Wednesday, September 30, 2009

Menjadikan Tuhan Yang Terutama

MENJADIKAN TUHAN YANG TERUTAMA “SEBAGAI TANDA KASIH KITA”

Hukum pertama dan yang terutama di dalam kehidupan orang percaya adalah mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan kekuatan, dan mengasihi sesama seperti kita mengasihi diri kita sendiri.

Orang yang mengasihi pasti ingin memberi yang terbaik kepada yang dikasihinya, bukan hanya mengharapkan sesuatu dari yang dikasihi. Demikian pula dalam hubungan kita dengan Tuhan. Bahwa Tuhan mengasihi kita seharusnya tidak kita ragukan lagi. Tetapi apakah kita mengasihi Dia? Mungkin perlu dipertanyakan ujud kasih yang kita berikan kepadaNya.

Kita belajar dari Daud yang sudah mengalami kasih Tuhan yang besar sebab Tuhan sudah meluputkan dia dari cengkeraman semua musuhnya, dan dari tangan Saul. Daud menaikkan satu nyanyian pujian kepada Tuhan, seperti yang dia ucapkan dalam

Mzm 18:2,3

“Ia berkata: "Aku mengasihi Engkau, ya TUHAN, kekuatanku!

18:3 Ya TUHAN, bukit batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku, Allahku, gunung batuku, tempat aku berlindung, perisaiku, tanduk keselamatanku, kota bentengku!”

Siapa Tuhan untuk Daud?

· Tuhan adalah kekuatannya.

· Tuhan adalah bukit batu baginya.

· Tuhan adalah kubu pertahanannya

· Tuhan adalah penyelamatnya.

· Dia Allahnya.

· Dia gunung batunya.

· Dia tempat untuknya berlindung.

· Tuhan adalah perisai baginya.

· Tuhan adalah tanduk keselamatannya.

· Tuhan kota bentengnya.

Bisakah kita mengungkapkan pengakuan ini seperti Daud mengakui Tuhan bagi dirinya? Mungkin ada di antara kita yang berkata: mana Tuhan sebagai penolong? Hidupku porak-poranda. Berapa lama sudah aku berdoa, tetapi keadaan makin memburuk, aku putus asa. Coba kita pelajari tentang kehidupan Daud dengan segala penderitaan dan pengkhianatan-pengkhianatan yang dia alami dalam hidupnya. Bukankah dia seorang yang dekat dengan Tuhan, yang hatinya mencari Tuhan? Mengapa banyak masalah dan pergumulan yang besar yang harus dihadapi?

Justru tetap melekat kepada Tuhan itulah rahasia kekuatan untuk beroleh kemenangan. Marah kepada Tuhan, kecewa, itu bukan jalan yang benar untuk mendapat perkenan Tuhan, namun sebaliknya akan menyulitkan diri kita sendiri.

· TUHAN KEKUATAN KITA

Bisakah kita seperti Daud mengakui bahwa Tuhan kekuatan kita? Pada saat beban menekan, masalah bertambah, jalan keluar tak kunjung nampak, bisakah kita berkata: “TUHAN, ENGKAU KEKUATANKU.” Apa yang tidak sanggup kulakukan dengan kemampuan sendiri, sanggup kutanggung di dalam Engkau yang memberi kekuatan kepadaku.

Flp 4:13 – “SEGALA PERKARA DAPAT KUTANGGUNG DI DALAM DIA YANG MEMBERI KEKUATAN KEPADAKU.”

· TUHAN ADALAH BUKIT BATU KITA

KepadaNya kita berkata: Engkau bukit bagtu bagiku, yang kokoh dan kuat berdiri terhadap goncangan apapun.

· TUHAN ADALAH KUBU PERTAHANAN KITA

Engkau adalah kubu pertahananku terhadap musuh apapun juga. Engkau bukit batu yang tak tembus hantaman.

· TUHAN ADALAH PENYELAMAT KITA

Engkau yang menyelamatkan aku dari musuh yang mengejarku bahkan mengepungku.

· TUHAN ADALAH ALLAH KITA

Di dalam keterpurukan kita, kadang-kadang kesalahan dan dosa kita terbayang di depan pelupuk mata kita. Tetapi setelah kita merendahkan diri dan mohon ampun kepadaNya kita bisa berkata, “Engkau Tuhan Allahku yang panjang sabar, rahmani dan rahimi, pengampun dosa, dan Engkau mau menerimaku apa adanya. Engkau tak memperhitungkan dosaku lagi. Walau dosaku merah sekalipun, Kau sanggup menyucikanku seputih salju. Walau dosaku warna kirmizi atau seperti kain jingga sekalipun, Kau dapat membuatku lebih putih dari bulu domba, dan Engkaulah yang sanggup membasuh dan menyucikan, menghapuskan segala bentuk dan jenis dan sifat kejahatan dari dalam batinku, sehingga aku menjadi manusia baru. Aku yang berdosa, Kau beri kebenaranMu sebagai pakaianku.

Terima kasih Tuhan! Engkau Allahku, dan kepadaMu aku mau sujud tersungkur dan menyembah, dengan mempersembahkan seluruh keberadaanku. Roh, jiwa dan tubuhku, semua niat dalam batinku, kuserahkan kepadaMu. Engkau yang berdaulat atas hidupku sepenuhnya.

Betapa indahnya bila hidup ini menjadi milikNya, dan ada dalam kedaulatanNya sepenuhnya. Bisakah? Hanya bisa bila ada penyerahan dan penyangkalan diri, hidup dalam ketaan setiap hari, menyerah total kepadaNya, Tuhan dan Allah kita.

· DIA GUNUNG BATU KITA

Daerah di mana Daud melarikan diri pada waktu dikejar-kejar musuh adalah daerah gunung-gunung batu, bukan gunung yang berbatu, tetapi gunung batu. Gunung itu benar-benar terbuat dari batu, kokoh, kuat, dan mereka membuat goa-goa dalam gunung batu itu, sehingga benar-benar bisa menjadi tempat perlindungan terhadap cuaca, binatang buas dan musuh. Demikianlah Daud mengumpamakan Tuhan.

Bagaimana dengan kita. Walau di luar sana tempat terbuka untuk bahaya, ancaman dan serangan, tetapi gunung batu merupakan tempat yang aman. Tinggi, terjal tak terhampiri. “Tuhan, Engkau Gunung Batuku yang melindungiku. Bagiku, asal aku ada di dalamMu, aku berada di tempat yang aman yang tak terhampiri oleh musuh-musuhku.” Taruh diri kita di sana, dalam lekukan hati atau tangan Gunung Batu Karang Yesus Kristus.

· DIA TEMPAT UNTUK KITA BERLINDUNG

Di surga dan di bumi tiada yang lebih besar, lebih berkuasa, lebih mengasihi, lebih peduli, lebih bisa atau mampu daripada Dia, Tuhan kita. Jadikan Dia tempat pengungsian, tempat berlindung, tempat bernaung, tempat berlari, tempat mengadu dalam keadaan apapun. Pada saat orang tidak peduli, Dia peduli. Pada saat orang lain lelah untuk mendengar atau memahami kita, Dia tetap mau mendengar dan mengerti serta memahami kita. Di saat orang lain terlelap tidur, dan kita sendiri dengan keresahan dan kegelisahan kita, dengan isak tangis atau lelehan air mata kita, Dia tidak terlelap, Dia tidak mengantuk, Dia tidak tertidur, Dia peduli, Dia tidak diam, Dia mau menemani kita, bahkan menolong kita. Dia mau menjadi body guard kita. Luar biasa. Tapi sayang, banyak orang kecewa, marah dengan Tuhan, mengata-ngatai Tuhan pada saat mengalami pergumulan panjang atau pada saat menghadapi keadaan atau mengalami sesuatu tidak seperti yang diharapkan. Kalau kita kecewa atau marah kepada Tuhan, apalagi mengata-ngatai Dia, lalu siapa yang akan kita minta tolong dalam kesulitan kita. Apakah ada yang melebihi Dia? Kita perlu berhati-hati dalam menjaga sikap hati dan perkataan kita terhadap Tuhan.

· TUHAN ADALAH PERISAI BAGI KITA

Perisai adalah tameng untuk menangkis dan melindungi terhadap senjata yang dibidikkan atau diluncurkan musuh terhadap kita. Tuhan pribadi yang hidup dan bukan benda yang mati. Apabila seseorang berada di dalam medan pertempuran, dia memegang perisai itu untuk menangkis dan melindungi dirinya terhadap anak-anak panah. Tetapi karena Tuhan hidup, Dia yang aktif memposisikan diri sebagai tameng atau perisai kita, dengan demikian kita benar-benar terproteksi. Bagaimana musuh bisa mengenai kita? Tak mungkin, sebab tak ada yang lebih mahir daripada Tuhan. Dia maha segalanya.

· TUHAN ADALAH TANDUK KESELAMATAN KITA

Di dalam PL, seseorang yang berbuat salah dan harus dihukum mati, pada waktu dia berlari ke mezbah dan memegang tanduk pada sudut-sudut mezbah, maka ia tidak boleh dibunuh (1 Raj 1:50-53). Namun harus bertobat dan berlaku setia serta tidak berkhianat.

Demikian pula dengan kita. Tak ada di antara kita yang luput dari dosa dan kesalahan, namun demikian, pada saat kita berlari kepada Tuhan untuk memperoleh keselamatan, Dia bermurah hati untuk memberi keselamatan itu. Namun kita harus bertobat dan berlaku setia dan tidak mengkhianati Tuhan.

Tanduk juga bisa berarti otoritas, kuasa, kedaulatan, kedudukan, posisi, wewenang. Tuhan mempunyai wewenang yang tertinggi untuk membebaskan kita dari dosa dan kesalahan kita, dan menganugerahkan keselamatan bagi kita. Luar biasa kasih dan pengampunan serta pertolonganNya terhadap orang yang membutuhkanNya. Halleluya.

· TUHAN ADALAH KOTA BENTENG KITA

Daud mengalami kesulitan yang besar pada waktu berperang melawan orang-orang Filistin. Ia mengalami keletihan, sehingga Alkitab mengatakan ia letih lesu. Ia menghadapi raksasa yang tombaknya berat-berat sampai ratusan syikal terbuat dari tembaga dan menyandang pedang baru, mengira dapat menewaskan Daud. (1 syikal = 11,4 gram). Datang Abisai menolong Daud merobohkan dan membunuh orang-orang Filistin itu. Daud dilindungi oleh orang-orangnya dan diamankan.

Empat raksasa total dikalahkan dan tewas di tangan Daud dan orang-orangnya, raksasa-raksasa itu ada yang gagang tombaknya seperti pesa tukang tenun, ada yang tinggi perawakannya dan jari kaki dan tangannya semua masing-masing jumlah jari seluruhnya 24. Semua keturunan raksasa (2 Sam 21:15-22).

Betapa beratnya pertempuran tersebut di daerah pegunungan-pegunungan dan padang-padang gurun tandus. Tetapi Tuhan membela, mendatangkan pertolongan, melindungi, menewaskan musuh, dan memberi kemenangan.

Mungkin kita juga dalam peperangan atau pergumulan dalam kehidupan. Kita sedang melakukan perlawanan yang sengit terhadap raksasa-raksasa yang menyerang kehidupan kita:

- Raksasa hutang piutang yang menggunung, kemiskinan, perhambaan, dll.

- Raksasa sakit-penyakit yang menahun, HIV, stroke, diabet, gagal ginjal, dll.

- Raksasa perselingkuhan dan godaan seks yang berat, pusing, pening, patah semangat, dll.

- Raksasa keputusasaan menghadapi masa depan, kekerasan dalam rumah tangga, dll.

Seperti Daud, kita letih, lelah, terpojok, jadi incaran. Tetapi Tuhan sebagai kota benteng kita akan melindungi kita dari semua arah, asal kita tetap percaya berharap dan berserah kepadaNya, sehingga kita tidak murtad, tetapi tetap beriman.

Kapan, dan bagaimana caranya Dia menolong, kita tidak tahu. Tetapi bertahan, jangan menyerah, jangan putus asa. Dia tidak akan membiarkan kita terkapar diinjak lawan kita, asal kita punya ketetapan hati untuk menang. Utamakan Tuhan. Nomor satukan Dia. Kasihi dan puji Dia. Kita menang saat kita tetap percaya dan bisa bersyukur kepadaNya. Amin.

Oleh : Ibu Pdt. Mary Hartanti

Saturday, September 12, 2009

My Next 40 Years

MY NEXT 40 YEARS

I was looking at the calendar the other day and noticed that my 40th
birthday is just a few months off now. I did a quick peek over each
shoulder to see if that dreaded mid-life crisis was trying to sneak up on
me. I didn’t see a sight of him anywhere, and I doubt that he will show up
at all. Yes, I have made more than my share of mistakes in my past that I
am sorry for. My past, though, got me to where I am today. It made me who
I am now. I can’t change it. I can only learn from it and use it to better
live the time I have left.

I am not sure how long I will have left on this world. None of us ever know
when our time here will end. Some of us get a century and some of us get
only a day. One thing I do know, however, is that if I get them: my next
40 years are going to be my best 40 years. I am going to love more, give
more, and live more. I am going to sing more, laugh more, and dance more.
I am going to smile more, hug more, and listen more. I am going to take in
more sunsets, pet more dogs, and thank God more for my life. I am going to
take more walks, watch more fireflies, and smell more flowers. I am going
to choose more love, more joy, and more oneness with God all day long,
everyday I am given. I am going to share it all with the whole world and
show everyone everywhere that they can do the same. I am going to spend
everyday I have left here bringing a little more Heaven to Earth before I
leave Earth for Heaven.

It doesn’t matter if you have 60 years, 40 years, 20 years, or 6 months
left. You can still make it the best, most glorious, and most loving time
of your life. The longest life here is still very short indeed. Do all you
can then to live it in laughter, love, happiness, joy, goodness, and
oneness with God. Then when you die and get to see God’s smiling face, you
will know that your next billion years will be your best billion years.

By Joseph J. Mazzella

Read and meditate on these scriptures:
Psalm 103:2-5 “Bless the LORD, O my soul, and forget not all His benefits:
Who forgiveth all thine iniquities; who healeth all thy diseases; Who
redeemeth thy life from destruction; who crowneth thee with lovingkindness
and tender mercies; Who satisfieth thy mouth with good things; so that thy
youth is renewed like the eagle's.”

Psalm 118:4-6 “Let them now that fear the LORD say, that His mercy endureth
for ever. I called upon the LORD in distress: the LORD answered me, and
set me in a large place. The LORD is on my side; I will not fear: what can
man do unto me?”

1 Peter 3:8-11 “Finally, be ye all of one mind, having compassion one of
another, love as brethren, be pitiful, be courteous: Not rendering evil for
evil, or railing for railing: but contrariwise blessing; knowing that ye
are thereunto called, that ye should inherit a blessing. For he that will
love life, and see good days, let him refrain his tongue from evil, and his
lips that they speak no guile: Let him eschew evil, and do good; let him
seek peace, and ensue it.”

All of these scriptures can be found in the King James Version Bible.

In Christ’s Service,
Dwayne Savaya
God’s Work Ministry

Tuesday, September 01, 2009

Yoder

Yoder the Amish Beagle
By Kenneth L. Pierpont

Beagles are great dogs.  They are bred to chase rabbits.  But if there aren't any rabbits around they will chase cats, cars, and boys.  And if they are really bored Beagles have even been known to chase girls.  Now the nice thing about beagles is that they are short and they stay short all their lives so they are just the right size for little boys.  They are brown and black and white and they have long ears that flop when they run.

We wanted one.  One day, driving the back roads in the Amish country of Ohio, we found one.  We bought him from a nice Amish farmer so we named him Yoder. Yoder loved to romp with the kids.  We took him with us on our full-moon walks and we even took him fishing once.  We had a day of it.  He ran and tumbled and hiked and played all day and then on the way home he fell asleep in the car on Kyle's lap, spent from his exploits.

The sad fact is, days like that were rare for Yoder.  Soon after the little dog came into our family, we moved to town and Yoder had to live on a chain in the back yard.  We didn't like the arrangement.  It was a beautiful house in a very nice part of town and the neighbors were delightful people, but we longed for the country.

We were grateful for our home but we began to pray regularly for a place in the country.  We recorded the request in a prayer journal we were keeping.  In a few weeks our prayer was answered in a wonderful way.  We were able to lease a nice old two-story farmhouse on a dead end road.  The house rested in a valley.  

Traffic was sparse.  Unless someone was lost or coming for a visit, we had only two cars a day on our road.  We had a daily visit from the mailman, which was an event.  And every day or two a man from the gas company would check the well.  

We let Yoder off his chain and let him run.  He climbed hills, chased rabbits, swam in the creek and followed the kids on their explorations.  He was in Beagle heaven.  If you had any imagination at all you could see the joy on his face.  But his happy days would be few.

One rainy Saturday morning I was working at the study in town and I got a sad call from home.  I came home right away.  When I got out to the house the entire family was still in tears.  Between sobs they told me what happened.  
The man had come as usual to check the gas well.  As he was leaving he looked over toward where the children were playing.  I assume he was checking to see where they were and when he was satisfied all was clear he gunned the engine of his truck toward his next stop and drove away fast. But Yoder was still in the lane.  The little dog was not visible over the hood of his truck.
He ran right over him in full view of the children.  Kyle who was about eleven at the time ran to the lane, fell to his knees and gathered his little dog to his chest.  Yoder looked up at Kyle, let out a weak yelp and died in his arms.  Kyle carried him over and laid him down in the straw of the corncrib where he usually slept.

When I got home I wrapped him in a blanked and gathered him up and we all walked back to the creek and buried him there.  The mint grows there and it smells sweet in the spring.  Yonder liked to roll in it.  

We all held hands and we each prayed and thanked God for bringing Yoder into our lives.  Before we left we made up our mind that from now on no matter what other people called the creek, we were going to call it Yoder Creek.  Then we walked back home.

We all sat in the house and hurt and remembered our little pet.  His life was so short.  It still hurts a little to think that Yoder lived most of his life confined to a little circle defined by the length of his chain and he really had only a few weeks of freedom his whole life.

This sad world is full of people running in circles.  Their ability to experience the joys of life is limited by the chains of their own sin.  I remember a man like that.  He had four beautiful children and a loyal wife who would have opened her heart to him. But he never tossed a ball with his son.  He never walked on the beach with one of his beautiful daughters on his arm.  He never held his grandchildren in his arms or watch them play ball or took them fishing because he was confined by the chains of drunkenness and pride. On the day of his funeral I looked at his body and thought he seemed weary from straining toward life on the end of a chain but never really living.

I guess I've been that way myself more than I like to admit.  Limited to a small circle defined by the length of my chain.  That's the way our adversary the Devil wants it. He delights in seeing us continually defeated by sin and burdened with guilt.  Jesus said he is a thief who came to steal, kill, and destroy.  He wants to limit us by the chains of our un-forgiveness, lust, greed, gluttony, impure speech or other sins and he is looking forward to our company in hell when we die.  

But Jesus came to set the captives free.  I don't know about you but I intend to enjoy my freedom.  Jesus paid for it with his life and I like to imagine He smiles when he sees me running free.

Ken Pierpont may be reached via email at ken@kenpierpont.com or you may visit his web page at http://kenpierpont.com.

“A righteous man regardeth the life of his beast: but the tender mercies of the wicked are cruel.” - Proverbs 12:10 

Popular Posts