Tuesday, December 30, 2014

Kenal Baik

BEREAKSI POSITIF (Kejadian 12:1-9)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Lalu pergilah Abram seperti yang difirmankan TUHAN kepadanya, dan Lot pun ikut bersama-sama dengan dia; Abram berumur tujuh puluh lima tahun, ketika ia berangkat dari Haran. (Kejadian 12:4)

Setahun silam salah satu sahabat saya yang merintis usaha sebagai agen asuransi menawari saya untuk ikut polisnya. Karena mengenal baik dirinya, saya pun bersedia. Sebelum itu sebetulnya sudah ada beberapa agen dengan polis yang sama menawari, namun saya tolak karena tidak percaya mereka. Kepada sahabat, saya bereaksi positif karena saya percaya kepadanya.

Dalam cerita Abram dipanggil Allah, Tuhan menjanjikan satu negeri kepadanya dan akan membuatnya menjadi bangsa yang besar, memberkatinya, membuat namanya masyhur, dan menjadi berkat (ay. 2). Abram tidak mengajukan syarat atau usul tertentu, ia percaya. Bukti kepercayaannya adalah menyediakan diri dan membiarkan dirinya dipakai Tuhan untuk rencana-Nya yang besar, dengan pergi seperti yang difirmankan Tuhan kepadanya (ay. 4). Abram tidak bersikap pasif, namun ia bereaksi secara positif. Meski usianya sudah senja, hal itu tidak menjadi alasan bagi Abram untuk bersantai-santai atau membantah perintah Tuhan untuk pergi.

Kita dikatakan beriman saat tunduk kepada perintah Tuhan. Kalau kita sungguh-sungguh percaya pada Dia, pasti kita tanpa ragu menuruti kehendak-Nya meskipun hasilnya mungkin tidak sesuai dengan keinginan daging kita. Kalau kita percaya kepada manusia yang tidak sempurna, mau menuruti ucapannya karena mereka atasan atau orang yang kita percayai, seharusnya kita sangat percaya kepada Tuhan. Percaya kepada Tuhan bukan di bibir saja, namun dibuktikan dengan reaksi yang positif terhadap perintah-Nya. --RTG /Renungan Harian

ORANG YANG BERIMAN KEPADA TUHAN PASTI AKAN BEREAKSI SECARA POSITIF TERHADAP PERINTAH-NYA.

Sumber : Renungan Harian

Fungsi Doa

SERBA SAYA (Matius 6:7-13)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya. (Matius 6:8)

Meskipun memalukan, namun jujur, jika dicermati, saya lebih sering berdoa untuk mendapatkan berkat-Nya, bukan karena ingin bercakap-cakap dan bergaul akrab dengan-Nya. Isinya cenderung berkisar pada kepentingan saya: diri saya, keluarga saya, pekerjaan saya, masalah saya, rezeki saya-semuanya berfokus pada saya. Kalaupun saya berdoa untuk orang lain, mereka tidak lain orang-orang yang ada dalam lingkaran jejaring dan kepentingan saya.

Karena penasaran, akhirnya saya meneliti lagi doa yang diajarkan Tuhan Yesus. Ternyata, urusan saya, yang diwakili oleh makanan sebagai pemenuhan kebutuhan pokok fisik, hanya diungkapkan dalam satu ayat (ay. 11). Sebagian besar lainnya, dituangkan dalam empat ayat, berupa puji-pujian dan permohonan agar kehendak-Nya terwujud di dunia ini (ay. 9-10), dan permohonan agar hubungan kita dengan Allah dan dengan sesama dipulihkan (ay. 11), dan permohonan agar kita dilindungi dari pencobaan Iblis (ay. 12). Sebuah doa yang tidak menonjolkan kepentingan diri sendiri, melainkan mengutamakan kepentingan Kerajaan Allah. Sangat berbeda dari fokus doa saya selama ini!

Saya pun terdorong untuk mengubah arah doa saya: sedapat mungkin tidak berfokus pada masalah dan kepentingan pribadi saya, namun lebih mengutamakan percakapan akrab dengan Tuhan, menikmati hadirat-Nya, sambil bersyafaat bagi orang lain. Tentang kebutuhan sehari-hari saya, bukankah Dia sudah tahu sebelumnya (lihat 6:8, 32b)? Waktu doa saya menjadi sebuah persekutuan yang menyenangkan dengan Dia. --HS/Renungan Harian

DOA ADALAH SARANA UNTUK BERGAUL AKRAB DENGAN TUHAN, BUKAN "KARTU ATM" UNTUK MENARIK BERKAT-NYA.

Sumber : Renungan Harian

Pengganggu

Racun Pikiran

Kali ini penulis ingin mengajak Anda sekalian untuk merenungkan perkataan "Racun". Apakah "Racun" itu? Apa yang terlintas dalam pikiran Anda saat Anda mendengar perkataan "Racun"? Apakah Anda dengan segera memikirkan racun untuk membunuh tikus? Ataukah Anda lebih memikirkan tentang lingkungan sehat, sehingga Anda berpikir tentang limbah yang beracun? Atau udara yang beracun karena telah terkontaminasi dengan zat-zat kimia - terpolusi? Atau Anda berpikir tentang persahabatan yang diracuni oleh perkataan yang beracun? Dalam hal ini orang-orang tertentu dapat merupakan "Racun" melalui perkataan-perkataan yang diucapkannya yang bersifat membakar, mengadu domba, memecah belah, dan sebagainya. Apakah Anda juga berpikir tentang racun pikiran, yaitu pikiran-pikiran yang dipenuhi dengan pikiran negatif, yang dapat muncul sewaktu-waktu dan meracuni pikiran sehat Anda? Tindakan apakah yang selama ini Anda ambil untuk menetralisasikan pikiran beracun tersebut?

Sudah barang tentu Penulis tidak dapat menuliskan satu persatu semua racun pikiran yang ada, namun demikian Penulis teringat akan nasehat Rasul Paulus yang tertulis dalam Filipi 4:6 (TB), "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur."  Kuatir adalah racun yang dapat melumpuhkan seseorang untuk mencapai apa yang seharusnya dapat dicapainya. Kuatir mempunyai kemampuan untuk mengarahkan sudut pandang orang kepada apa yang sedang dikuatirkannya. Dengan demikian orang tersebut akan diam dalam penjara kekuatiran selama ia ingini dan hanya dia pula yang dapat melepaskan dirinya dari penjara kekuatiran tersebut. Kuatir itu bagaikan raksasa yang menghalangi orang untuk dapat bergerak dimana kemampuan orang tersebut untuk berbuah dilumpuhkan, sehingga pada akhirnya orang tersebut akan diam ditempat tanpa berbuah. Hal ini sangat meletihkan.

Pikiran negatif, mereka-reka hal-hal negatif yang akan terjadi, masukan negatif dari orang-orang dilingkungan dimana Anda berada, juga merupakan racun pikiran, jika pikiran negatif tersebut merasuki pola berpikir yang sehat, maka perilaku orang tersebut akan berada dibawah kontrol pola pikiran negatif tersebut dan yang bersangkutan akan mengambil tindakan sesuai dengan alam pikiran negatif tersebut.   

II Samuel 10:3 (TB) misalnya memberikan contoh yang baik tentang memasukkan pikiran negatif kedalam alam pikiran orang lain, berkatalah pemuka-pemuka bani Amon itu kepada Hanun, tuan mereka: "Apakah menurut anggapanmu Daud hendak menghormati ayahmu, karena ia telah mengutus kepadamu orang-orang yang menyampaikan pesan turut berdukacita? Bukankah dengan maksud untuk menyelidik kota ini, untuk mengintainya dan menghancurkannya maka Daud mengutus pegawai-pegawainya itu kepadamu?"

Kejadian 4:6-7 (TB) juga merincikan tentang pola pikiran negatif, 6 Firman TUHAN kepada Kain: "Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? 7 Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya. Dari kedua contoh diatas ini, kita mengetahui bahwa masing-masing mengambil tindakan sesuai dengan pola berpikir mereka yang negatif dan pikiran negatif tersebut membuahkan sebuah tragedi. Empat puluh ribu tujuh ratus orang gugur dalam pertempuran (II Samuel 10:18) dan Habel kehilangan nyawanya karena Kain menuruti hawa nafsu pikiran negatifnya (Kejadian 4:8).

Adakah sesuatu racun yang meracuni alam pikiran Anda yang dapat merusak rumah tangga Anda berdua? Adakah prasangka buruk yang merupakan racun yang mematikan yang masuk dalam alam pikiran Anda tentang pasangan hidup Anda? Apakah Anda menterjemahkan setiap perkataan atau perilaku pasangan hidup Anda secara negatif? Apakah Anda secara terus menerus mencurigai pasangan hidup Anda jika ia berbicara dengan teman lawan jenisnya? Bukankah semuanya ini merupakan racun yang dapat merusak dan mematikan kebahagiaan rumah tangga Anda berdua?

Apakah Anda sadar bahwa pasangan hidup Anda memilih Anda diantara sekian banyak wanita / pria, bukankah hal ini berarti ia mencintai Anda? Jika pernikahan Anda telah dikuduskan dihadapan Tuhan dan Anda mempercayai pasangan hidup Anda sepenuhnya, bukankah prilakunya sangat terbuka dihadapan Tuhan? Perlukah Anda mencurigai pasangan hidup Anda dengan pikiran-pikiran negatif yang meracuni pikiran Anda secara terus menerus? Apakah pikiran-pikiran negatif Anda dapat menghalangi pasangan hidup Anda untuk meninggalkan Anda jika itu merupakan pilihannya? Bukankah mengasihi itu merupakan sebuah pilihan?  Kecuali Tuhan membangun rumah tangga Anda, usaha Anda untuk membangunnya akan sia-sia (lihat Mazmur 127:1 ).

Penulis mengajak para pembaca sekalian untuk mengambil tindakan membuang semua racun-racun pikiran yang meracuni pikiran Anda dan menggantikannya dengan semua pikiran yang benar, yang mulia, yang adil, yang suci, yang manis, yang sedap didengar dan semua yang baik yang telah Anda pelajari, terima dan lihat, lakukanlah itu semuanya. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai Anda sekalian dan membuat Anda berhasil dalam segala hal yang Anda kerjakan (Bandingkan dengan Filipi 4:8-9). Semoga bermanfaat dan boleh menjadi berkat.

Penulis
Rev.Dr. Harry Lee, MD.,PsyD
Gembala Restoration Christian Church di Los Angeles - California

Jaga Hati

KETAMAKAN KAIN (Kejadian 4:1-16)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

... hati Kain menjadi sangat panas dan mukanya muram. (Kejadian 4:5)

Sejak manusia pertama jatuh dalam dosa, ketamakan bukan lagi sebuah sikap, tetapi menjadi sifat. Tak seorang pun keturunan Adam yang dilahirkan tanpa dosa. Sifat tamak itu pun bercokol dan menjadi potensi dalam hati manusia-yang siap dibuahi.

Ketika persembahan Kain ditolak Tuhan, sedangkan persembahan Habel-adiknya-diterima Tuhan, Kain menjadi panas hati. Ia tidak mau datang dengan rendah hati kepada Tuhan dan bertanya, "Tuhan, apa yang harus aku perbaiki, agar Engkau berkenan menerima persembahanku?" Kain malah membiarkan hatinya dikuasai iri dan dengki. Dengan sikapnya yang tamak, bahkan Kain mengatur siasat jahat untuk merenggut nyawa adiknya-yang bukan menjadi haknya. Ketamakan membangkitkan perasaan iri hati yang amat mendalam. Tuhan sudah memperingatkannya dengan lembut (ay. 6-7), tetapi ketamakan tetap membuat Kain tega menyingkirkan adiknya sendiri. Sebagai kakak yang lebih tua, ia seharusnya wajib menjaga dan menolong adiknya. Ketamakan membutakannya-semata-mata agar ia tak lagi memiliki saingan yang bisa mengungguli dirinya.

Akan tetapi, ketamakan tidak akan berhenti saat seseorang sudah menyingkirkan saingannya. Lebih parah lagi, ketamakan bisa membuatnya mengingkari tanggung jawab kemanusiaannya di hadapan Sang Khalik. Perhatikan bagaimana Kain berkata: "Akukah penjaga adikku?" (ay. 9). Waspadalah dan bersandarlah kepada Tuhan. Jangan sampai sifat manusia lama itu kembali menguasai kita. --S /Renungan Harian

SIFAT TAMAK MELAHIRKAN IRI HATI DAN KEKEJIAN, YANG BERUJUNG PADA PENGINGKARAN KEMANUSIAAN KITA.

Sumber : Renungan Harian

Ambisi Berlebihan

PENYALAHGUNAAN KUASA (1 Raja-raja 21:1-24)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Kata Izebel, isterinya, kepadanya: "Bukankah engkau sekarang yang memegang kuasa raja atas Israel? (1 Raja-raja 21:7a)

Kekuasaan. Didambakan oleh banyak orang. Orang berjuang, saling  berebut, dan saling menjatuhkan demi memperoleh kekuasaan, berapa  pun biayanya. Mereka rela mengeluarkan banyak uang, tenaga, dan waktu, menggunakan cara-cara curang. Tidak jarang orang minta  pertolongan orang pintar, paranormal, atau menjalani ritual gaib. Mengapa? Karena orang beranggapan bahwa dengan memegang kuasa ia  akan berhak bertindak apa saja tanpa ada yang mengalang-alangi.

Seperti itu juga pendapat Izebel ketika suaminya, Ahab, ingin  memiliki kebun anggur Nabot, namun si pemilik kebun tidak mau  menyerahkannya. Ia berkata, "Bukankah engkau sekarang yang memegang kuasa raja atas Israel?" (ay. 7a). Dengan kekuasaan suaminya, dengan  licik dan keji, ia merencanakan dan memerintahkan pembunuhan atas  Nabot demi memuaskan nafsu serakah sang suami (ay. 11-13). Pada awalnya semua itu berjalan mulus dan tidak menimbulkan dampak  apa-apa. Akan tetapi, Allah yang Maha Melihat tidak tinggal diam.  Nasib tragis menanti Izebel. Menurut firman Tuhan, anjing akan  memakan Izebel di tembok luar Yizreel (ay. 23).

Banyak pejabat negara yang menggunakan wewenang dan kekuasaannya  untuk memperkaya diri dengan korupsi. Padahal, kekuasaan yang  dimiliki setiap orang itu berasal dari Tuhan (Roma 13:4) dan seharusnya didayagunakan untuk kesejahteraan bersama. Sedikit atau  banyak, kita masing-masing juga mempunyai wewenang dan kekuasaan yang kelak harus kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah, Sang  Pemberi kuasa. --DT /Renungan Harian

KEKUASAAN BUKAN UNTUK MEMUASKAN AMBISI KITA, MELAINKAN UNTUK MEMPERMULIAKAN NAMA-NYA.

Sumber : Renungan Harian

Pencobaan

PALU MEMBENTUK BAJA (Yakobus 1:1-8)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tidak kekurangan apa pun. (Yakobus 1:4)

"Palu menghancurkan kaca, tetapi palu membentuk baja." Pepatah Rusia ini menggambarkan bahwa jika jiwa kita seperti kaca yang rentan dan rapuh, ketika tertimpa pencobaan akan hancurlah dia. Sebaliknya, kalau jiwa kita kuat seperti baja, pencobaan akan membentuk kita sebagai manusia yang tahan uji.

Yakobus menyatakan bahwa orang beriman justru harus memanfaatkan pencobaan untuk bertumbuh ke arah Tuhan, berdoa untuk mendapatkan hikmat, dan agar dalam pergumulan hidup yang berat justru iman menjadi tahan uji. Pembaca surat Yakobus saat itu ada yang miskin dan ada pula yang menerima berbagai tekanan karena iman. Pencobaan mereka meliputi masalah materiil, sosial, moral, juga spiritual. Melalui ujian, iman berkesempatan untuk berakar, membentuk kualitas ketekunan. Apabila proses ini dijalani dengan benar, iman seseorang akan semakin dewasa dan matang. Hubungannya dengan Tuhan pun semakin akrab sehingga karakternya makin serasi dengan karakter Tuhan. Itulah sebabnya orang Kristen dapat bersukacita waktu mengalami pencobaan karena hal itu memurnikan iman.

Dalam situasi sedang dicobai, orang beriman sangat perlu hikmat. Dalam perspektif Alkitab, hikmat adalah kesalehan yang terjadi karena seseorang hidup dekat dengan Allah. Jika kita dekat dengan Allah, saat menghadapi pencobaan, kita akan seperti baja sehingga pencobaan tersebut akan menghasilkan kematangan iman. Segala sesuatu yang terjadi dipakai Tuhan untuk kebaikan kita sehingga mendatangkan kemuliaan bagi-Nya. --EN/Renungan Harian

PENCOBAAN ADALAH UJIAN IMAN AGAR SEMAKIN MURNI DAN SEMAKIN DEWASA.

Sumber : Renungan Harian

Bersandar Pada-Nya

JANGAN MENGANDALKAN MANUSIA! (Yeremia 17:1-18)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN! (Yeremia 17:5)

Bisnis orangtua Heru mengalami masalah. Beberapa kali merugi, akhirnya mereka bangkrut. Perekonomian keluarga itu terpuruk sehingga sekolah Heru pun telantar. Kakaknya memberi harapan, berjanji akan menanggung biaya sekolahnya. Ternyata, ketika si kakak mendapatkan pekerjaan, janji itu tak terwujud. Heru akhirnya memutuskan mencari pekerjaan agar tidak putus sekolah. Ia juga belajar betapa rapuhnya janji manusia.

Bangsa Yehuda melakukan dosa besar di hadapan Tuhan dengan melakukan ritual penyembahan berhala. Mereka mendirikan mezbah-mezbah dan tiang-tiang berhala di samping pohon yang rimbun dan di atas bukit yang tinggi (ay. 1-3). Tindakan mereka ini suatu pelanggaran yang sangat menjijikkan dan menyakiti hati Tuhan.

Tuhan mengutus nabi Yeremia untuk menyampaikan firman kepada mereka. Dalam firman-Nya, Tuhan mengingatkan terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, mengandalkan kekuatan sendiri, dan hatinya menjauh dari Tuhan (ay. 5). Berhala itu pada kenyataannya tidak mampu menolong mereka. Melalui Yeremia, Tuhan ingin menyadarkan Yehuda agar tidak lagi melakukan penyembahan berhala, melainkan kembali ke jalan Tuhan. Tuhan berjanji akan memberkati mereka jika mereka hidup bersandar kepada Tuhan dan menaruh harapan kepada Dia (ay. 7).

Mari kita belajar untuk tidak mengandalkan manusia, tidak mengandalkan kekuatan sendiri, dan tidak menjauh dari Tuhan. Hanya Tuhanlah kekuatan kita. Dia dapat dipercaya, perkataan-Nya benar adanya, dan janji-Nya pasti akan digenapi. --WB/Renungan Harian

KETIKA KITA MENGANDALKAN MANUSIA, KITA TELAH MERAGUKAN KEMAHAKUASAAN TUHAN.

Sumber : Renungan Harian

Untuk Dia

LAKUKAN SEBAIK MUNGKIN! (Kolose 3:18-25)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. (Kolose 3:23)

Suatu saat saya mendapat oleh-oleh dodol dari Malaysia yang serupa jenang kudus. Yang menarik, kemasan dodol itu dirancang sedemikian bagus dan indah, dilengkapi pula dengan secuplik kisah tentang asal-usul makanan itu. Di dalamnya ada juga potongan karton kecil yang dapat dilipat untuk menjepit dan mengeluarkan si dodol dari bungkus plastiknya sehingga jari-jari tangan kita tetap bersih, tak ternoda kue yang lengket itu. Sungguh kemasan yang dirancang begitu teliti demi kepuasan konsumen. Rasanya sayang membuang kemasan indah itu.

Kekaguman saya pada pembuat dodol yang telah bekerja sebaik mungkin demi kepuasan pelanggannya itu menggugah saya bertanya-tanya pada diri sendiri. Apakah saya juga telah melayani Tuhan dengan sebaik-baiknya ? Atau, jangan-jangan yang saya anggap "pelayanan" selama ini ternyata bukan pelayanan, karena saya memiliki "agenda tersembunyi" di dalamnya? Lebih celaka lagi kalau semua itu juga selalu saya lakukan "asal jadi" atau "asal jalan" saja, bukan saya lakukan sebaik mungkin demi kemuliaan-Nya! Harus saya akui pula, ternyata saya lebih senang menerima "upah" dari sesama ketimbang dari Dia. Gawat, bukan?

Sikap semacam itu sama sekali tidak patut ditiru. Tetapi, saya bersyukur, Dia masih memberi saya kesempatan hidup sehingga tiada kata terlambat untuk berbenah dan bekerja lebih baik bagi Dia. Hanya tantangannya: Apakah saya bisa melayani Dia sebaik-baiknya jika hal itu tidak dilihat orang lain dan tanpa upah pula? --HS /Renungan Harian

KESADARAN BAHWA TINDAKAN KITA DITUJUKAN KEPADA TUHAN MEMOTIVASI KITA UNTUK MELAKUKAN YANG TERBAIK.

Sumber : Renungan Harian

Berserah

PAHLAWAN (Hakim-hakim 6:11-24)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Malaikat TUHAN menampakkan diri kepadanya dan berfirman kepadanya, demikian: "TUHAN menyertai engkau, ya pahlawan yang gagah berani." (Hakim-hakim 6:12)

Sebutan pahlawan biasanya dikenakan pada orang yang menonjol  karena keberanian dan pengurbanannya dalam membela kebenaran. Itulah definisi pahlawan yang dirumuskan Kamus Besar Bahasa Indonesia.  Pahlawan dalam pengertian ini memang identik dengan orang yang memiliki sifat gagah berani. Nyatanya, di dalam kamus Tuhan,  pengertiannya tidak selalu demikian.

Gideon pada awalnya bukan orang yang berani. Ia merasa dirinya kecil  dan lemah (ay. 15). Ia juga ketakutan (Hak. 7:10). Meskipun begitu, sejak awal Tuhan sudah menyebut Gideon sebagai pahlawan yang gagah  berani. Mengapa demikian? Keberanian bukan syarat utama yang diperlukan Tuhan, sebab Tuhan mampu menumbuhkan keberanian orang  dengan mudah (Hak. 7:11-14). Tuhan mau memakai orang-orang yang sadar akan kelemahan dirinya dan rendah hati seperti Gideon (Hak.  8:22-23). Orang yang demikian akan cenderung lebih mudah bergantung pada Tuhan, mau berserah sepenuhnya pada kehendak-Nya, dan bersedia  diarahkan ke jalan kemenangan yang Tuhan tunjukkan. Akhirnya, Gideon mencapai kemenangan yang gemilang dan perkataan Tuhan atas dirinya  pun terbukti kebenarannya.

Tantangan hidup di dunia yang keras ini kerap membuat kita takut.  Namun, rasa takut itu seharusnya membuat kita makin berserah dan  bersandar pada kehendak Tuhan. Tetaplah beriman, dan berpeganglah pada perkataan-Nya tentang diri kita. Tuhan menyertai orang beriman. Tuhan sendirilah yang membangkitkan keberanian kita dan membawa kita  ke dalam kemenangan-Nya. --ES /Renungan Harian

MODAL MENJADI PAHLAWAN BUKANLAH KEBERANIAN DIRI, MELAINKAN PENYERAHAN DIRI PADA TUHAN YANG MEMBANGKITKAN KEBERANIAN.

Sumber : Renungan Harian

Terlena

JANGAN LUPAKAN TUHAN (Ulangan 8:1-20)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Hati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan TUHAN, Allahmu, dengan tidak berpegang pada perintah, peraturan dan ketetapan-Nya, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini. (Ulangan 8:11)

Pernahkah Anda memperoleh sesuatu yang tampaknya mustahil? Mungkin itu pemenuhan kebutuhan finansial, kesembuhan secara ajaib, atau solusi atas masalah yang rumit. Biasanya sesaat setelah mengalaminya, hati kita akan meluap dengan sukacita, takjub, dan bersyukur. Tetapi, berapa lamakah ucapan syukur itu bertahan? Perubahan seperti apakah yang terjadi dalam hidup kita melaluinya?

Bangsa Israel mendapatkan sesuatu yang rasanya mustahil: Tuhan membebaskan mereka dari perbudakan di Mesir. Lalu Dia membawa mereka mengembara di padang gurun selama empat puluh tahun demi merendahkan hati mereka dan membuat mereka berpegang pada perintah-Nya (ay. 2). Pada akhirnya Dia membawa mereka untuk masuk ke tanah perjanjian yang penuh dengan kelimpahan (ay. 7-10). Tuhan tahu, selalu ada kecenderungan melupakan diri-Nya saat bangsa Israel hidup dalam kenyamanan dan kelancaran. Oleh karena itu, Dia perlu memperingatkan mereka (ay. 12-13). Melupakan Tuhan bukan hanya tidak lagi mengakui keberadaan-Nya, tetapi juga berarti tidak lagi hidup menurut perintah-Nya dan menjadi tinggi hati dengan menganggap segala yang mereka peroleh sebagai hasil kerja keras mereka (ay. 12, 14).

Apakah saat ini kita sedang dipenuhi dengan ucapan syukur karena memperoleh sesuatu yang sepertinya mustahil? Merasakan kenyamanan karena terpenuhi kebutuhan kita? Berhati-hatilah agar jangan tinggi hati dan melupakan Tuhan Sang Pemberi dengan tidak lagi hidup sesuai dengan perintah-Nya. --SWS /Renungan Harian

KENYAMANAN HIDUP KIRANYA TIDAK MENJADIKAN KITA TERLENA, MELAINKAN SEMAKIN GIAT DAN PENUH SUKACITA MELAYANI TUHAN.

Sumber : Renungan Harian

Kaleb & Yosua

MATA DUA PENGINTAI (Bilangan 13)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Yang melindungi mereka sudah meninggalkan mereka, sedang TUHAN menyertai kita; jangan takut kepada mereka. (Bilangan 14:9)

Terletak pada jalur gunung api Lingkar Pasifik dan Lintas Asia,  Indonesia memiliki 127 gunung berapi. Sebuah tayangan televisi  menyebutkan sisi negatif dan berbagai bahaya yang mengancam penduduk sekitarnya. Namun, Kepala Badan Geologi ESDM, Surono, justru  bersyukur. Menurutnya, gunung berapi adalah berkah karena memberikan kesuburan, keindahan alam, bahan bangunan yang berguna. Gunung berapi tidak akan membahayakan penduduk asalkan mereka mematuhi  rekomendasi pihak berwenang tentang status gunung.

Dalam kisah dua belas orang pengintai yang menyelidiki negeri  Kanaan, sepuluh pengintai yang pesimis berkata, "Kita tidak dapat  maju menyerang bangsa itu, karena mereka lebih kuat daripada kita" (Bil. 13:31). Dua mata-mata lain, Kaleb dan Yosua, melihat sesuatu  yang berbeda. Mata mereka menyaksikan betapa luar biasanya berkat yang Tuhan janjikan. Mereka percaya Tuhan akan menggenapi janji-Nya  untuk memberikan Kanaan kepada bangsa Israel. Namun, karena lebih terpengaruh oleh sepuluh pengintai yang membawa kabar busuk, segenap  umat Israel bersungut-sungut dan putus asa, menolak percaya pada  janji Allah.

Tuhan ingin kita memiliki iman seperti Kaleb dan Yosua. Percaya akan  janji dan penyertaan-Nya. Percaya bahwa Dia pasti menepati-Nya. Iman menjadikan kita memandang sebuah keadaan secara berbeda. Tidak takut  dan mundur menghadapi tantangan, justru dapat melihat hal positif di balik tantangan. Iman menghasilkan perkataan yang optimistis. Iman  mendatangkan mukjizat. --IMS/Renungan Harian

IMAN ADALAH KEBERANIAN JIWA UNTUK MAJU LEBIH JAUH DARIPADA YANG MAMPU DILIHATNYA. (WILLIAM NEWTON CLARKE)

Sumber : Renungan Harian

Tuhan Yang Mana?

ALLAH ABRAHAM, ISHAK, DAN YAKUB (Keluaran 3:1-22)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Beginilah kaukatakan kepada orang Israel: TUHAN, Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub, telah mengutus aku kepadamu: itulah nama-Ku untuk selama-lamanya dan itulah sebutan-Ku turun-temurun. (Keluaran 3:15)

Ada banyak sebutan Allah yang dikenal oleh umat-Nya. Beberapa sebutan muncul setelah para tokoh di dalam Alkitab berjumpa dengan Allah secara pribadi, mengalami pertolongan Tuhan, atau melihat kuasa Tuhan dinyatakan. Kadang-kadang Allah juga memperkenalkan dirinya dengan sebutan tertentu. Salah satunya, Dia menyebut diri-Nya sebagai Allah nenek moyang bangsa Israel: Allah Abraham, Allah Ishak, dan Allah Yakub.

Sebutan ini disampaikan ketika Allah mengutus Musa untuk membebaskan bangsa Israel dari perbudakan Mesir dengan membawa mereka menuju Kanaan, yang pernah Dia janjikan kepada Abraham. Janji ini diulang kepada Ishak, anak Abraham, lalu disampaikan pula kepada Yakub (Israel), cucu Abraham atau anak Ishak. Allah menyebut pribadi-Nya sebagai Allah Abraham, Ishak, dan Yakub untuk mengingatkan bangsa Israel bahwa Dia masih memegang janji yang pernah diucapkan-Nya. Musa hanyalah utusan yang dipakai Allah untuk memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir, tetapi mandat sebenarnya datang dari Allah, Pribadi yang juga sanggup mengingat firman yang pernah disampaikan kepada seribu angkatan (Mzm 105:8).

Bersyukurlah karena kita menyembah Allah yang setia dengan firman dan janji-Nya. Dia juga tidak pernah melupakan umat-Nya. Jika kita merasa dilupakan oleh-Nya, tepiskan perasaan itu karena Dia senantiasa memedulikan kita. Seperti Dia mengingat nasib umat pilihan-Nya yang tengah diperbudak, Dia juga tidak akan pernah melupakan kita, tidak akan pernah meninggalkan kita. --GHJ /Renungan Harian

UMAT TUHAN TIDAK PERNAH TERLALU JAUH DARI PERHATIAN DAN JANGKAUAN TANGAN KASIH-NYA.

Sumber : Renungan Harian

Monday, December 29, 2014

Dipakai Tuhan

EMPAT PEREMPUAN (Matius 1:1-17)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Jadi seluruhnya ada: empat belas keturunan dari Abraham sampai Daud, empat belas keturunan dari Daud sampai pembuangan ke Babel, dan empat belas keturunan dari pembuangan ke Babel sampai Kristus. (Matius 1:17)

Perikop hari ini menyajikan daftar silsilah Yesus Kristus. Di situ ada empat nama perempuan yang segera menarik perhatian. Pertama,  Tamar yang, demi menagih janji kepada mertuanya, tidur dengan ayah mertuanya (Kej. 38:1-30). Kedua, Rahab, pelacur yang menyembunyikan dua orang pengintai utusan Yosua di atap rumahnya (Yos. 2). Ketiga,  Rut, perempuan asli Moab yang mengikuti Naomi, mertuanya, kembali  tanah leluhurnya (Rut 1-4). Dan, yang terakhir adalah istri Uria alias Betsyeba, yang dinodai oleh Raja Daud (2 Sam. 11).

Dalam pandangan masyarakat umum, keempat perempuan itu bukan  termasuk orang yang memiliki latar belakang masa lalu yang "bersih".  Tetapi, mengapa justru mereka berempat tercantum dalam daftar  silsilah Yesus Kristus?

Tamar, Rahab, Rut, istri Uria mewakili perempuan yang dirangkul  Allah dan ditempatkan dalam rencana besar-Nya, yaitu rencana penebusan melalui Yesus Kristus (ay. 17), tanpa mempersoalkan masa lalu mereka. Allah mengetahui bahwa setiap orang mempunyai kebutuhan untuk diterima dan diakui secara apa adanya. Allah tidak mengenal  pepatah "sekali lancung ke ujian seumur hidup tidak dipercaya". Jejak rekam kehidupan seseorang memang penting, namun hal itu bukan  alat ukur mutlak yang justru sering kali melahirkan penolakan,  penyingkiran, dan pemisahan di antara sesama manusia.

Alkitab bersaksi bahwa Allah menerima, merangkul, mengakui, dan  melibatkan siapa pun dalam rencana-Nya tanpa memandang latar belakang mereka. Bagaimana dengan kita? --YDR /Renungan  Harian

MANUSIA MEMPERHITUNGKAN MASA LALU SESAMANYA; ALLAH MENGUBAH ORANG MENURUT KASIH KARUNIA-NYA!

Sumber : Renungan Harian

Kurang Percaya

DUA TAWA SARA (Kejadian 18:1-15)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Adakah sesuatu apa pun yang mustahil untuk TUHAN? (Kejadian 18:14)

Di Alkitab, hanya dua orang yang tercatat pernah tertawa, yakni Abraham dan Sara, istrinya. Yang menarik, tawa pertama mereka  terkesan meremehkan (atau menghina?) Allah yang berjanji memberi mereka anak. Abraham tertawa ketika Allah mengulangi janji itu (17:15-17), padahal saat pertama kali mendengarnya, ia percaya  (15:4-6). Mengapa Abraham kemudian menjadi ragu? Bisa jadi, karena ia dan istrinya semakin tua. Juga, mungkin karena ada jarak waktu yang lama antara pengucapan kedua janji itu.

Setelah itu, ketika Allah kembali berjanji, giliran Sara yang  tertawa tanda tak percaya (ay. 12). Alasannya sama: ia dan suaminya sudah tua, apalagi ia sendiri mandul (11:30 dan 16:1). Tetapi, tidak  seperti saat Abraham tertawa, kali ini Allah tampaknya "tersinggung" sehingga Dia perlu menegaskan bahwa tiada yang mustahil bagi-Nya,  termasuk dalam hal memberikan anak (ay. 14). Sara menyangkal, namun siapa yang bisa bersembunyi dari Dia (ay. 15)? Akhirnya, ketika  Ishak lahir, ia tertawa lagi, sekarang tawa bahagia (21:6).  Hilanglah beban rasa minder karena kemandulan yang selama ini menghantuinya!

Ternyata beriman kepada Allah itu tidak selalu mulus. Abraham, "bapa  orang beriman", pun mengalami pasang surut. "Cedera" imannya, ketika ia menuruti saran Sara untuk mengawini Hagar, menimbulkan masalah  berlarut dalam keluarganya. Jadi, bagaimana kita menyikapi janji-Nya? Tiada jalan lain kecuali menunggu waktu penggenapan  terbaik dari Allah. --HS/Renungan Harian

TUHAN PASTI MENGGENAPI JANJI-NYA, KIRANYA KITA BELAJAR MENANTIKAN WAKTU-NYA.

Sumber : Renungan Harian

Kuasa Tuhan

BERANI MENGAKUI KELEMAHAN (Roma 7:13-25)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Aku, manusia celaka! Siapa yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini? Syukur kepada Allah melalui Yesus Kristus, Tuhan kita! (Roma 7:24-25)

Dalam pidato pelepasan wisuda di Harvard, J.K. Rowling, ibu rumah tangga dan penulis laris seri Harry Potter, berkata, "Pertama, saya ingin mengucapkan terima kasih. Bukan hanya karena Harvard sudah memberi saya kehormatan luar biasa, tetapi terima kasih juga untuk minggu-minggu yang membuat saya ketakutan dan mual selama mempersiapkan pidato ini. Hal itu membuat berat badan saya turun. Sebuah situasi menang-menang, saya kira!" Hadirin yang tadinya serius jadi cair dan tertawa. Jarang sekali orang dengan jujur menyatakan kekurangannya dalam forum bergengsi itu. Sisanya, sepanjang pidato itu hadirin terpukau oleh kata-kata indahnya.

Dalam pergumulan pribadinya, Paulus dengan jujur mengakui dirinya manusia yang cenderung berbuat dosa. Sosok sekelas Paulus berani mengakui dirinya bergumul antara akal budi dan anggota tubuhnya. Namun, akhirnya ia menemukan jawaban bahwa Tuhan sanggup melepaskan kita dari kelemahan kita. Paulus menyimpulkan dengan tegas bahwa kuasa Tuhan sajalah yang memampukan kita.

Diakui atau tidak, setiap orang memiliki kelemahan tertentu. Semakin besar jiwanya, semakin berani ia mengakui kelemahannya. Apa daya, kita justru memiliki tradisi menutupi kelemahan. Pemimpin yang bersalah, misalnya, akan berusaha mati-matian menyembunyikannya. Begitu juga bawahan yang melakukan kekeliruan. Kelemahan dianggap tabu. Padahal, memiliki kelemahan itu normal. Pertanyaannya: Bersediakah kita berserah kepada Tuhan, agar anugerah-Nya bekerja dalam kelemahan kita? --DHW /Renungan Harian

ORANG YANG SUNGGUH-SUNGGUH MENYADARI KELEMAHANNYA AKAN BERSUKACITA MENYAMBUT ANUGERAH TUHAN YANG MENGUBAHKAN.

Sumber : Renungan Harian

Maria

MANUT (Lukas 1:26-38)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Kata Maria, "Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." Lalu malaikat itu meninggalkan dia. (Lukas 1:38)

Dalam dongeng masa kecil, ada banyak cerita tentang anak yang tidak manut (patuh) pada nasihat orangtuanya, lalu memilih untuk berbuat semau-maunya sendiri. Bukan hanya anak kecil, anak yang sudah besar pun dapat bertindak seperti itu. Tak ayal ketika mereka memilih jalan menurut kemauan sendiri, ada konsekuensi yang mesti mereka tanggung.

Dalam Kitab Suci, kita menemukan tokoh yang bersikap sebaliknya. Maria manut saat menyimak kabar dan ketetapan Allah bagi dirinya yang disampaikan melalui malaikat Gabriel. Atas kehendak Allah ia akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, yang hendaknya dinamai Yesus (ay. 31). Anak itu bukan anak laki-laki biasa, tetapi seorang Anak yang disebut "kudus, Anak Allah", seorang Anak yang akan menjadi raja atas keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan (ay. 33, 34). Sungguh suatu ketetapan dan pernyataan kehendak Allah yang besar atas diri Maria, sekaligus sesuatu yang tidak mudah untuk dijalani. Namun, Maria memilih manut atas kepercayaan dan kehendak Allah baginya itu, yang melibatkannya dalam rencana agung penebusan.

Dari Maria, kita belajar akan kepatuhan terhadap ketetapan dan rencana Allah atas hidup kita. Tidak selalu mudah memang. Namun, dengan menyadari anugerah-Nya yang pasti menguatkan dan memampukan kita, kepatuhan adalah pilihan terbaik. Biarlah ketetapan dan rencana-Nya dinyatakan atas diri kita, mendatangkan kegirangan bagi hati-Nya dan kesejahteraan bagi diri kita dan sesama. --FM /Renungan Harian

MANUT PADA KETETAPAN DAN RENCANA ALLAH MEWUJUDKAN KARYA BESAR-NYA DALAM HIDUP KITA.

Sumber : Renungan Harian

Menggunakan Waktu

MANFAAT ATAU CELAKA (Efesus 5:1-21)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. (Efesus 5:15-16)

Sebotol alkohol bermanfaat saat dipakai untuk membersihkan luka. Tetapi, mendatangkan celaka saat dipakai untuk menyiram muka seseorang. Sebilah pisau bermanfaat saat dipakai sebagai alat bantu dalam memasak. Tetapi, mendatangkan celaka saat dipakai untuk membunuh. Benda yang sama dapat mendatangkan manfaat atau celaka, bergantung pada penggunaannya.

Begitu pun waktu yang Tuhan karuniakan bagi kita. Waktu pemberian-Nya akan bermanfaat saat kita memakainya dengan bijaksana untuk melakukan kebenaran-Nya. Menggunakannya dengan baik untuk menggali kehendak Tuhan, serta menyatakan setiap kehendak-Nya dalam segala segi kehidupan. Pribadi yang bijaksana menyadari hidupnya di dunia ini adalah suatu permulaan, persiapan untuk memasuki kehidupan dalam keabadian. Waktu yang ada pun dipahami sebagai karunia yang sepatutnya dipakai untuk menyenangkan hati Tuhan.

Sebaliknya, waktu bisa mendatangkan celaka bagi orang yang tidak arif. Ia tidak menyadari adanya harapan akan kehidupan dalam kekekalan. Mereka menggunakan waktu untuk memuaskan hasrat manusiawi, seolah-olah kehidupan mereka hanya berlangsung di dunia fana ini. Mengejar kekayaan, pangkat, gelar, jabatan, prestasi, cita-cita, bahkan kemuliaan diri.

Cara kita memanfaatkan waktu menunjukkan pengenalan kita akan Tuhan, Sang Pemberi waktu, dan rasa syukur atas karunia-Nya yang penuh berkat. Kiranya kita menjadi bagian dari orang-orang yang bangun, yang sadar akan kekekalan, dan cahaya Kristus menerangi kehidupan kita (ay. 14). --EBL /Renungan Harian

DIBUTUHKAN KESADARAN AKAN KARUNIA TUHAN SUPAYA KITA DAPAT MEMANFAATKAN WAKTU DENGAN BIJAK.

Sumber : Renungan Harian

Technorati Tags: ,,,

Takut

TAK BERMENTAL JUARA (Hakim-Hakim 7:1-25)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Maka sekarang, serukanlah kepada rakyat itu, demikian: "Siapa yang takut dan gentar, biarlah ia pulang, enyah dari pegunungan Gilead." Lalu pulanglah dua puluh dua ribu orang dari rakyat itu dan tinggallah sepuluh ribu orang. (Hakim-Hakim 7:3)

Dalam pertandingan olahraga, keberanian menghadapi lawan adalah syarat penting bagi atlet yang mengincar mahkota juara. Mungkin ia telah mempersiapkan diri sebaik mungkin dengan berlatih, tetapi tetap saja ia baru akan menang jika mampu menaklukkan lawan. Tidaklah mengherankan, banyak atlet yang sebenarnya berpotensi besar untuk menjadi juara, tetapi tidak pernah mewujudkannya karena tidak mampu mengatasi rasa takutnya atau tidak memiliki mental juara.

Problem inilah yang melanda sebagian besar orang Israel ketika Tuhan hendak memakai mereka untuk berperang menghadapi bangsa Midian. Tuhan mencari orang-orang yang mampu mengalahkan rasa takut mereka! Hari itu 32 ribu orang Israel ingin ikut berperang, tetapi tidak semuanya memiliki keberanian untuk maju berperang. Ya, ketika Gideon meminta agar mereka yang takut dan gentar untuk pulang, 22 ribu orang dari mereka pun mengundurkan diri. Mereka enggan menghadapi ketakutan mereka.

Tidak sedikit orang takut menghadapi persoalan hidupnya. Sekalipun mereka telah mendengar firman bahwa ada tangan Tuhan yang akan terus menjaga mereka, tetap saja mereka tidak percaya. Gideon sempat mengalami situasi ini. Namun, perjumpaannya dengan Tuhan mengubah ketakutannya menjadi keyakinan akan janji kemenangan-Nya. Tuhan mengizinkan masalah dalam hidup kita bukan untuk dihindari, melainkan untuk dihadapi dan ditaklukkan. Agar kita semakin percaya bahwa jika Allah di pihak kita, tidak ada yang sanggup melawan kita (Roma 8:31). --SYS /Renungan Harian

TUHAN MENJANJIKAN PENYERTAAN SELAMANYA KEPADA KITA, ADAKAH ALASAN UNTUK TAKUT MENGHADAPI PERSOALAN HIDUP?

Sumber : Renungan Harian

Sahabat

NASIHAT ZOFAR (Ayub 11:1-20)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Jikalau engkau ini menyediakan hatimu, dan menadahkan tanganmu kepada-Nya. (Ayub 11:13)

Indahnya memiliki sahabat. Dalam persahabatan, kita bekerja sama dan saling mendukung. Kita saling mengenal secara dekat, saling  menghargai, dan saling menyayangi. Sahabat sejati siap hadir baik pada waktu senang maupun susah. Ia siap mendampingi kita dan, jika  diperlukan, menawarkan nasihat atau bahkan larangan. Tanpa pamrih tentunya.

Zofar sahabat baik Ayub. Ia mendampingi Ayub bukan hanya kala Ayub  bahagia, namun juga saat sahabatnya itu menderita. Zofar berani  mengingatkan Ayub untuk merendahkan diri di hadapan Allah yang Mahatinggi karena mengasihi sahabatnya. Ia rindu Ayub mendapat  pencerahan dari Allah dan menemukan jalan keluar dari masalah hidupnya. Zofar menasihati Ayub agar menjauhi dosa (ay. 14). Ia juga  mengingatkan tentang berkat bagi orang yang tidak hidup berkubang dalam dosa.

Kita acap kali tersinggung ketika seorang teman memberikan nasihat.  Namun, bukankah semestinya kita berbahagia karena dikaruniai sahabat yang mau menolong kita? Sahabat dapat menjadi perpanjangan lidah  Tuhan untuk menegur, menasihati, menguatkan, menghibur, memberi jalan keluar, atau memperingatkan agar kita tidak terperosok dalam  lumpur dosa. Jika ada sahabat yang rela bersusah payah memberikan waktu dan tenaga untuk mengingatkan kita, mendorong kita agar  menyediakan hati dan menadahkan tangan tanda berserah dan tunduk pada kedaulatan Tuhan, bersyukurlah. Dengarkan dan praktikkanlah  nasihatnya. Niscaya kita akan menemukan jalan keluar dan sukacita baru. --M/Renungan Harian

TUHAN KERAP MENGGUNAKAN SAHABAT KITA UNTUK BERBICARA KE DALAM HIDUP KITA. SAMBUTLAH MEREKA!

Sumber : Renungan Harian

Kehadiran Tuhan

CUKUP! (Ibrani 13:1-6)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5)

Manusia cenderung susah berkata "cukup". Orang yang bekerja, misalnya, merasa tidak cukup dengan penghasilannya. Lalu, si istri mengeluh belum cukup dengan penghasilan suaminya. Padahal, orang yang mengeluh itu sebenarnya berpenghasilan relatif besar dan, jika bijak mengelola keuangan, dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Jadi, kapan sepatutnya kita berkata "cukup"?

Jujur, kepuasan jiwa memang sulit terpenuhi. Kita hidup di tengah dunia yang menggoda hasrat kedagingan kita untuk memperoleh lebih banyak dan lebih banyak lagi. Kita jadi sulit terpuaskan. Dan, hal itu bukanlah fenomena baru. Penulis kitab Ibrani pun mendapati banyak orang Ibrani yang, sekalipun telah mengerti kebenaran hidup sebagai murid Kristus, masih saja menghambakan diri kepada uang karena tidak pernah merasa cukup dengan apa yang mereka peroleh. Penulis kitab ini mendorong mereka untuk tidak menjadi hamba uang dan belajar mencukupkan diri dengan apa yang mereka miliki. Jaminan mereka tidak lain adalah janji penyertaan dan pemeliharaan Tuhan.

Bagaimana dengan kita? Apakah kita sudah belajar mencukupkan diri? Ya, satu-satunya obat mujarab bagi kita yang sulit merasa cukup adalah menemukan kecukupan dan kepuasan jiwa dalam kehadiran Allah yang hidup. Kehadiran-Nya sudah cukup bagi segala kebutuhan dan kerinduan hati kita. Hanya Dia yang mampu memberi kita rasa cukup, rasa puas, dan damai sejahtera yang tidak akan pernah kita temukan dalam jerih payah kita di dunia ini. --SYS /Renungan Harian

HANYA KEHADIRAN ALLAH YANG MAMPU MEMUASKAN HASRAT PALING KUAT DALAM HIDUP KITA.

Sumber : Renungan Harian

Kebaikan Tuhan

BATU PERINGATAN (Yosua 4:1-24)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Supaya semua bangsa di bumi tahu, bahwa kuat tangan TUHAN, dan supaya mereka selalu takut kepada TUHAN, Allahmu. (Yosua 4:24)

Mengasuh dan membesarkan anak balita bukanlah pekerjaan yang mudah bagi saya. Rasanya tidak ada hari tanpa perdebatan dengan Sam kecil yang mulai mempertanyakan banyak hal. Saat ia terlelap tidur, memandang kembali foto bayi Sam membuat kepenatan berkurang. Teringat kembali akan sukacita yang saya rasakan saat ia hadir dalam hidup kami. Juga akan setiap pertolongan Tuhan sepanjang proses kehamilan dan kelahiran yang tidak mudah. Foto bayi Sam menjadi pengingat akan kebaikan dan kesetiaan Tuhan.

Kedua belas batu yang diambil dari Sungai Yordan dan ditumpuk menjadi sebuah monumen di Gilgal merupakan pengingat bagi bangsa Israel akan pribadi dan karya Tuhan (ay. 20). Tuhan yang telah memimpin bangsa Israel menyeberangi sungai Yordan (ay. 22). Batu peringatan itu akan menolong generasi demi generasi untuk terus mensyukuri karya Tuhan di dalam sejarah bangsa mereka serta senantiasa hidup sesuai dengan perintah-Nya (ay. 22-23). Tidak hanya berhenti pada keturunan bangsa Israel saja. Keberadaan batu pengingat ini juga menjadi kesaksian yang hidup bagi bangsa lain sehingga nama Tuhan dan karya-Nya akan dikenal (ay. 24).

Adakah "batu peringatan" di dalam hidup kita? Sebuah peringatan di mana kita bisa berdiam sejenak, mengingat kembali karya Tuhan di dalam hidup kita, merayakan kebaikan-Nya, dan menceritakannya kepada orang lain. Di saat iman kita goyah, kesulitan melanda, ingatlah Dia dan karya-Nya! Itu akan memberikan kita kekuatan sekaligus ucapan syukur. --SWS /Renungan Harian

INGATAN AKAN KEBAIKAN TUHAN MENGUATKAN KITA MENGHADAPI TANTANGAN HIDUP.

Sumber : Renungan Harian

Popular Posts