Friday, August 31, 2012

Pintu

MENDENGARKAN PERTIMBANGAN (Amsal 18:1-24)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Orang yang menyendiri, mencari keinginannya, amarahnya meledak terhadap setiap pertimbangan. (Amsal 18:1)

Pernahkah Anda merasa enggan sekali bertemu orang lain? Saya cukup  sering merasakannya, terutama ketika harus menghadapi orang-orang yang menurut saya menjengkelkan dan kurang menghargai saya. Apalagi jika orang-orang itu pernah terlibat konflik dengan saya. Pada situasi seperti itu, saya lebih suka menyendiri dan mengerjakan  hal-hal yang saya sukai.

Meskipun adakalanya kita butuh waktu untuk sendirian, kita perlu  berhati-hati dengan kecenderungan menarik diri dari pergaulan.  Dengan terus terang, penulis kitab Amsal mengungkapkan tabiat buruk di balik keinginan mengasingkan diri itu. Orang yang menyendiri  cenderung memikirkan dirinya semata. Orang lain menjadi gangguan baginya. Kritik dan nasihat, yang bijak sekalipun, ditanggapi dengan  kemarahan. Mereka lebih suka berdebat dan mengungkapkan kejengkelannya daripada mendengarkan orang lain. Perilaku demikian  bukanlah tindakan yang bijak (ayat 13). Sebaliknya, orang yang bijak adalah yang bersedia mendengarkan kata-kata hikmat (ayat 15),  sekalipun ada kalanya hal itu dinyatakan dalam bentuk teguran yang pedas. Mendengarkan orang lain juga melatih kita untuk bersikap  rendah hati (lihat ayat 12).

Ketika kita mendengarkan sikap dan kata-kata orang lain yang tidak  kita sukai, usahakan untuk tidak serta-merta membantahnya.  Sebaliknya, dengarkan lebih banyak apa yang ingin dikatakan oleh lawan bicara kita. Bukalah hati Anda lebar-lebar, renungkan apa yang    Anda dengar. Anda akan kagum mengalami bagaimana melalui beragam orang di sekitar Anda, Tuhan menolong Anda memperoleh pengetahuan untuk hidup lebih baik. --HEM

MARAH SEBELUM MENDENGARKAN MENUTUP PINTU PENGERTIAN.  MENDENGARKAN PERTIMBANGAN MEMBUKA PINTU KEBIJAKSANAAN

Sumber : Renungan Harian

Fokus Pada-Nya

PENYEBAB KHAWATIR (Lukas 12:22-34)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

"Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah khawatir tentang hidupmu, mengenai apa yang hendak kamu makan, dan janganlah khawatir pula tentang tubuhmu, mengenai apa yang hendak kamu pakai". (Lukas 12:22)

Seseorang pernah menuliskan demikian: Jika makanan disadari  sebagai penyambung hidup bukan untuk memenuhi dan mengejar selera  masihkah manusia khawatir? Jika pakaian awalnya adalah untuk menutupi ketelanjangan bukan untuk menghias tubuh masihkah manusia   khawatir? Dalam kenyataannya, rasa khawatir kerap menggeser rasa syukur yang seharusnya ada saat kebutuhan-kebutuhan dasar kita terpenuhi.

Tuhan Yesus, dalam satu kesempatan pengajaran, mengajak para murid untuk mempertimbangkan dua makhluk ciptaan lainnya. Burung gagak yang oleh bangsa Yahudi dianggap najis atau haram (lihat Imamat 11),  tidak punya hikmat untuk membuat dan menyimpan makanan seperti manusia, tetapi Tuhan memberi mereka makan (ayat 24). Bunga bakung  yang masuk golongan bunga Anemon liar tak punya kreativitas menenun bahan pakaian seperti manusia, tetapi Tuhan menghiasinya  dengan keindahan yang lebih dari pakaian Raja Salomo (ayat 27). Betapa Tuhan memperhatikan segala ciptaan-Nya, bahkan yang lemah  dan luput dari pengamatan manusia. Jika para murid masih meragukan pemeliharaan Tuhan yang demikian detail, tepatlah jika Yesus  menyebut mereka sebagai orang yang kurang percaya! (ayat 28)

Kekhawatiran bisa menghantui ketika kebutuhan sudah beralih fungsi  untuk memenuhi kehendak dan kepuasan diri. Kita menetapkan standar  sendiri dan gelisah ketika Tuhan tidak memenuhinya. Hidup tidak lagi dijalani untuk Tuhan yang menciptakan kita dan bergantung pada    pemeliharaan-Nya, tetapi untuk hasrat diri dan cara yang kita ingini. Adakah hal tersebut yang menyebabkan kekhawatiran Anda hari  ini? --JAP

KEKHAWATIRAN AKAN BERGANTI KELEGAAN KETIKA FOKUS PADA DIRI DIALIHKAN PADA TUHAN.

Sumber : Renungan Harian

Bahasa Masing-Masing

ORANG ARAB PUN MENDENGARNYA (Kisah Para Rasul 2:1-13)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

"... baik orang Yahudi maupun penganut agama Yahudi, orang Kreta dan orang Arab, kita mendengar mereka berbicara dalam bahasa kita sendiri tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah." (Kisah Para Rasul 2:11)

Orang Yahudi perantauan, penganut Yahudi (bukan bangsa Yahudi),  orang Kreta dan juga orang Arab; merekalah yang mengucapkan kata-kata dalam ayat pilihan ini. Ya, orang Arab juga turut mendengar perbuatan-perbuatan Allah! Kisah Yesus hangat  diperbincangkan di Yerusalem saat mereka tengah di sana. Kisah yang menakjubkan sekaligus menghebohkan. Yesus mati disalib belum berselang lama.

Kini mereka mendengar lanjutan kisah itu. Yesus sudah bangkit.  Murid-murid berkata bahwa mereka telah menerima Roh Kudus yang  memberi mereka kesanggupan berbicara seperti itu. Publik seketika melihat perbedaan besar. Tak tersirat sedikit pun ketakutan atau  keraguan pada murid-murid itu. Petrus si penyangkal. Juga Yohanes yang kabur terbirit-birit sewaktu Yesus ditangkap. Kini mereka,  bersama murid-murid Yesus lainnya berbicara dalam bahasa yang dimengerti semua orang yang hadir. Orang Kreta mendengar kesaksian  murid-murid itu dalam bahasa mereka. Orang Arab juga mendengarnya dalam bahasa Arab hingga mereka mengerti kisah Yesus itu secara jelas. Kira-kira tiga ribu orang memercayai kebenaran kisah itu  sesudahnya (ayat 41).

Hari ini, berita yang sama masih perlu diperdengarkan dengan jelas.  Yesus telah menyediakan jalan keselamatan agar manusia yang berdosa  dapat kembali hidup memuliakan Allah. Adakah kendala bahasa yang menghalangi kita menyampaikannya? Mohon Roh Kudus menolong kita.  Sebagian orang berkomunikasi dengan bahasa formal, akademis, sebagian lagi bahasa gaul. Bahasa daerah beserta dialeknya banyak  juga. Dengan cara apa selama ini kita mempercakapkan perbuatan-perbuatan Allah? --MUN

BICARAKANLAH PERBUATAN-PERBUATAN ALLAH DALAM BAHASA YANG DIMENGERTI TEMAN BICARA. ALLAH SUNGGUH MENGINGINKANNYA!

Sumber : Renungan Harian

Monday, August 20, 2012

Menghargai Waktu

HIDUP KITA TERBATAS (Mazmur 90:1-17)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana. (Mazmur 90:12)

Dalam buku One Month To Live, Kerry dan Chris Shook menulis bahwa apabila waktu hidup kita di bumi ini hanya tinggal satu bulan lagi, kita tentu akan menghabiskan hari-hari secara berbeda serta dengan cara-cara yang unik. Para penulis buku tersebut juga percaya bahwa kita akan mengalami kehidupan yang lebih memuaskan, yang dapat  meninggalkan sebuah warisan bagi kekekalan.

Kesadaran mengenai waktu hidup yang singkat dapat memberi perubahan  pada bagaimana kita menjalani kehidupan. Namun, siapakah yang tahu masa hidup manusia selain Allah Dia yang ada dari selama-lamanya sampai selama-lamanya (ayat 2)? Di hadapan Allah, manusia hanyalah debu; kehidupan manusia seperti suatu giliran jaga malam (ayat 4), seperti mimpi (ayat 5), seperti rumput yang pagi berkembang dan sore lisut dan layu (ayat 6). Apakah yang dapat dikerjakan selama masa tujuh puluh tahun serta "bonus" sepuluh tahun yang mungkin kita jalani jika isinya, kata pemazmur, hanyalah tahun-tahun kesukaran dan penderitaan (ayat 10)? Dalam keadaan seperti itu, pemazmur memohon Tuhan mengajarnya menghitung hari (ayat 12). Dengan begitu, manusia tahu betapa singkatnya kehidupan ini; dan menjadi bijaksana dalam menjalaninya. Pemazmur juga memohon pada Tuhan yang kekal, kasih setia yang mengenyangkannya di waktu pagi dan sukacita yang mengimbangi hari-hari kesusahan.

Membandingkan kesementaraan manusia dengan kekekalan Tuhan serta  ketidaktahuan kita akan akhir kehidupan semestinya membuat kita memercayakan diri kepada Yang Maha Tahu. Dengan kesadaran itu, mari jalani hidup ini dengan bijaksana demi meninggalkan warisan berharga bagi sesama dan memegahkan nama-Nya. --WIS

KESADARAN BAHWA WAKTU KITA SANGAT TERBATAS HENDAKNYA MENJADIKAN KITA ARIF DALAM PEMANFAATANNYA.

Sumber : Renungan Harian

Menghadapi Kesukaran

INDAHNYA UJIAN (Yakobus 1:2-8)

Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

"Sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan." (Yakobus 1:3)

Dalam bukunya God's Power to Change Your Life, Rick Warren menuturkan kisah dirinya saat masih muda. Ketika itu, ia begitu rindu memiliki buah roh kesabaran seperti dalam Galatia 5. Suatu pagi, ia berdoa supaya Tuhan menolongnya untuk menghasilkan buah roh  tersebut. Siang harinya, sewaktu ia sedang makan di kampus, datanglah seseorang yang terkenal jahil. Orang tersebut dengan sengaja menumpahkan makanan ke badan Rick sampai bajunya berlepotan. Hati Rick pun panas. Namun, sewaktu ia ingin marah, tiba-tiba ia diingatkan oleh doanya tadi pagi. Ia disadarkan bahwa justru inilah  ujian yang Tuhan izinkan terjadi supaya ia mengembangkan kesabaran. Ia pun mengurungkan niatnya untuk membalas.

Ada banyak sarana dalam kehidupan yang dapat Tuhan pakai untuk  menumbuhkan kehidupan rohani kita. Salah satunya adalah tatkala Dia mengizinkan "gangguan" atau ujian yang tak mengenakkan kita. Penulis kitab Ibrani menjelaskan alasannya, yaitu supaya kita dapat melatih dan mengasah karakter menjadi lebih sempurna di tengah tantangan (ayat 4). Juga, agar kesabaran kita memperoleh kesempatan untuk  bertumbuh (ayat 3 FAYH). Itu sebabnya, kita patut berbahagia apabila mengalami kesukaran (ayat 2). Tentu saja, saat kita mengalami ujian, kita kerap kali bimbang, tidak tahu harus berbuat dan bersikap seperti apa. Itu sebabnya, Firman Tuhan mengingatkan kita untuk  tidak ragu meminta hikmat dari Tuhan (ayat 5-7). Hikmat dari Tuhan akan membuat kita lebih tenang dalam menghadapi ujian (ayat 8).

Anda mengalami ujian yang tidak menyenangkan? Ujian dari Tuhan  sesungguhnya menempa karakter kita. Berdoalah supaya kita terus berhikmat dalam menjalani ujian ini. --JIM

"TUHAN MENGUJI SUPAYA KELAK DIA MEMAHKOTAI KITA." -SANTO AMBROSIUS-

Sumber : Renungan Harian

Nathan Barlow

DIHARGAI SIAPA? (Matius 6:1-4)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

"Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, ..." (Matius 6:1a)

Dokter Nathan Barlow memilih untuk melayani di Etiopia selama  lebih dari enam puluh tahun. Ia mengabdikan hidupnya untuk menolong para penderita mossy foot di daerah bekas gunung berapi. Mereka mengalami pembengkakan dan borok di kaki dan paha bawah, dan mudah terserang berbagai infeksi. Seperti penyandang lepra, orang-orang  ini terkucil dari pergaulan masyarakat. Nathan Barlow adalah orang pertama yang menolong mereka. Tidak banyak orang mengenal dokter ini. Ketika ia meninggal dunia, sedikit saja perhatian diberikan.  Saya kagum membaca kisahnya. Minimnya penghargaan tidak membuat Dr. Barlow berhenti melayani.

Yesus mengritik mereka yang pamer kebaikan agar dikagumi orang (ayat  2). Pelayanan seharusnya ditujukan kepada Bapa surgawi yang memberi upah (ayat 1b, 4b). Sedekah tampaknya sebuah tindakan yang penuh kasih dan kepedulian, namun Tuhan tahu motivasi si pemberi sedekah yang tidak dilihat orang. Menurut Yesus, pelayanan tak perlu  gembar-gembor. Meski tak ada yang menyaksikan, tetap dilakukan. Tuhanlah satu-satunya yang patut menjadi sorotan, diagungkan melalui pelayanan kita (lihat juga Matius 5:16).

Richard Foster dalam bukunya, Celebration of Discipline, membedakan  antara pelayanan semu dan sejati. Pelayanan semu dilakukan melalui usaha manusia, menuntut pahala lahiriah, dan akan berhenti ketika tak ada lagi keuntungan yang dapat diperoleh. Pelayanan sejati bersumber dari Tuhan, mengutamakan perkenan-Nya, dan bertahan  sebagai gaya hidup sehari-hari. Mari memeriksa pelayanan kita. Adakah kita benar-benar melakukannya bagi Tuhan? Akankah kita tetap setia meski tidak dihargai orang? --WIS

PELAYANAN SEJATI DIGERAKKAN OLEH KASIH KEPADA TUHAN. BERKENAN-NYA CUKUP UNTUK MEMBUAT KITA BERTAHAN.

Sumber : Renungan Harian

Thursday, August 16, 2012

Merespon Kebenaran

TIDAK MAU MIKIR (Matius 16:1-4)

Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Orang-orang yang jahat dan tidak setia ini menuntut suatu tanda. Tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda Nabi Yunus. (Matius 16:4)

Teman saya mengaku bahwa ia lebih senang membaca novel daripada  membaca Alkitab. Novel setebal ratusan halaman bisa dilalapnya dalam satu dua malam. "Novel lebih mudah dipahami, sih. Kalau Alkitab, saya takut salah tafsir, " alasannya sambil tertawa. Teman saya tidak sendiri. Banyak orang juga merasa takut atau enggan belajar firman Tuhan, dan menganggap jemaat awam itu cukup percaya saja apa  yang dikhotbahkan para pendeta atau dituliskan para pengarang buku rohani. Lucunya, dalam hal lain, mereka bisa sangat kritis.

Ketika Yesus mengatakan bahwa orang-orang Farisi dan Saduki tidak  dapat membedakan tanda zaman, itu tidak berarti mereka tidak punya  kemampuan untuk memahami hal-hal rohani. Sebaliknya, ia justru menegur mereka, karena sesungguhnya mereka sangat pintar dalam   melakukan analisis tentang hal-hal yang mereka ingin ketahui (ayat 2-3). Namun, mereka tidak menggunakan kemampuan berpikir yang sama saat melihat berbagai tanda mukjizat yang dilakukan Yesus, dan  beriman kepada-Nya. Masalahnya terletak pada hati mereka yang "jahat dan tidak setia" (ayat 4). Mereka tidak ingin menerima Yesus sebagai Sang Mesias dan mencari alasan dengan meminta tanda lebih banyak.

Apakah kita juga memakai kemampuan berpikir kita untuk hal-hal yang  kita mau dan senangi saja, bukan untuk menemukan dan menanggapi kebenaran? John Piper menyebut dosa ini sebagai "perzinaan" pikiran. Mari berubah. Beriman pada Tuhan tidak berarti menuhankan atau meninggalkan logika. Sebaliknya, memakai akal sehat sebaik mungkin bagi kepentingan Pencipta yang mengaruniakannya. --ELS

KEMAMPUAN BERPIKIR DIKARUNIAKAN TUHAN AGAR KITA DAPAT MENEMUKAN DAN MERESPONS KEBENARAN.

Sumber : Renungan Harian

Otoritas Atas Roh Jahat

TOLAK BALA (Markus 5:1-20)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

... dan dengan keras ia berteriak, "Apa urusan-Mu dengan aku, hai Yesus, Anak Allah Yang Mahatinggi? Demi Allah, jangan siksa aku!" Karena sebelumnya Yesus mengatakan kepadanya, "Hai engkau roh jahat! Keluar dari orang ini!" (Markus 5:7-8)

Apakah Anda termasuk orang yang takut terhadap roh jahat? Mungkin  Anda akrab dengan ritual tolak bala yang masih banyak dijumpai di berbagai daerah di Indonesia. Tujuannya adalah untuk menjauhkan roh-roh jahat pembawa bencana di suatu daerah. Tradisi ondel-ondel, jathilan, bahkan juga barongsai, yang banyak dianggap sebagai kesenian yang menghibur, juga berakar dari ritual tolak bala.

Alkitab tidak menyangkal keberadaan roh-roh jahat. Dalam bacaan hari  ini, Yesus menjumpai seorang yang mengenaskan. Ia terkucil dari komunitasnya karena kerasukan banyak roh jahat. Saking banyaknya, roh jahat itu menyebut diri sebagai Legion (dalam satuan militer Romawi berarti pasukan yang berjumlah 5.000- 6.000 orang). Orang ini  awalnya sering dirantai, tetapi ia menjadi sangat kuat hingga semua rantai diputuskannya. Bayangkanlah Anda tinggal di daerah Gerasa. Orang yang paling berani pun mungkin enggan melewati daerah pekuburan dan perbukitan di mana orang yang kerasukan itu berteriak-teriak dan memukuli diri. Betapa angkernya! Namun  menghadapi Yesus, roh-roh jahat tidak berkutik. Mereka sujud dengan ketakutan, mengenali bahwa Yesus datang dari Allah Yang Mahatinggi (ayat 7). Mereka tunduk pada perintah Yesus dan keluar dari orang  itu (ayat 8-13).

Ketika manusia berusaha menjauhkan roh-roh jahat dengan caranya  sendiri, bisa jadi ia justru yang balik dikuasai oleh roh-roh itu. Yesus bukan Pribadi biasa! Dia Allah yang memiliki otoritas yang nyata serta kuasa atas roh-roh jahat. Anda dapat datang membawa  ketakutan Anda di hadapan-Nya dan memohon pertolongan-Nya! --LIT

YANG DAPAT MENJAUHKAN ROH-ROH JAHAT HANYALAH PRIBADI YANG PUNYA OTORITAS ATAS MEREKA.

Sumber : Renungan Harian

Sikap Terhadap Pemerintah

MENAATI PEMERINTAHKU (Roma 13:1-7)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah. (Roma 13:1)

Siap aturan yang dikeluarkan pemerintah selalu mengundang pro dan kontra. Bukan hanya di negara kita, melainkan juga di negara-negara  lain, dan hal itu bahkan sudah terjadi sejak zaman Rasul Paulus. Bagaimana seorang pengikut Kristus harus bersikap?

Bacaan kita hari ini mengingatkan dua hal penting. Pertama,  pemerintah ada karena perkenan Allah (ayat 1). Entah mereka baik  atau buruk, Tuhanlah yang mengizinkan mereka berkuasa. Kepada Pilatus yang menyalibkan-Nya, Yesus berkata: "Engkau tidak mempunyai  kuasa apa pun terhadap Aku, jikalau kuasa itu tidak diberikan kepadamu dari atas" (Yohanes 19:11). Kita tunduk pada pemerintah,  bukan berdasarkan baik tidaknya mereka, tetapi karena kita menghormati Allah yang menetapkan mereka. Yang kedua, karena  pemerintah ditetapkan oleh Allah, maka otoritas tertinggi ada di tangan Allah. Pemerintah yang memimpin menurut cara Allah akan  memimpin dengan adil (ayat 3). Jika perintah mereka berlawanan dengan firman Tuhan, yang mutlak harus ditaati adalah Tuhan.  Beberapa contoh sikap dalam Alkitab: dua bidan di Mesir yang tidak menaati Firaun; Daniel yang melanggar titah Raja Darius, Petrus dan  Yohanes yang menolak perintah mahkamah agama. Mereka tidak kasar berontak, tetapi dengan jelas dan tegas menyampaikan kebenaran apa  pun risikonya.

Apakah selama ini perkataan dan perbuatan kita mencerminkan bahwa  kita menghormati dan menaati pemerintah kita? Ingatlah, kita menaati mereka karena kita menghormati Tuhan. Apakah kita juga peka melihat  adanya kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai firman Tuhan? Orang-orang kristiani perlu dengan kasih dan keberanian menunjukkan  bahwa kita lebih taat pada Tuhan daripada manusia. --LAN

HORMATI TUHAN DENGAN MENAATI PEMERINTAH DAN MENGINGATKAN MEREKA KETIKA MENYIMPANG DARI ATURAN-NYA.

Sumber : Renungan Harian

Prihatin

MERATAP BERSAMA TUHAN (Yeremia 8:18-22)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Karena luka puteri bangsaku hatiku luka .... (Yeremia 8:21)

Orang yang dekat dengan Tuhan sering dianggap pasti memiliki  sukacita dan kebahagiaan yang tak dipengaruhi kesulitan hidup. Wajah mereka senantiasa memancarkan kedamaian, penuh senyuman dan tawa. Banyak orang mengidamkan dan mengejar hidup yang demikian.

Namun perhatikanlah hidup Yeremia, seorang yang dipilih, dikasihi, dan dekat dengan Tuhan sejak dalam kandungan (1:5). Bukan senyum dan tawa yang menghias hidupnya. Yeremia sadar, bahwa Allah yang  memanggilnya adalah Bapa yang sedang murka dan berduka karena  kejahatan anak-anak-Nya. Hidup karib dengan Allah justru membuat Yeremia tak mampu menekan rasa frustrasi dan air mata; ia turut   merasakan kehancuran hati Allah di dalam jiwanya (6:11). Seperti Yesus, hatinya teriris oleh kasih yang turut merasakan luka-luka jiwa orang-orang di sekitarnya, mereka yang penuh borok kejahatan dan menantikan kebinasaan (ayat 3). Ia memohon pengampunan bagi  bangsanya sambil berkabung (ayat 20-22), sementara mereka yang mengaku sebagai umat Allah tidur pulas dalam "damai sejahtera Tuhan"    yang palsu (ayat 11).

Tuhan memanggil kita bukan hanya untuk menikmati sukacita hidup  dalam hadirat-Nya, melainkan juga untuk memulihkan luka bersama-Nya. Adakah kita sebagai pribadi dan sebagai Gereja, ikut merasakan hati Tuhan ketika melihat berbagai masalah di sekitar kita? Betapa kita terlalu nyaman dalam sukacita palsu yang tak peduli. Mengabaikan  hati Tuhan yang masih berduka dan merindu. Berdoalah demi jeritan  hati bangsa ini, hampirilah saudara-saudara kita yang membutuhkan dalam kerinduan hati Tuhan. --ZDK

DEKAT DENGAN TUHAN BERARTI BERSUKACITA DENGAN APA YANG MENYUKAKAN HATI-NYA, BERDUKACITA DENGAN APA YANG MENGHANCURKAN HATI-NYA.

Sumber : Renungan Harian

Prihatin

MERATAP BERSAMA TUHAN (Yeremia 8:18-22)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Karena luka puteri bangsaku hatiku luka .... (Yeremia 8:21)

Orang yang dekat dengan Tuhan sering dianggap pasti memiliki  sukacita dan kebahagiaan yang tak dipengaruhi kesulitan hidup. Wajah mereka senantiasa memancarkan kedamaian, penuh senyuman dan tawa. Banyak orang mengidamkan dan mengejar hidup yang demikian.

Namun perhatikanlah hidup Yeremia, seorang yang dipilih, dikasihi, dan dekat dengan Tuhan sejak dalam kandungan (1:5). Bukan senyum dan tawa yang menghias hidupnya. Yeremia sadar, bahwa Allah yang  memanggilnya adalah Bapa yang sedang murka dan berduka karena  kejahatan anak-anak-Nya. Hidup karib dengan Allah justru membuat Yeremia tak mampu menekan rasa frustrasi dan air mata; ia turut   merasakan kehancuran hati Allah di dalam jiwanya (6:11). Seperti Yesus, hatinya teriris oleh kasih yang turut merasakan luka-luka jiwa orang-orang di sekitarnya, mereka yang penuh borok kejahatan dan menantikan kebinasaan (ayat 3). Ia memohon pengampunan bagi  bangsanya sambil berkabung (ayat 20-22), sementara mereka yang mengaku sebagai umat Allah tidur pulas dalam "damai sejahtera Tuhan"    yang palsu (ayat 11).

Tuhan memanggil kita bukan hanya untuk menikmati sukacita hidup  dalam hadirat-Nya, melainkan juga untuk memulihkan luka bersama-Nya. Adakah kita sebagai pribadi dan sebagai Gereja, ikut merasakan hati Tuhan ketika melihat berbagai masalah di sekitar kita? Betapa kita terlalu nyaman dalam sukacita palsu yang tak peduli. Mengabaikan  hati Tuhan yang masih berduka dan merindu. Berdoalah demi jeritan  hati bangsa ini, hampirilah saudara-saudara kita yang membutuhkan dalam kerinduan hati Tuhan. --ZDK

DEKAT DENGAN TUHAN BERARTI BERSUKACITA DENGAN APA YANG MENYUKAKAN HATI-NYA, BERDUKACITA DENGAN APA YANG MENGHANCURKAN HATI-NYA.

Sumber : Renungan Harian

Thursday, August 09, 2012

Milik Tuhan

KETIKA KEHILANGAN (Ayub 1:13-2:10)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

"Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!" (Ayub 1:21)

Pernah berduka karena kehilangan sesuatu yang kita cintai? Makin dalam cinta, makin dalam juga dukanya. Cepat atau lambat, kita akan  mengalami kehilangan, entah itu karir, harta-benda, stamina, anak, orangtua, pasangan hidup, atau sahabat baik kita. Apapun  penyebabnya, kehilangan selalu terasa menakutkan, menyakitkan, dan menghancurkan.

Meskipun dalam banyak hal kita berbeda dengan Ayub (kita bukan orang  paling kaya, tidak punya anak sebanyak dia, dan mungkin tidak hidup sesaleh dia), ada satu benang merah yang menyatukan kita dengan  kisah Ayub, yaitu kita sama-sama pernah mengalami kehilangan. Sesuai izin Tuhan, dalam waktu singkat Ayub kehilangan anak-anaknya,  kesehatannya, kekayaannya, dan rasa hormat sang istri. Respons Ayub? Ia sujud menyembah dan berkata: "Tuhan yang memberi, Tuhan yang  mengambil, terpujilah nama Tuhan!" Secara manusia ia tentu berduka, sebab itu ia mengoyakkan jubah dan mencukur rambutnya (ayat 20).  Namun, ia menyadari sepenuhnya bahwa apa yang dimilikinya sekarang adalah kepunyaan Tuhan dan datangnya dari Tuhan, Dialah yang berhak  atas segalanya. Sebab itu, Ayub mampu memuji Tuhan di tengah kehilangannya.

Sadar atau tidak, kita kerap merasa pantas menerima hanya hal-hal  baik dalam hidup. Ketika kehilangan kekayaan, kesehatan, dan  orang-orang terkasih, kita menganggap Tuhan tidak adil sehingga kita merasa berhak untuk menggugat dan marah kepada-Nya. Ketika Tuhan mengizinkan kehilangan terjadi, biarlah kasih kita kepada-Nya tidak ikut hilang. Mari bertanya apa yang menjadi rencana Sang Pemilik.  Dia Tuhan Yang Mahabijak dan tak pernah salah dalam bertindak. --DEW

KEHILANGAN AKAN MENGUJI KASIH KITA: KEPADA ALLAH ATAU KEPADA PEMBERIAN-NYA.

Sumber : Renungan Harian

Wednesday, August 08, 2012

Sentuhan Kay

Bocah yang Mampu Membuka Pintu Hati
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Moore adalah seorang dokter yang terkenal dan dihormati. Melalui tangannya, sudah tak terhitung nyawa yang diselamatkan. Dia tinggal di sebuah kota tua di Perancis. Namun, menjadi seorang dokter bukanlah dilakukannya tanpa perjuangan. Berkat seorang gadis kecil, dia mampu menjadi dokter.

Dua puluh tahun yang lalu dia adalah seorang narapidana, kekasihnya mengkhianatinya dan lari ke pelukan lelaki lain. Karena emosi, dia melukai lelaki tersebut sehingga dia yang seorang mahasiswa di universitas terkenal menjadi seorang narapidana selama tiga tahun.

Setelah keluar dari penjara, ternyata kekasihnya telah menikah dengan orang lain. Karena statusnya sebagai bekas narapidana menyebabkannya susah mendapatkan pekerjaan. Dia marah pada dunia. Dalam keadaan sakit hati tersebut, dia memutuskan untuk menjadi perampok.

Ada satu rumah yang telah diincarnya, yang terletak di bagian selatan kota. Para orang dewasa di rumah tersebut semuanya pergi bekerja sampai malam, dan di dalam rumah itu hanya ada seorang anak kecil buta yang tinggal sendirian. Dia sudah mengamati rumah itu dan dia tahu usahanya akan berjalan lancar.

Dia pergi ke rumah tersebut dan mencongkel pintu utamanya dengan sebuah pisau belati. Masuk ke dalam rumah, sebuah suara lembut bertanya, “Siapa itu?” Moore pun sembarangan menjawab, “Saya adalah teman papamu, dia memberikan kunci rumah kepadaku.”

Anak kecil ini sangat gembira dan berkata, “Selamat datang, namaku Kay. Tetapi papaku nanti malam baru pulang ke rumah. Paman, apakah engkau mau bermain sebentar denganku?” Perampok itu memandang mata yang besar namun tidak melihat apapun, dengan wajah penuh harapan, di bawah tatapan memohon yang tulus.

Moore pun berpikir. ‘Ya, tidak ada salahnya bermain dengan anak ini.’, maka diapun menyetujuinya. Yang membuatnya sangat terheran-heran adalah anak yang baru berumur 8 tahun itu dapat bermain piano dengan lancar meskipun dia buta. Lagu-lagu yang dimainkannya sangat indah dan gembira.

Setelah selesai bermain piano, anak ini melukis sebuah lukisan yang dapat dirasakan di dalam dunianya sendiri dan dia lukiskan dengan tepat seperti matahari, bunga, ayah, ibu, teman-teman. Meski matanya buta, namun dunianya tidak dibutakan oleh keadaannya itu. Meskipun lukisannya kelihatan sangat canggung, yang bulat dan persegi tidak dapat dibedakan, tetapi ia melukis dengan sangat serius dan tulus.

“Paman, apakah matahari seperti ini?” Moore merasa sangat terharu karena tekad anak ini untuk tahu tentang dunia yang tidak pernah dilihatnya. Dia lalu melukis di telapak tangannya beberapa bulatan. “Matahari bentuknya bulat dan terang, dan warnanya keemasan.”

“Paman, apa warna keemasan itu?” tanyanya lagi sambil mendongakkan wajahnya yang mungil. Moore terdiam sejenak lalu membawanya ke tempat terik matahari. “Emas adalah sebuah warna yang sangat vitalitas, bisa membuat orang merasa hangat, sama seperti kita memakan roti yang bisa memberi kita kekuatan.”

Anak buta ini dengan gembira meraba ke empat penjuru. “Paman saya sudah merasakan, sangat hangat, pasti sama dengan warna senyuman Paman.”

Dan tanpa terasa, Moore dengan sabar menjelaskan kepadanya berbagai bentuk warna dan bentuk barang. Dia menggambarkannya dengan hidup sehingga anak itu bisa mengerti. Anak ini mendengar ceritanya dengan serius.

Akhirnya Moore teringat tujuan kedatangannya, tetapi Moore tidak mungkin lagi merampok. Tapi dia menyadari sesuatu. Karena kecaman dan ejekan dari masyarakat, dia hendak melakukan kejahatan lagi. Namun, berdiri di hadapan Kay membuatnya sangat malu. Dia pun menulis sebuah catatan untuk orangtua Kay.

“Tuan dan Nyonya yang terhormat, maafkan saya mencongkel pintu rumah kalian. Kalian adalah orangtua yang hebat, dapat mendidik anak yang demikian baik. Walaupun matanya buta, tetapi hatinya sangat terang. Dia mengajarkan kepada saya banyak hal dan membuka pintu hati saya.”

Tiga tahun setelah peristiwa itu, Moore menyelesaikan kuliahnya di universitas kedokteran dan memulai karirnya sebagai seorang dokter. Enam tahun kemudian, dia dan rekan-rekannya mengoperasi mata Kay sehingga Kay bisa melihat keindahan dunia ini. Kay menjadi seorang pianis yang terkenal, yang mengadakan konser ke seluruh dunia.

Ketika Moore mengalami kekecewaan terhadap dunia dan kehidupannya, semangat dan kehangatan Kay kecil yang dulunya buta ini akan memberikan kehangatan dan kepercayaan diri kepadanya. Kay kecil tidak pernah putus asa dan menyia-nyiakan kehidupannya. Itulah yang Moore pelajari dari diri seorang gadis cilik yang buta.

Dunia dan segala yang di dalamnya bisa jadi membuat kita kecewa sehingga kita melakukan satu kesalahan demi kesalahan lainnya untuk melampiaskan kekecewaan kita. Namun, di dalam dunia yang menurut kita sangat buruk ini, selalu ada keindahan di dalamnya. Carilah keindahan itu dan jalanilah kehidupan yang terbaik yang bisa kita punya.

Sumber : Renungan Hidup - by Lois Horiyanti

Sembuh Total

TIDAK LAGI NAJIS (Markus 5:21-34)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Lalu kata-Nya kepada perempuan itu, "Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan damai dan tetaplah sembuh dari penyakitmu!" (Markus 5:34)

Pernah memikirkan bagaimana kehidupan seorang perempuan yang sakit perdarahan selama 12 tahun? Bayangkan cucian bajunya setiap hari. Bayangkan betapa tidak nyamannya ia beraktivitas. Ia sudah berusaha berobat, menemui banyak dokter. Namun, hingga tabungannya ludes, ia tak juga kunjung sembuh. Dalam tradisi Yahudi, perempuan dalam  kondisi perdarahan dianggap najis, tidak dapat ambil bagian dalam  ibadah di tempat kudus, dan apa yang disentuhnya juga ikut menjadi najis (Imamat 15). Mirip dengan rekan-rekan muslim saat berpuasa.   Jika sedang haid, ibadah puasanya tidak diperhitungkan. Tentulah  perempuan ini sangat frustrasi dengan kondisinya.

Dalam situasi demikian, mendekati Yesus tentulah penuh perjuangan.  Ia sedang dalam kondisi najis, dan apa yang disentuhnya akan ikut  menjadi najis. Kalau sampai ketahuan, mungkin ia akan diusir atau dipukul. Menyentuh jubah Yesus tentu membuat ia bergumul. Bagaimana  jika Yesus juga menolaknya? Betapa terkejutnya ia ketika Yesus mendadak berhenti dan mencari siapa yang menyentuhnya. Ia takut dan   gemetar, tersungkur di depan Yesus (ayat 33). Akankah Yesus mempermalukannya? Ternyata sebaliknya. Yesus memberikan jaminan   kesembuhan, bukan hanya untuk penyakitnya, tetapi juga untuk hatinya  (ayat 31-34).

Bukankah kita sebenarnya tak berbeda dengan perempuan yang sakit  perdarahan itu? Dosa menajiskan hidup kita. Siapakah yang layak   mendekat pada Allah Yang Mahakudus, apalagi diterima oleh-Nya?  Syukur kepada Allah di dalam Yesus Kristus yang tidak menolak saat   kita datang dengan iman kepada-Nya. Mari mohon agar Dia membersihkan kita dari segala kenajisan kita. --ITA

SIAPAKAH YANG BOLEH MENDEKAT PADA ALLAH YANG MAHAKUDUS, KECUALI IA TELAH DIBERSIHKAN OLEH KRISTUS?

Sumber : Renungan Harian

Monday, August 06, 2012

Keputusan

SIAPA YANG MENENTUKAN? (Lukas 4:42-44)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Ketika hari siang, Yesus berangkat dan pergi ke suatu tempat yang terpencil. Tetapi orang banyak mencari Dia, lalu menemukan-Nya dan berusaha menahan Dia supaya jangan meninggalkan mereka. (Lukas 4:42)

Ada begitu banyak hal baik yang dapat kita kerjakan dalam hidup  ini. Bagaimana kita bisa memastikan bahwa kita telah mengambil keputusan yang benar dan tidak melewatkan kesempatan yang Tuhan berikan? Memilih antara yang baik dan tidak baik itu mudah. Memilih  antara yang baik dan yang terbaik, itu yang sulit. Kerap kebutuhan yang besar dan dorongan banyak orang menjadi faktor yang penting  bagi kita dalam mengambil keputusan. "Kami sangat membutuhkanmu di sini, " atau "Tidak ada orang lain yang akan mengerjakannya jika tidak ada kamu." Kita pun luluh. Mungkin inilah kehendak Allah bagi saya.

Pendapat mayoritas tidak selalu sama dengan pendapat Allah. Lihat  saja kisah Yesus. Warga Kapernaum mendesak Dia untuk tetap tinggal  di tempat mereka. Banyak hal yang bisa Yesus kerjakan di sana. Namun, Yesus malah memilih meninggalkan mereka. Yesus sangat jelas  dengan penugasan Bapa-Nya. Kejelasan ini tampaknya terkait erat dengan waktu-waktu khusus yang selalu Dia ambil untuk menyepi dan  berdoa (ayat 42, 5:16). Karena selalu terhubung dengan Bapa, Yesus tidak pernah kehilangan fokus-Nya. Situasi tidak pernah  mengendalikan-Nya.

Jika hari ini kita mulai kehilangan fokus dan pendapat mayoritas  menjadi satu-satunya andalan kita mengambil keputusan, mari  memeriksa hubungan kita dengan Tuhan. Adakah kita memiliki waktu-waktu pribadi yang khusus untuk berbicara dan mendengarkan  Tuhan secara teratur? Tanpa hubungan yang intim dengan Tuhan, kita tak akan memiliki kepekaan akan apa yang Dia ingin kita kerjakan.  Kita bisa sangat sibuk, tetapi tidak sedang mengerjakan kehendak-Nya. --MEL

SIAPA YANG MENENTUKAN APA YANG AKAN ANDA KERJAKAN?  ANDA SENDIRI, SITUASI, ATAU TUHAN?

Sumber : Renungan Harian

Keterbatasan

TIDAK TERHINGGA (Mazmur 147:1-11)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Besarlah Tuhan kita dan berlimpah kekuatan, kebijaksanaan-Nyatak terhingga. (Mazmur 147:5)

Hang (baca: heng). Itu istilah yang sering terlontar ketika komputer macet, tidak bisa lagi memberi respons apa-apa. Mungkin  program yang dijalankan terlalu banyak atau berat. Atau, ada virus yang menghambat kerjanya. Istilah ini juga dipakai sebagian orang  untuk menggambarkan bahwa mereka sedang tidak bisa berpikir lebih jauh. Mungkin karena terlalu penat atau kurang istirahat. Kondisi  hang mengingatkan kita bahwa teknologi dan manusia, secanggih apa pun, sepintar apa pun, ada batasnya.

Sebaliknya, Tuhan tidak terbatas. Perenungan pemazmur melambungkan  imajinasi kita untuk memahami Dia yang "tidak terhingga".  Mengumpulkan kembali umat Israel yang tercerai berai di seluruh penjuru dunia bukan hal sulit bagi-Nya (ayat 2). Memulihkan orang  yang sudah tidak punya harapan hidup adalah keahlian-Nya (ayat 3). Menghitung bintang di galaksi terjauh pun mudah saja bagi-Nya (ayat 4). Menyelimuti langit dengan awan, menurunkan hujan di tempat tertentu dan menahannya di belahan bumi lainnya, membuat gunung, menumbuhkan rerumputan, memberi makan hewan-hewan di padang, semua bisa dilakukan-Nya sekaligus! (ayat 8-9). Kehebatan manusia maupun sarana-sarana yang digunakan manusia dalam berkarya tidak  mengesankan-Nya (ayat 11).

Kita kerap frustrasi dengan waktu yang sempit dan tanggung jawab yang banyak. Kita tidak tahu bagaimana menyikapi relasi yang rusak  sementara kasih dan kesabaran kita terbatas. Kita tidak mahahadir, otak kita tidak mahatahu. Namun, mana yang lebih sering kita  andalkan? Diri kita, sesama manusia, teknologi, atau ... Tuhan yang tak terhingga? Sungguh, kita perlu senantiasa diingatkan betapa hebat dan tidak terbatasnya Tuhan kita! --MEL

FRUSTRASI HADIR KETIKA KITA MENGANDALKAN SUMBER-SUMBER YANG TERBATAS, DAN MENGABAIKAN DIA YANG TAK TERBATAS.

Sumber : Renungan Harian

Wednesday, August 01, 2012

New Heart

Recall Notice (Acts 3:13-21)

Repent . . . that your sins may be blotted out. —Acts 3:19

In 2010, auto manufacturers recalled a staggering 20 million cars in the US for various defects. The thought of such a large number of defective cars on the road is startling enough. But what is more disturbing is the apathy of some owners. In one instance, the executive director of the Center for Auto Safety warned owners, “It’s a free repair. Get it done. It may save your life.” Yet, despite the risk to their own lives, 30 percent never responded.

Likewise, many ignore God’s “recall notice” to the entire human race. Unlike a defect found in automobiles, the moral defect of the human race is not the Maker’s fault. He made everything “very good” (Gen. 1:31), but people’s sin ruined it. God’s offer to us is “repent . . . that your sins may be blotted out” (Acts 3:19).

God offers not just a free repair of the human heart but a replacement of it (Ezek. 36:26; 2 Cor. 5:17). Though the offer costs us nothing (Eph. 2:8-9), it cost God the life of His only Son Jesus Christ. “[Jesus] bore our sins in His own body on the tree, that we, having died to sins, might live for righteousness—by whose stripes you were healed” (1 Peter 2:24).

Don’t ignore the Lord’s call. The free and permanent remedy offered by God for your spiritual defect will save your life! —C. P. Hia

The heart of man is stained by sin,
From Adam’s fall this has been true;
Yet God in Christ can make a change—
Through faith in Him we are made new. —Fitzhugh

For a new start, ask God for a new heart.

Source : Our Daily Bread

Popular Posts