Monday, July 30, 2012

Anak

MILIK PUSAKA (Mazmur 127)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada Tuhan .... Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda. (Mazmur 127:3-4)

Saya merasa sangat beruntung memiliki ibu yang begitu mengasihi  saya. Saya sering teringat kisahnya, bahwa ia mendoakan saya sejak saya dalam kandungan sejak mengetahui dirinya hamil. Mendengarnya, saya merasa begitu berharga. Kehadiran saya dirancang baik dan diinginkan. Selain itu, saya mengenal kebenaran Alkitab dari didikan  dan disiplin yang diterapkan ayah saya. Melalui doa dan didikan mereka, saya merasakan secara nyata kehadiran Tuhan dalam hidup.

Sikap orangtua saya sama seperti kata Alkitab: anak adalah anugerah,  milik berharga karunia Allah, bukan hasil karya ataupun prestasi orangtua. Seperti mata pencarian kita (ayat 2), sia-sialah kita  berupaya untuk memperolehnya jika itu tak diberikan kepada kita. Namun, ibarat anak panah (ayat 4), anak perlu dilatih dan diasah  sejak kecil agar mencapai sasaran hidupnya. Ada kalanya anak perlu mendapat teguran, bahkan juga hukuman (lihat Amsal 29:15). Jika itu dilakukan, ketika anak dewasa kelak, orangtuanya takkan malu di hadapan musuh (ayat 5). Siapakah musuh kita? Musuh kita bukan lagi  dalam pengertian fisik, melainkan rohani, yakni Iblis dan bala tentaranya (lihat Efesus 6:12).

Dengan sikap bagaimanakah kita memandang anak? Bagaikan beban yang  merepotkan atau merupakan anugerah Tuhan yang kita syukuri? Menghargai anak bukan saja kewajiban orangtua, melainkan keharusan bagi setiap orang percaya. Dalam bentuk tindakan, kita menghargai anak ketika kita mendidik dan mengajarkan kebenaran kepada mereka  membawa mereka mengenal dan mencintai Tuhan sejak dini. --HEM

HARGAI ANAK SEBAGAIMANA TUHAN MENGHARGAI MEREKA.

Sumber : Renungan Harian

Thursday, July 26, 2012

Silaturami

PELAYANAN RUMAH (Markus 1:29-34)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Sekeluarnya dari rumah ibadat itu Yesus bersama Yakobus dan Yohanes pergi ke rumah Simon dan Andreas. (Markus 1:29)

Ada beberapa peristiwa dalam kehidupan Yesus, termasuk beberapa  pengajaran dan mukjizat penting, dilakukan saat Yesus berada di rumah-rumah atau dipicu oleh peristiwa-peristiwa dalam rumah. Ya, rumah, bukan sinagoge tempat orang Yahudi ramai berkumpul, atau  gelanggang yang menjadi pusat perhatian publik. Bacaan hari ini merupakan sebuah contoh bahwa rumah merupakan tempat yang penting  bagi berlangsungnya pelayanan.

Setelah melayani di rumah ibadah pada hari Sabat, Yesus pergi ke  "rumah Simon dan Andreas" (ayat 29). Sekadar bersilaturahmikah  kunjungan itu? Ada kemungkinan untuk itu. Menariknya, dari kunjungan itu, setidaknya ada dua peristiwa yang dicatat. Pertama, Yesus  menyembuhkan ibu mertua Petrus (ayat 31); kedua, Yesus menyembuhkan banyak orang yang menderita berbagai penyakit dan mengusir banyak setan (ayat 34). Pelayanannya, selain menyentuh keluarga Simon dan  Andreas, juga menyentuh kehidupan banyak orang yang datang. Selain tempat-tempat terbuka atau tempat ibadah orang Yahudi, Yesus juga  melayani di rumah-rumah; dari berbagai kalangan. Beberapa kisah lain adalah saat Dia singgah di rumah pemungut cukai, kunjungannya ke  rumah Maria dan Marta, juga saat bertamu di rumah Zakheus.

Banyak orang belum memiliki hubungan dengan gereja. Atau bahkan  memendam kekecewaan tertentu kepada gereja, sehinga enggan melangkah ke sana. Mari memikirkan satu aspek pelayanan penting ini: pelayanan  rumah. Dengan diiringi doa, kita bisa mulai memikirkan satu-dua orang yang akan kita kunjungi, supaya ada banyak orang juga yang  dijangkau bagi Kristus lewat pelayanan semacam ini--keluarga kita, sahabat, kolega. Siapa pun. --ICW

SILATURAHMI ITU SEBUAH TRADISI, TETAPI KUNJUNGAN MURID KRISTUS BERPOTENSI MENJADI SEBUAH MISI KRISTIANI.

Sumber : Renungan Harian

Wednesday, July 25, 2012

Helping Others

When The Message Light Doesn't Blink
Author: Steve Goodier

Seeing one of her neighbor's children playing alone, a woman asked him where his brother was.  "Oh," he said, "he's in the house playing a duet.  I finished first."

Too many people find themselves playing a duet alone.  Too many people are lonely.  They rise alone in the morning, they eat meals alone, they watch television alone and retire alone in the evening.  They have too few friends and family to share their lives with.  It feels as if they should be playing a duet or an ensemble and everyone else finished first.  They are more than alone; they are lonely.

"I don't have an answering machine," one man said.  "I live alone, and I'm sometimes told that I've missed calls when I've been out.  'You should really get an answering machine,' my friends tell me, but I won't.  I don't want to come home to find the message light not blinking.  I don't want to know with such certainty that no one tried to get in touch.  It's worth missing a message or two to avoid that."

A folktale tells of a monarch long ago who had twin sons.  There was some confusion about which one was born first.  As they grew to young manhood, the king sought a fair way to designate one of them as crown prince.

Calling them to his council chamber one day, he said, "My sons, the day will come when one of you must succeed me as king.  The burdens of sovereignty are very heavy.  To find out which of you is better able to bear them cheerfully, I am sending you together to a far corner of the kingdom.  One of my advisors there will place equal burdens on your shoulders.  My crown will one day go to the one who first returns bearing his burden like a king should."

In a spirit of friendly competition, the brothers set out together.  Soon they overtook a frail and aged woman struggling under a heavy weight.  One of the boys suggested that they stop to help her.  The other protested: "We have a burden of our own to worry about.  Let us be on our way."

So the second son hurried on while the other stayed behind to help the woman with her load.  On his journey to the kingdom's edge, the same young man found others who needed help.  A sightless man who needed assistance home; a lost child whom he carried back to her worried parents; a farmer whose wagon needed a strong shoulder to push it out of the mud.

Eventually he did reach his father's advisor, where he secured his own burden and started home with it safely on his shoulders.  When he arrived back at the palace, his brother met him at the gate and greeted him with dismay.  "I don't understand," the brother said, "I told Father the burden was too heavy to carry.  How did you manage it alone?"

The future king replied thoughtfully, "I suppose when I helped others carry their burdens, I found the strength to carry my own."

Isn't that the secret of living with loneliness?  When we find others who need help with their burdens, we also find the strength to carry our own!
Get busy helping others, even if it is nothing more than making a phone call or writing an encouraging note, and you'll find that your burden of loneliness will become easier and easier to manage.  And soon you'll be too happy and busy to even notice if the message light is blinking.

“For he satisfieth the longing soul, and filleth the hungry soul with goodness.” -Psalm 107:9 

Source : Sherry's Inspirational

Tuesday, July 24, 2012

Peace In Him

Troubled Times John 16:25-33)

In the world you will have tribulation; but be of good cheer, I have overcome the world. —John 16:33

If you’ve never heard of Murphy’s Law, you’ve probably experienced it: “If anything can go wrong, it will.”

Murphy’s maxim reminds me of the principle Jesus shared with His disciples when He told them, “In this world you will have trouble” (John 16:33 NIV). In other words, we can count on it—sooner or later we will hit troubled times. It’s not the way God originally intended life to be, but when the human race first succumbed to Satan’s seduction in the garden, everything on this planet fell into the grip of sin. And the result has been disorder and dysfunction ever since.

The reality of trouble in life is obvious. It’s the reality of peace that often eludes us. Interestingly, when Jesus warned His followers about trouble, in the same breath He also promised peace. He even told them to “be of good cheer, I have overcome the world” (v.33). The word overcome indicates a past event that has a continuing effect. Not only did Jesus conquer the fallen world through His death and resurrection, but He continues to provide victory, no matter how much trouble we may face.

So, although we can expect some trouble in this fallen world, the good news is that we can count on Jesus for peace in troubled times. —Joe Stowell

Dear Lord, thank You for always being with us.
We ask that when troubles invariably come,
You would renew in us once again the blessed
peace of Your presence. Amen.

In the midst of troubles, peace can be found in Jesus.

Source : Our Daily Bread

Friday, July 20, 2012

Dibayar Lunas

KISAH SEGELAS SUSU
Oleh : Pdt Wanda Inggrid Ferdinandus

Suatu hari, seorang pemuda miskin, yang menjual barang dari pintu ke pintu untuk membiayai sekolahnya, menemukan dirinya hanya memiliki uang sepeser dan dia kelaparan. Dia akhirnya memutuskan untuk meminta makan di rumah selanjutnya. Namun, dia kehilangan keberaniannya ketika seorang wanita muda cantik membuka pintu rumah. Alih-alih meminta makan, pemuda itu hanya meminta segelas air putih.

Wanita itu berpikir bahwa pemuda itu terlihat kelaparan jadi dia membawakannya segelas besar susu.
Pemuda itu meminumnya pelan-pelan, dan kemudian bertanya, "Berapa saya berhutang kepada Anda?"
"Kamu tidak berhutang apa-apa kepada saya," jawab wanita itu. "Ibu saya selalu mengingatkan kami untuk tidak pernah menerima bayaran atas kebaikan yang kami lakukan."
Pemuda itu kemudian berkata.. "Kalau begitu, saya berterima kasih dari hati saya yang terdalam."

Pemuda itu bernama Howard Kelly, dia kemudian meninggalkan rumah itu bukan hanya dengan fisik yang lebih kuat, namun juga imannya kepada Tuhan dan orang lain. Sebelumnya, dia sudah ingin menyerah dan berhenti.

Bertahun-tahun kemudian, wanita muda tadi mengalami sebuah penyakit kritis. Dokter setempat tidak mampu menanganinya. Mereka kemudian mengirimnya ke kota besar dimana ada spesialis yang dapat menangani penyakitnya yang aneh.

Dr. Howard Kelly dipanggil untuk memberikan konsultasi. Ketika dia mendengar nama kota asal wanita tersebut, sebuah Cahaya aneh memenuhi matanya. Dengan cepat ia bangun dan turun ke aula rumah sakit menuju kamar wanita itu.

Menggunakan pakaian dokternya dia mengunjungi wanita tersebut. Dr. Kelly langsung mengenali wanita itu, dia kemudian kembali ke ruang konsultasinya dan memutuskan untuk melakukan yang terbaik untuk menyelamatakan nyawanya. Mulai hari itu dia memberikan perhatian khusus kepada kasus wanita tersebut. Setelah berjuangan selama beberapa waktu lamanya, akhirnya pertempuran dimenangkan.

Dr. Kelly kemudian meminta bagian administrasi untuk menagihkan biaya pengobatan wanita tersebut kepadanya. Dia kemudian melihat tagihan tersebut, kemudian menuliskan sesuatu di tagihan tersebut, lalu tagihan tersebut di kirim ke ruangan wanita tersebut. Wanita itu sangat takut untuk membuka tagihan itu, dia yakin membutuhkan seluruh sisa hidupnya untuk membayar biaya pengobatan itu. Akhirnya dia membuka amplop tagihan itu, dan sesuatu menarik perhatiannya di sisi tagihan itu. Dia membaca kalimat ini…
"Dibayar lunas dengan segelas susu." – tanda tangan – Dr. Howard Kelly.

Air mata sukacita mengalir di wajah wanita tersebut, dengan bahagia dia berdoa: "Terima kasih Tuhan, karena cinta-Mu telah menyebar melalui hati dan tangan manusia."

(Dr. Howard Kelly adalah anak kelaparan yang pernah ditolong wanita tersebut. Cerita disadur dr buku pengalaman Dr. Howard Kelly dalam perjalanannya melalui Northern Pennsylvania, AS)

Cuplikan sekilas tentang Dr. Howard Kelly :
Dr. Howard Atwood Kelly (lahir 20 Februari 1858 di Camden, New Jersey, AS; meninggal 12 Januari 1943, usia 84 tahun) dibesarkan di daerah dekat Philadelphia. Setelah menyelesaikan pendidikan kedokterannya di Universitas Pennsylvania pada tahun 1882, dia membuka praktik sendiri di Philadelphia (1882 -- 1883). Tidak berhenti sampai di situ, rumah sakit khusus wanita didirikannya pada tahun 1883 dan diberi nama Rumah Sakit Kensington.

Healing Quote :
Prinsip dunia adalah “hemat pangkal kaya” tetapi Tuhan mengajarkan kepada kita tentang hukum "Tabur-Tuai". Orang yang mau memberi, hidupnya pasti diberi kelimpahan, tetapi disini kita harus tahu jelas mengapa kita menabur? Ada yang menabur karena sombong, tetapi ada juga karena dari hati yang tulus. Ada juga yang menabur dengan motivasi yang salah, karena ingin mendapatkan balasan yang sama dengan apa yang ia tabur. Dalam kenyataan kita melihat ada orang kaya tetapi melakukan tindakan ekonomis dan penghematan yang luar biasa, maka ia sama halnya dengan orang miskin. Ada seorang yang selalu digolongkan dirinya miskin dan menderita tapi suka menolong, walaupun pertolongan itu tidak selalu dalam bentuk materi.

Hidup orang Kristen bukanlah hidup “kaya” tetapi hidup yang diberkati sehingga dia rela memberi. Pada saat kita diberkati oleh Tuhan, Tuhan punya maksud yaitu supaya kita dapat memberkati orang lain melalui berkat yang kita dapatkan dari Tuhan juga. Oleh karena itu, masalah menabur bukanlah mempermasalahkan si miskin atau si kaya.

Sebaliknya, siapapun kita, baik kaya, menengah maupun miskin jangan pelit berbuat kebaikan kepada orang lain. Allah berjanji bahwa orang yang banyak memberi akan menerima kembali lebih daripada yang diberikannya. Tuhan memberkati orang yang baik hati dan bermurah hati; apakah itu pemberian uang atau dirinya sendiri. Namun jangan pernah salah motivasi kita pada saat kita menabur. Karena Tuhan melihat hati kita, apakah kita tulus untuk memberi atau karena ada ingin mendapatkan balasan yang sama.

Seperti dalam Lukas 6:36 “Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati." Biarlah kita menjadi seperti Yesus yang murah hati sehingga banyak orang dapat melihat Kristus di dalam kita. Lebih baik memberi daripada menerima. Mungkin tidak selalu seperti kisah di atas, kita tidak selalu menerima timbal balik dari orang yang kita tolong, namun percayalah bahwa Tuhan memiliki banyak cara untuk menunjukkan kemurahan hati-Nya kepada Anda.

"Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.” (Matius 5:3)

Dasar Iman

IMAN IMPLISIT (Kisah Para Rasul 17:10-15)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

... mereka menerima firman itu dengan segala kerelaan hati dan setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian. (Kisah Para Rasul 17:11)

John Calvin pernah mengkritik iman orang kristiani pada zamannya dengan sebutan "iman implisit". Dengan kata lain, kita langsung saja percaya apa yang disampaikan orang tentang firman Tuhan, tanpa mengecek kebenarannya langsung dari Alkitab. Tampaknya baik, namun, bagaimana jika yang disampaikan itu ternyata keliru? Bukankah yang  diimani itu jadi ikut keliru? Tampaknya, "iman implisit" juga menjangkiti orang kristiani masa kini. Bukankah kita kerap mendengar orang kristiani yang mengaku mengenal Tuhan, tetapi dengan alasan bahwa pendetanya yang mengajarkan demikian. Alih-alih mempelajari firman Tuhan dengan saksama, orang ini hanya mengekor orang lain.

Tidak demikian dengan jemaat di Berea. Di satu sisi, mereka menerima pengajaran Paulus dan Silas dengan penuh semangat (frasa "kerelaan hati" dalam ayat 11 berasal dari kata Yunani prothymias, yang lebih tepat jika diterjemahkan dengan frasa "kesungguhan hati"). Namun, di sisi lain, mereka menyelidiki pengajaran tersebut di bawah terang  firman Tuhan. Mereka tidak mempraktikkan ketaatan buta yang menelan mentah-mentah apapun yang dikatakan oleh otoritas manusia. Mereka menguji sebuah pengajaran sebelum memercayainya.

Apakah kita memiliki "iman implisit"? Apakah kita malas meneliti firman Tuhan secara serius demi iman kita dan hanya manut dengan pendapat orang lain? Milikilah sikap jemaat Berea yang selalu antusias belajar dari orang lain, tetapi juga berupaya untuk  mendalami firman Tuhan secara mandiri. --JIM

IMAN IMPLISIT HANYA DIDASARKAN PADA APA YANG DIKATAKAN ORANG. IMAN SEJATI DIDASARKAN PADA APA YANG DIKATAKAN FIRMAN TUHAN.

Sumber : Renungan Harian

Akar Kejahatan

TOLOK UKUR KARAKTER (1 Timotius 6:2-10)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang dan karena memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka. (1 Timotius 6:10)

Richard Halverson, seorang penulis dan pendeta senat AS, pernah  menulis: Yesus Kristus berbicara tentang uang lebih dari hal-hal lain, karena ketika tiba pada sifat alami manusia, uang memegang peran terpenting. Uang merupakan indeks yang tepat untuk menunjukkan karakter sejati seseorang. Di seluruh halaman Kitab Suci, ada korelasi  yang sangat dekat antara perkembangan karakter manusia dengan cara ia menangani uangnya.

Banyak tokoh di Alkitab yang dikecam, dihukum, atau dipuji oleh  Allah karena sikap mereka terhadap uang. Yudas Iskariot mengkhianati Tuhan Yesus demi tiga puluh uang perak. Ananias dan Safira rebah dan mati seketika setelah berdusta perihal uang yang mereka serahkan.  Mereka adalah contoh orang-orang yang jatuh dalam pencobaan  berkenaan dengan uang. Uang membuat mereka terjerat dalam berbagai nafsu yang hampa dan mencelakakan, hingga akhirnya menyimpang dari  iman dan menyiksa diri dengan berbagai duka (ayat 10). Namun, ada kisah janda miskin yang dipuji Tuhan Yesus karena memberi dari kekurangannya. Atau, jemaat Makedonia yang disebut Paulus sangat miskin, tetapi kaya dalam kemurahan (lihat 1 Korintus 8). Mereka ialah orang-orang yang pertama-tama menyerahkan hati kepada Allah, lalu uang mereka.

Uang hanya salah satu sarana yang kita perlukan dalam menjalani  kehidupan di dunia ini. Uang adalah berkat, bukti pemeliharaan Allah atas kita. Uang harus menjadi hamba kita. Jika kita cinta uang, uang akan menjadi tuan kita. Bagaimana Anda menangani uang? Mana yang lebih Anda cintai: Allah dan firman-Nya, atau ... uang? --SAR

ALLAH HARUS MENJADI TUHAN ATAS DIRI KITA DAN JUGA UANG KITA.

Sumber : Renungan Harian

Thursday, July 19, 2012

Pikiran & Hati

HIDUPKU PANCARAN HATIKU (Amsal 4:20-27)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan. (Amsal 4:23)

Pusat penelitian Wright Air Patterson di Ohio, Amerika Serikat, kabarnya sedang mengembangkan teknologi menerbangkan pesawat  terbaru. Para peneliti membuat helm khusus yang dilengkapi alat sensor yang berfungsi menangkapsinyal sinyal di beberapa titik  kepala seorang pilot, sehingga pesawat itu dapat diterbangkan melalui kendali pikiran. Jika seorang pilot tak konsentrasi, pesawat  akan jatuh menghantam bumi. Oleh karenanya, penting bagi seorang pilot berkonsentrasi dan mengendalikan pikirannya dengan baik.

Kehebatan teknologi ini mengingatkan kita kepada peringatan yang  Salomo tulis agar kita menjaga hati kita dengan segala kewaspadaan  (ayat 23), sebab hati manusia memancarkan kehidupan. Alkitab versi FAYH memberi penjelasan yang gamblang tentang hal ini, yaitu  "jagalah hatimu, karena hatimu memengaruhi segala sesuatu dalam hidupmu". Setiap tindakan dan perilaku kita merupakan buah yang  tampak dari apa yang ada dalam hati kita. Oleh karena itu, Salomo mengingatkan kita untuk waspada terhadap hal-hal yang mengendalikan  hati kita, karena cepat atau lambat apa yang ada di hati kita akan mengendalikan setiap pikiran, tindakan, dan perkataan kita. Hanya  ketika hati kita dikendalikan dengan didikan yang baik dan hikmat dari Tuhan, kita akan dimampukan untuk menjalani hidup tidak  menyimpang ke kanan atau ke kiri, menjauhkan kaki dari kejahatan (ayat 27).

Mari menilik hati. Sudahkah kita menjaganya dengan kewaspadaan?  Ataukah dosa yang pegang kendali? Arahkanlah perhatian dan telinga kita kepada hikmat yang dari Tuhan (ayat 20) dan menyimpannya dalam  hati (ayat 21) sehingga hidup kita dipengaruhi dengan segala  kebaikan yang bersumber dari-Nya. --BER

SAAT HATI DIPENUHI KASIH ALLAH DAN PIKIRAN DIPENUHI FIRMAN TUHAN, PERKATAAN BERKAT YANG TEPAT PADA WAKTUNYA AKAN MENGALIR DARI MULUT KITA. -JOHN PIPER

Sumber : Renungan Harian

Mengendalikan Lidah

BIJAK BERKATA-KATA (Yakobus 3:1-12)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Dengan lidah kita memuji Tuhan dan Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia ... dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. (Yakobus 3:9-10)

Sariawan. Anda pernah mengalaminya? Luka di rongga mulut ini  memang sangat mengganggu. Selain menimbulkan rasa sakit saat minum dan mengunyah makanan, ternyata sariawan juga bisa membuat Anda kesakitan saat berbicara. Apalagi jika letaknya di lidah. Ketika  menulis renungan ini, ada dua buah sariawan di lidah saya.  Akibatnya, saya sangat berhati-hati ketika berbicara, minum, dan makan. Kalau tidak benar-benar penting, saya memilih untuk diam. Walaupun tak mudah, itu lebih baik, daripada sakit.

Bersikap hati-hati dalam berbicara, bukanlah hal yang mudah. Apalagi  dalam keadaan kesal atau marah. Kebanyakan orang lebih suka  mengungkapkan kekesalan atau amarahnya lewat kata-kata. Hal seperti itu sebenarnya wajar saja. Namun sayang, keadaan emosional mudah  membuat seseorang kehilangan kendali. Akhirnya, kata-kata yang keluar adalah kata-kata kasar. Caci maki. Bahkan kutukan. Yakobus menegaskan fakta bahwa tidak ada orang yang sempurna dalam perkataannya (ayat 2); tidak seorang pun yang dapat menjinakkan  lidah (ayat 8); lidah yang sama juga memuji Allah sekaligus mengutuki manusia (ayat 9-12). Mengerikan, bukan? Itulah sebabnya ia  mengajar kita untuk mampu menguasai lidah dengan cara lambat berkata-kata dan juga lambat marah (Yakobus 1:9).

Pepatah berkata: "Lidah tak bertulang". Kita harus belajar berhati-hati dan tidak tergesa-gesa mengucapkan sesuatu. Biarlah  lidah kita dipimpin Tuhan untuk memuliakan nama-Nya dan memberkati  orang-orang di sekitar kita. Bersikaplah bijak dalam berkata-kata.  Setiap saat. Bukan ketika sedang sakit sariawan saja. --OKS

ORANG YANG BERPENGETAHUAN MENAHAN PERKATAANNYA, ORANG YANG BERPENGERTIAN BERKEPALA DINGIN. -AMSAL 17:27

Sumber : Renungan Harian

Monday, July 09, 2012

Jangkar Iman

KETETAPAN ALLAH (Yesaya 46:9-13)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Keputusan-Ku akan sampai, dan segala kehendak-Ku akan Kulaksanakan (Yesaya 46:10)

Pernahkah Anda berjumpa dengan orang yang plin plan? Pada saat tertentu, ia berkata dengan penuh keyakinan bahwa ia hendak melakukan sesuatu. Kesempatan lainnya, ia mengurungkan niatnya sendiri. Pepatah "bagai air di daun talas" tepat untuk menggambarkan orang plin plan. Butir air di daun talas bisa bergerak kemana-mana  karena tidak bisa menempel di permukaan daun yang licin itu. Demikianlah orang plin plan yang terus berubah-ubah dalam pendirian dan perkataannya.

Allah kita bukanlah Pribadi yang plin plan. Firman Tuhan hari ini  mengajarkan doktrin tentang ketetapan Allah (God's decree). Ketetapan Allah tidak berubah sepanjang waktu. Allah tidak pernah  membetulkan atau membatalkan ketetapan-Nya. Ketetapan Allah pasti  terlaksana sesuai dengan kedaulatan-Nya (ayat 10- 11). Ketetapan Allah juga termasuk hal-hal tidak menyenangkan yang ditujukan untuk mendisiplin umat-Nya (ayat 11). Akhirnya, keselamatan umat-Nya adalah bagian dari ketetapan-Nya (ayat 13). Kebenaran yang terakhir ini sangat menguatkan karena artinya keselamatan kita bersifat  pasti. Tidak ada yang dapat menghilangkan anugerah keselamatan dari Allah bagi kita.

Apakah saat ini Anda sedang dirundung keraguan atas rencana- Nya  dalam hidup Anda? Apakah Anda sedang mengalami kehilangan keyakinan atas keselamatan Anda? Firman Tuhan hari ini kiranya meneguhkan Anda lagi. Allah yang mengasihi kita bukanlah Allah yang plin plan. Ketetapan Allah sesungguhnya mencerminkan karakter Allah sendiri.  Ketetapan Allah sepasti karakter Allah! Dalam keteguhan itu, kita pun beroleh keberanian untuk terus menaati firman-Nya dalam situasi yang paling tidak pasti. --JIM

KETETAPAN ALLAH ADALAH JANGKAR YANG KUAT BAGI PERAHU IMAN KITA DI TENGAH SERANGAN OMBAK KERAGUAN.

Sumber : Renungan Harian

Technorati Tags: ,kuat, perahu, ombak, keraguan, plin plan, keselamatan, berubah, keberanian

Friday, July 06, 2012

Bersaksi

PERTEMUAN ILAHI (Kisah Para Rasul 8:26-40)
Dikirim oleh : Evi Sjiane Djiun

Kemudian berkatalah seorang malaikat Tuhan kepada Filipus, "Bangkitlah dan berangkatlah ke sebelah selatan, menurut jalan yang turun dari Yerusalem ke Gaza." Jalan itu jalan yang sunyi. Lalu Filipus bangkit dan berangkat. (Kisah Para Rasul 8:26-27a)

Saya sering kagum dengan para penjaja makanan atau barang dagangan. Mereka tahu bahwa tidak semua orang yang mereka tawari akan membeli. Akan tetapi, toh mereka terus tanpa jemu menjajakannya karena yakin bahwa sekali waktu akan ada yang tertarik dan membeli. Hal ini berbeda dengan salah satu alasan yang dimiliki oleh orang kristiani dalam menolak membagikan Kabar Baik. Mereka takut menghadapi penolakan dan karena itu mereka memilih untuk tidak berangkat dan memberitakannya.

Kita mungkin tidak pernah menduga akan ada orang seperti sida-sida dari Etiopia ini. Ia sedang dalam perjalanan sembari membaca  gulungan kitab Yesaya. Firman Allah dan Roh Kudus melakukan pekerjaan ajaib di dalam kesenyapan. Ia sangat mengharapkan ada  seseorang yang menerangkan arti Firman tersebut. Ya, ia seperti ikan yang mencari nelayan! Ketika Filipus berangkat menjumpainya, ia  berhadapan dengan sebuah tugas yang relatif mudah. Filipus seperti memasukkan kail ke mulut ikan yang menganga. Sebuah kesempatan yang  tidak selalu didapatkan, tetapi kalau ia enggan untuk berangkat maka kesempatan ini pun akan lewat.

Sangat mungkin ada orang-orang yang sedang menunggu pertemuan ilahi  dengan kita. Ada orang-orang yang sudah sangat siap untuk  mendengarkan Injil dan memberikan respons yang tepat. Mungkin itu adalah salah satu kesempatan yang hanya bisa kita dapatkan ketika  kita mau berangkat. Maka, taat dan berangkatlah! Berdoalah agar kita menjumpai pertemuan-pertemuan ilahi yang telah Dia persiapkan. --PBS

PERTEMUAN ILAHI TAK AKAN KITA JUMPAI KALAU KITA TIDAK PERNAH MAU MEMULAI BERSAKSI.

Sumber : Renungan Harian

Popular Posts