kota ini untuk mengetahui bagaimana menjadi seorang Kristen." Ia mendengar sebuah khotbah yang diambil dari Galatia 6:7, "Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan." Tetapi pengkhotbah itu tidak mengatakan bagaimana caranya ia dapat menghindari tipuan. Setelah enam bulan mengunjungi setiap gereja yang dapat ia temui, ia merasa hampir putus asa.
Kemudian tibalah tanggal 6 Januari 1850, hari yang dingin dan bersalju. Dengan patuh Charles pergi menghadiri gereja yang telah dipilihnya. Pada saat ia berjalan hatinya merasa lebih dingin daripada salju yang turun itu. Ketika ia tahu bahwa badai yang dahsyat akan menahannya untuk dapat mencapai tujuannya, ia membelok ke sebuah gereja kecil yang tak dikenal, yang tidak pernah ia kunjungi sebelumnya. Semula ia ragu-ragu memasuki Gereja Metodis sederhana di Artilery Street itu. Di kemudian hari ia berkata, "Saya telah mendengar bahwa orang-orang itu menyanyi dengan begitu keras sehingga membuat orang menjadi pusing."
Tetapi Charles Spurgeon menyelinap masuk dan duduk. Setelah beberapa menit dalam kesunyian yang menyiksa, seorang pria yang tinggi kurus berjalan dengan terseret-seret ke mimbar. "Rupanya pendeta kita terhalang oleh cuaca," jelasnya, "saya kira Saudara-saudara sekalian harus tahan mendengarkan saya."
"Sekarang saya akan membaca sebuah ayat seperti apa yang dilakukan oleh pengkhotbah-pengkhotbah lain," lanjut pria sederhana itu. "Berpalinglah kepada-Ku dan biarkanlah dirimu diselamatkan, hai ujung-ujung bumi!" (Yesaya 45:22). Sambil duduk di bangku gereja, Charles mengernyitkan dahinya dan berpikir, "Mengapa ia tidak dapat mengucapkan kata-katanya dengan sepatutnya?"
Di mimbar, pengkhotbah pengganti itu mulai menguraikan ayat itu dengan berputar-putar karena ia tak tahu apa yang harus dikatakannya lagi. "Ayat ini mengatakan, 'Berpalinglah'," ia berbicara dengan cara yang membosankan. "Nah, dengan berpaling itu Saudara tidak akan merasa sakit sedikit pun. Tidak perlu pula mengangkat kaki atau jari Saudara; hanya 'berpaling'!"
"Nah, beberapa di antara Saudara sekalian berpaling kepada diri sendiri, yang sebenarnya tidak ada manfaatnya. Saudara mungkin mengatakan, 'Tunggulah Roh Kudus bekerja.' Tetapi saya katakan, 'Berpalinglah kepada Kristus!'" Mata beberapa pendengar yang bosan itu mulai melihat ke sana ke mari, tetapi mata Charles Spurgeon tidak. Sambil menatap pengkhotbah yang kurang berpengetahuan itu, ia seolah-olah berkata, "Mengapa saya tidak memikirkan hal ini sebelumnya?" Pada saat pengkhotbah itu mengulur-ulur ayatnya, ia mulai berteriak, "Berpalinglah kepada-Ku, 'Aku berpeluhkan darah; Aku tergantung di salib.'" Kemudian pria yang tinggi itu melihat wajah Charles yang tegang.
"Anak Muda, kamu tampak sedih," teriaknya pada saat anak laki-laki itu menggeser satu inci ke bawah di tempat duduknya yang tidak enak itu. Kemudian ia mengangkat tangannya dan berteriak dengan gaya Metodis yang sederhana, "Anak Muda, berpalinglah kepada Yesus Kristus. Berpalinglah! Berpalinglah!"
Kemudian Charles memberikan kesaksian, "Aku segera melihat jalan keselamatan itu. Aku melihat sampai benar-benar berpaling kepada Kristus. Kegelapan hilang lenyap dan aku melihat matahari. Aku merasa dapat meloncat dari tempat dudukku dan berteriak sekeras-kerasnya bersama dengan saudara-saudara Metodis ini, 'Aku diampuni!'."
"Oh, betapa ingin aku melakukan sesuatu bagi Kristus," tulis Charles kepada ibunya setelah ia pulang ke rumah. Dalam seminggu ia telah berbuat sesuatu. Pertama-tama, ia membagikan traktat; kemudian ketika persediaan traktatnya habis, ia menulis di atas carik-carik kertas dan menyebarkannya di jalan dengan harapan agar seseorang dapat tertolong jiwanya.
Ia mulai mengajar sekolah minggu pada usia enam belas tahun, setahun kemudian ia dipanggil sebagai gembala jemaat di gereja kecil, Waterbeach Chapel. Kemudian ia pindah ke London, ke gereja yang lebih besar. Sebelum berumur 21 tahun, ia diberi julukan "Anak Ajaib dari Inggris". Pada usia 23 tahun, ia berkhotbah kepada tepatnya 23.645 orang dalam suatu kebaktian. Gerejanya membangun Metropolitan Tabernacle yang mampu menampung 5.500 orang. Ia mendirikan sebuah perguruan tinggi bagi para pengkhotbah, sebuah panti asuhan, dan bahkan menerbitkan sebuah surat kabar Injil. Khotbah-khotbahnya diterbitkan oleh surat kabar Amerika. Dan sampai sekarang -- lebih dari seratus tahun kemudian -- masih banyak orang yang percaya bahwa Charles Haddon Spurgeon adalah pengkhotbah terbesar sejak Rasul Paulus.
Pada tahun 1864, Spurgeon kembali mengunjungi gereja di Artilery Street. Ia berkhotbah dari Yesaya 45:22, ayat yang menyebabkan dia bertobat. Sambil menunjuk ke sebuah tempat duduk di bawah balkon, ia berkata, "Saya pernah duduk di bangku itu." Identitas pengkhotbah pengganti yang tinggi kurus itu masih menjadi teka-teki. Pengkhotbah itu tidak pernah maju ke muka untuk menyatakan bahwa ia menyampaikan khotbah yang mendorong Spurgeon yang terkenal itu untuk berpaling kepada Kristus.
Sumber : "Bagaimana Tokoh-Tokoh Kristen Bertemu dengan Kristus" karya James C. Hefley, terbitan Yayasan Kalam Hidup.