Friday, February 27, 2009

Dia Telah Bangkit

Dia telah Bangkit

Sebentar lagi kita akan merayakan hari Paskah yaitu hari kebangkitan Kristus Yesus. Paskah semula diperingati sebagai hari pembebasan bangsa Israel dari Mesir. Kemudian setelah Kristus bangkit dari kematian, Paskah menjadi berubah arti. Tetapi walaupun demikian keduanya mempunyai arti fungsional yang sama yakni siapa pun yang memiliki tanda darah domba pasti akan dilewati atau dibebaskan dari hukuman.

Bagi sebagian orang, kebangkitan Kristus merupakan suatu hal yang mustahil atau suatu kebohongan besar. Bahkan ada yang mengatakan bahwa sesungguhnya Kristus tidak mati di kayu salib (hanya pingsan). Ada juga yang mengatakan bahwa bukan Kristus yang mati di kayu salib tetapi Yudas Iskariot. Apapun yang mereka katakan, iman kita tetap menyatakan bahwa Kristus bangkit dari kematian.

Rasul Paulus bahkan mengatakan bahwa Kristus adalah yang sulung (awal) yang dibangkitkan dari orang mati (1 Kor 15:20). Tanpa kebangkitan Kristus maka sia-sialah pekabaran Injil dan iman kristiani (1 Kor 15:14). Jadi tidak heran jika ada pihak yang mencoba membuktikan bahwa Kristus tidak mati di kayu salib yang berarti juga bahwa Dia tidak bangkit.

Kematian Kristus di kayu salib bukanlah suatu peristiwa yang dirahasiakan tetapi suatu peristiwa yang disaksikan oleh banyak orang terutama pihak yang memusuhi Kristus dan menginginkan kematian-Nya antara lain kaum Farisi, pemimpin-pemimpin agama, dan tokoh-tokoh masyarakat. Semua membenci Kristus karena Dia bukan hanya memberi pengajaran tetapi juga memberi bukti yang tidak dapat dibantah.

Penyaliban Kristus bukanlah dilakukan dengan sembarang orang melainkan oleh tentara Roma dengan prosedur yang resmi sehingga tertutup kemungkinannya bahwa Dia (Yesus) ditukar dengan orang lain atau berada dalam keadaan pingsan pada saat diturunkan dari kayu salib. Karena sebelum tubuh-Nya diturunkan, Dia ditusuk lambung-Nya dengan lembing oleh tentara Roma. Darah bercampur air mengalir dari tubuh-Nya. Ini merupakan bukti adanya suatu kematian. (Yoh 19:34)

Kebangkitan Kristus sendiri bukan hanya diketahui oleh murid-murid-Nya saja, tetapi juga khalayak umum. Tercatat lebih dari lima ratus orang yang telah menyaksikannya. (1 Kor 15:4-8) Kebangkitan Kristus bukanlah suatu rekayasa karena ada yang mengatakan bahwa sesungguhnya Kristus tidak bangkit, tetapi murid-murid Kristus mencuri mayat-Nya dan mengatakan kabar bohong bahwa Dia sudah bangkit.

Pemikiran seperti di atas sebenarnya sudah dimiliki oleh orang yang memusuhi Kristus. Kaum Farisi dan kelompok anti Kristus telah mengantisipasinya dengan meminta gubernur Pilatus untuk mengamankan kubur Kristus karena mereka takut murid-murid Kristus mencuri mayat-Nya dan mengatakan bahwa Dia sudah bangkit. Pilatus kemudian memerintahkan pasukannya untuk menjaga kubur. (Mat 27:62-66)

Tetapi pada hari Minggu waktu fajar, seorang malaikat Tuhan turun dari langit, membuat gempa, menghampiri tutup kubur Kristus dan menggulingkannya. Pasukan penjaga gentar ketakutan dan menjadi seperti orang-orang mati. (Mat 28:1-4) Malaikat tersebut membawa berita bahwa Kristus telah bangkit. (Mat 28:5-6)

Arti Kebangkitan Kristus
Kebangkitan Kristus merupakan pusat dari pengajaran Injil keselamatan. Tanpa kebangkitan Kristus maka pengajaran kekristenan akan merupakan pengajaran filsafat hidup semata. Tanpa kebangkitan Kristus berarti tidak ada kemenangan atas maut yang merupakan upah dari dosa. (Rm 6:9,23)

Kebangkitan Kristus memberikan kita kekuasaan (otoritas) atas setan. (1 Kor 15:22-28; Kol 2:15). Kebangkitan Kristus juga memberi keyakinan bahwa perkataan Kristus dapat dipercaya ketika Dia mengatakan Akulah kebangkitan dan Hidup. (Yoh 11:25)

Di dunia ini tidak ada seorang pun yang dapat dipercaya jika dia menyatakan hal yang dinyatakan Kristus. Kristus menyatakan pernyataan-Nya kira-kira dua ribu tahun yang lalu dan sampai kini masih banyak orang yang percaya akan perkataan itu dan siap mati untuk itu. Jika Kristus itu pembohong maka tentunya ajaran-Nya akan sudah lenyap tidak lama setelah kematian-Nya.

Kebangkitan Kristus juga memberikan kita suatu pengharapan bahwa kita pun nanti akan bangkit dan tinggal bersama Dia di sorga. (Ef 2:6; 1 Tes 4:14)

Semoga kiranya Paskah kali ini memberikan kekuatan dan keyakinan pada kita bahwa kita ini lebih dari pemenang. (2 Tim 1:12; 1 Yoh 5:5)

Selamat Paskah.

Salam kasih, Deny S Pamudji

Thursday, February 26, 2009

Sekitar Roh Kudus

Sekitar Roh Kudus

Tulisan ini saya buat berdasarkan pengamatan/pengalaman saya. Sengaja tidak mencantumkan ayat karena hanya untuk sharing.

Roh kudus ada dalam diri semua orang yang percaya Yesus sebagai Juru Selamat.

Pada saat orang percaya/mengakui Yesus sebagai Juru Selamatnya, maka roh kudus ada pada dirinya. Bahkan roh kudus inilah yang membuat seseorang percaya pada Yesus sebagai juru selamatnya.

Tidak ada hubungan langsung antara baptisan dan roh kudus, contoh klasik ialah turunnya roh kudus pada saat kotbah Petrus yang pertama dan dikenal sebagai peristiwa Pentakosta. Pada saat itu banyak orang yang tiba2 mengalami kepenuhan roh kudus tanpa harus mengalami baptisan terlebih dulu.

Roh kudus lebih besar daripada roh lainnya.

Seseorang yang menjaga imannya dengan benar, secara otomatis memiliki otoritas roh kudus sehingga tidak mempan disantet, tidak bisa ditebak peramal, dan ditakuti roh2 jahat/territorial yang ada di mana orang tersebut masuk.

Saya tekankan menjaga imannya dengan benar karena jika tidak menjaga iman, maka perisai dalam diri kita mudah diterobos kuasa lain.

Roh kudus tidak berhubungan langsung dengan bahasa lidah.

Bahasa lidah hanyalah salah satu karunia dari roh kudus. Tidak perlu kita semua berbahasa lidah karena bahasa tersebut hanya berguna bagi yang memilikinya, tetapi tidak untuk yang melihatnya, kecuali ada yang bisa menafsirkan atau menerjemahkannya. Di Cina pernah didapatkan umat yang satunya berbahasa lidah dan satunya lagi bisa menerjemahkan apa yang dikatakannya dan jemaat di situ terbangun imannya.

Karunia roh kudus bisa dikembangkan.

Karunia roh kudus yang diberikan Bapa sesuai kehendak-Nya bisa dikembangkan atau berkembang jika kita mau melakukan apa yang diberikan. Sebaiknya kemampuan tersebut bisa hilang jika kita tidak mempedulikannya.

Karunia roh kudus tidak identik dengan kesucian.

Banyak yang menghubungkan kesucian dengan karunia. Sehingga seringkali seseorang yang mempunyai karunia kesembuhan dinilai lebih suci/lebih tinggi daripada seseorang yang mempunyai karunia mengajar.

Banyak juga yang kecewa karena melihat orang yang mempunyai karunia roh kudus ternyata tingkah lakunya sangat rendah, seperti perkataannya kasar, membedakan umat yang kaya dan yang miskin, sombong rohani, merasa mengatahui segala sesuatu, dlsb. Tidak perlu heran karena karunia berbeda dengan kesucian.

Roh kudus membantu komunikasi kita dengan Bapa.

Banyak hal yang tidak bisa kita sampaikan pada Bapa dengan kata2 kita disampaikan roh kudus secara diam-diam. Seringkali saya mengalami mukjizat tanpa saya mintakan pada Bapa melalui doa. Kadang hanya terlintas sekali saja dan sudah menjadi kenyataan. Saya yakin roh kuduslah yang berkomunikasi dengan Bapa.

Tidak semua kekuatan roh kudus dapat diperagakan.

Ada beberapa karunia roh kudus yang dapat diperagakan seperti karunia menyembuhkan dan berbahasa lidah, tetapi tidak semua harus dapat diperagakan. Ada yang terjadi pada saat dibutuhkan saja.

Seorang penginjil pernah diracun pada minumannya dan tetap hidup. Akhirnya yang meracuni dirinya bertobat dan menerima Yesus.

Ev. Indri Gautama berkotbah di Sulawesi dan dilempari banyak batu. Tetapi tidak satu pun yang mengenai dirinya.

Seseorang pernah mencoba memukul Pdt Yulius Ishak dan terjatuh 1 meter sebelum dirinya menyentuh pendeta tersebut.

Roh kudus memberi pencerahan.

Pada saat kita mau duduk diam dan merenungkan firman, maka pada saat itu pula roh kudus akan memberikan kita pencerahan sehingga kita mengetahui hubungan satu ayat dengan ayat lainnya dan penerapan ayat tersebut untuk diri kita. Roh ini pula yang membuka mata rohani seseorang sehingga dapat menerima Yesus sebagai Juru Selamatnya.

Salam kasih, Deny S Pamudji

Friday, February 13, 2009

Perjalanan Ke Amerika 2

Tidak Ada Tiket

Setelah dapat visa, saya tidak langsung membeli tiket karena adik saya menikah pada bulan Agustus, sedangkan saya mendapat visa pada 7 Juni 2006. Saya pikir masih lama dan lagipula bulan Agustus bukan bulan penuh (peak season) karena orang2 berpergian pada bulan Juni –Juli (liburan sekolah).

Ternyata perkiraan saya salah. Bulan Agustus justeru bulan penuh untuk ke Amerika. Saya sempat ‘down’ ketika maskapai penerbangan yang saya pilih penuh dan begitu pun dengan pilihan lain juga penuh. Wah, bagaimana nih? Padahal itu saat itu sudah awal Agustus dan saya harus berangkat tgl 10 Agustus mengingat adik saya menikah tgl 12 Agustus 2006.

Cuman mengingat Tuhan Yesus sudah memberikan saya kemudahan mendapatkan visa Amerika 5 tahun, iman saya naik kembali. Saya berkata dalam hati,”Jika Tuhan Yesus bisa memberikan visa, tidak mungkin Dia tidak menyediakan tiketnya.”

Dan iman itu terjawab karena agen penerbangan yang saya kontak menelpon saya dan mengatakan bahwa saya beruntung dapat tiket dan itu dari Singapore Airlines Wow, luar biasa Tuhan Yesus ini. Karena ternyata harga tiketnya pun miring dan benar2 lebih murah daripada maskapai penerbangan yang saya pilih sebelumnya. Dan ini Singapore Airlines lagi, maskapai penerbangan yang paling bagus pelayanannya di dunia.

Maka … langkah untuk ke Amerika semakin mudah.

Teror Bom Cair

Janganlah menyangka hidup di dalam Kristus selalu penuh kemudahan. Yang benar di dalam kesukaran, Yesus selalu berada di sisi kita, membimbing, menguatkan, dan terakhir menolong kita.

Karena ini merupakan penerbangan perdana untuk anak2 saya, maka saya telah menyiapkan segala sesuatu untuk mereka. Dari makanan, vitamin, hingga obat2an. Susu cair untuk anak saya yang kecil (Jeevan, saat itu baru 4 tahun). Saya menyiapkan untuk perjalanan 2 minggu. Karena walaupun saya tahu di Amerika ada susu juga, cuman saya tetap tidak berani spekulasi karena ada kemungkinan Jeevan tidak suka dengan susu yang dijual di sana.

Sikap anak2 cukup ceria kami naik pesawat dan selama dalam penerbangan. Mereka tetap bisa bermain karena pesawat dilengkapi dengan game dan juga mendapat mainan dari Singapore Airlines.

Jadi mereka gembira sekali ketika mendarat di Singapore (transit) dan sambung kembali ke San Francisco. Tetapi … pada malam hari, pada saat kami sedang tidur lelap, kami harus mendarat di Hong Kong.

Saya heran mengapa kami semua harus diturunkan di Hong Kong. Setahu saya dari Singapore langsung ke San Francisco. Semua penumpang diharuskan membawa kopor bawaannya dan turun. Kami semua turun dan antri.

Saya masih bertanya2 dalam hati, apa yang terjadi? Semua turun dan harus antri untuk diperiksa. “Apa tidak salah?” saya bertanya dalam hati.

Polisi Hong Kong pun mengawasi kami dan bahkan ketika ada anak kecil ingin buang air besar, petugas di sana tidak ada yang mengizinkan anak itu ke toilet. Kebetulan anak tsb ada dekat saya dan saya tahu bagaimana rasanya kebelet ke toilet.

Beberapa orang telah berbicara pada petugas Hong Kong untuk mengizinkan anak itu ke toilet, tapi tidak berhasil. Akhirnya saya angkat anak kecil itu melewati pagar dan memberikan pada petugas.

Saya yang tidak tahu apa yang terjadi, berkata “Sir, do you think this child bring a bomb?! He wants to go to toilet. Accompany him if you don’t believe him.”

Dan akhirnya petugas memberikan izin padanya dan penumpang yang lain yang sedang berbaris menantikan giliran untuk diperiksa bertepuk tangan atas diizinkannya anak tersebut ke toilet.

Ketika mendekati scanner, saya melihat banyak kemasan cairan yang dikeluarkan petugas dari kopor. Saya masih belum menyadari apa yang terjadi, terheran2. Ada apa ya?

Dan akhirnya giliran saya tiba. Susu yang untuk 14 hari perjalanan diminta tinggal di tempat. Tentu saja saya tidak bisa menerima begitu saja. Saya berkata pada petugas itu bahwa saya tidak bisa meninggalkan susu ini. “What’s wrong with my milk? This milk is intended for my child for this long journey and it is the first time for him to be overseas. I am afraid I could not find the milk that he likes in US. Do you want to take the responsibility later on?”

Akhirnya petugas tersebut memanggil pramugari dari Singapore Airlines dan mengatakan padanya bahwa susu kami akan dikemas ulang dan dibawa oleh pramugari. Jadi kami tidak boleh membawanya sendiri.

Ketika tiba di San Francisco, setelah kami mengambil kopor2 dan bawaan lagi (6 box besar berisikan souvernir pernikahan yang akan dibagikan adik saya kepada tamunya), saya mencari susu anak saya dan ternyata ADA. Tidak kurang satu pun dan bentuknya pun masih bagus. Jadi benar2 dibawa oleh pramugari dan ditaruh ditempat yang mudah dilihat di airport.

Saya baru mengetahui mengapa kami diturunkan di Hong Kong setelah menonton berita televisi Amerika bahwa ada usaha teroris untuk menghancurkan pesawat2 tujuan Amerika dari asal Eropa dan Asia dengan menggunakan bom cair.

Sejak saat itu, berlakulah peraturan yang melarang orang2 membawa cairan dalam bentuk apapun lebih dari 10ml.

Salam kasih, Deny S Pamudji

Technorati Tags: ,,,,

Thursday, February 12, 2009

Perjalanan Ke Amerika

Perjalanan Ke Amerika

Ketika adik saya yang tinggal di Amerika menginformasikan saya agar menyiapkan paspor untuk anak2 and bibi saya karena dia akan menikah, saya menanggapinya biasa saja karena saya takut kecewa tidak mendapat visa ke Amerika.

Teman saya saja yang menggunakan kop surat kantor dan dijamin dengan rekening kantor, harus mengalami penolakan hingga 3 x. Dan sekali menghadap harus membayar USD 100. Berarti 3 x USD 100 = USD 300.

Saya kabarkan berita undangan dari adik saya pada isteri, bibi, dan anak2 saya dengan pesan persiapan. Saya bilang begini, “Kita mendapat undangan dari Sandra untuk menghadiri pesta pernikahannya. Kita akan dibayari tiket pesawat dan hotel selama di sana. Tapi, Sandra ada bilang, jika ada dana, sebaiknya kita jalan2 dan kalau perlu ke Disneyland.”

Tentu saja anak saya yang besar, Irene (ketika itu menjelang 11 tahun), berbinar2 dan senang sekali mendengar kata Disneyland. Wow, kapan lagi? Dia mungkin sudah melihatnya di TV atau majalah. Jadi dia ingin benar ke sana.

Cuman, saya yang tahu betapa sulitnya kedutaan besar Amerika memberikan visa untuk orang2 kita, berpesan padanya agar rajin berdoa dan berserah sepenuhnya pada Tuhan. Saya bilang “Jika Tuhan Yesus mengizinkan kita semua ke Disneyland, maka pasti semua jalan akan dipermudah. Berdoalah!”

Maka mulailah kami mempersiapkan diri membuat paspor. Isteri saya harus juga membuat paspor baru karena paspor yang lamanya sudah expired. Jadi kami semua membuat paspor baru. (Kebetulan juga paspor saya baru saja penuh, jadi harus buat paspor baru)

Jadi kami nanti menghadap kedutaan besar Amerika dengan paspor yang benar2 baru. Tanpa ada cap dari imigrasi luar negeri sedikit pun. Tentu ini bisa mempengaruhi kedutaan besar Amerika dalam memberikan visa.

Dapat Visa 5 Tahun

Saat mendebarkan akhirnya tiba. Saat itu tgl 5 Juni 2006 dan kami mendapat panggilan interview di kedutaan besar Amerika utk pk 8. Karena ketidaktahuan kami, saya, keluarga, dan bibi berangkat dari rumah pk. 6. Dan ketika tiba di sana. Kami terkaget2 karena ternyata sudah banyak yang datang dan kami semua harus mengantri di samping kedutaan besar dan dekat jalan layang kereta api. Wow, antriannya panjang sekali dan saya sempat panik karena kuatir kami ditolak karena masuk lebih dari pukul 8.

Untuk dapat diinterview, kami harus melewati beberapa pos. Pos pertama screening surat undangan untuk interview. Setelah oke, kami harus mengisi formulir. Dan di sini kami menghadapi hambatan pertama, yakni foto isteri saya tidak memperlihatkan telinganya. Jadi kami terpaksa harus keluar dari kedutaan dan ambil foto di daerah Sabang.

Kemudian kami balik lagi ke kedutaan dan membayar pendaftaran USD 100 per orang. Jadi kami harus mengeluarkan USD 500 untuk suatu interview yang 90% berakhir dengan penolakan.

Setelah formulir pendaftaran diperiksa, kami boleh masuk ke dalam dan menunggu panggilan. Setelah itu kami masuk lagi ke pos selanjutnya dan menunggu lagi. Kali ini kami sudah sangat dekat dengan loket interview dan kami bisa melihat banyak dari orang2 yang datang memohon visa ditolak. Tidak sedikit dari mereka yang pernah ditolak sebelumnya. Bahkan ada yang sudah 3 kali dan tetap datang karena masih mau mencoba.

Saya berdebar juga, tetapi karena sudah mempersiapkan diri untuk ditolak, maka saya bersikap nothing to lose. Saya hanya berdoa sekali lagi, “Tuhan Yesus, jika kamu mengizinkan saya datang menghadiri pernikahan adik saya, dan juga mengizinkan anak2 saya ke Disneyland, maka mohon agar Engkau turun tangan dan loloskan kami dalam interview ini.”

Ketika giliran bibi saya dipanggil, saya mendampinginya karena bibi saya tidak bisa berbahasa Inggris. Dan ketika bibi saya ditanya dengan siapa dia akan pergi ke Amerika, maka saya menjawab dengan saya. Maka penginterview tersebut mempesilakan bibi saya duduk dan melanjutkan interview dengan saya.

Maka mulailah suatu interview yang mendebarkan. Pertanyaan demi pertanyaan saya jawab apa adanya. Dan penginterview juga ingin melihat anak2 saya (yang tentu ikut dengan saya). Dan setelah itu, dia bilang bahwa saya 2 (dua) hari lagi datang untuk mengambil visa. “Paspor kalian tinggal di sini,” katanya.

Saya mengucapkan banyak terima kasih dan berkata pada anak2 bahwa kita jangan senang dulu karena bisa jadi visanya tidak jadi diberikan. Cuman teman2 saya dan boss saya mengatakan jika paspor ditahan, berarti saya dapat visa. Saya tetap belum yakin sebelum hari H ambil paspor.

Dan ketika hari H tiba, saya meminta tolong kurir kantor untuk mengambil paspor kami dan ketika paspor saya buka, saya langsung mengucap syukur pada Tuhan karena visa yang diberikan pada kami adalah visa untuk 5 tahun. Puji Tuhan! Dan saya kabarkan berita tsb pada isteri, bibi, dan anak2 saya yang tentu menyambut dengan gembira.

Salam kasih, Deny S Pamudji

Wednesday, February 11, 2009

Berkat Dari Mengajar

Berkat Dari Mengajar

Banyak cara Tuhan memberkati kita. Dan yang ingin saya saksikan ialah bagaimana salah satu berkat Tuhan saya dapatkan karena saya pernah mengajar.

Cerita singkatnya begini. Dalam Kejadian 2:24 tertulis “Sebab itu seorang laki2 akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.”

Saya menafsirkan ayat tersebut jika seseorang ingin menikah, maka dia perlu pisah dengan orangtuanya. Penafsiran saya ini berdasarkan pengamatan yang saya lakukan. Seseorang yang menikah dan masih tinggal dengan orangtuanya (maaf), rata2 hidup kurang mandiri karena mungkin dalam pikiran mereka, orangtua mereka akan membantu dalam segala hal sehingga mereka hidup lebih santai dan bergantung pada orang lain.

Selain itu saya juga mengamati bahwa hidup bersama orangtua sesudah menikah, akan menghadapi masalah yang pelik, antara lain dalam mendidik anak. Kakek/nenek mempunyai kecenderungan memanjakan cucu2nya. Sehingga akan timbul konflik apabila kita ingin mendisiplinkan anak2 kita.

Saya kira masih banyak masalah lain seperti konflik hubungan antara orangtua kita dengan isteri kita. Sulit sekali untuk memilih antara orangtua dan isteri apabila terjadi konflik. Karena orangtua yang melahirkan/membesarkan kita. Isteri adalah belahan jiwa yang kita sayangi.

Jadi tekad saya untuk hidup pisah pada saat menikah adalah sesuatu yang tidak saya tawar2. Itu harus. Entah kos atau beli. Cuman saya beriman bahwa saya harus memiliki satu rumah. Kecil pun tidak apa. Karena ‘home sweet home’, yang penting rumah sendiri dan kita penguasa rumah tersebut.

Usaha pencarian rumah tidaklah mudah. Mungkin jika dana cukup, agak lebih mudah. Tapi saya? Tiap bulan saja habis. Tidak ada tabungan. Makanya saya sempat putus asa ketika mengetahui harga2 rumah yang paling murah 30 juta dan DP harus antara 10-20%.

Saya tidak tahu sudah berapa banyak rumah yang saya kunjungi dan selalu berakhir dengan gigit jari. Terakhir saya berkunjung ke suatu perumahan (BIP) di daerah perbatasan Jakarta dan Tangerang.

Sebenarnya tidak sengaja untuk berkunjung ke tempat itu. Saya ke sana karena tersesat cari putaran balik pulang setelah mengunjungi perumahan lain. Dan ketika melihat ada billboard perumahan, saya pikir ah, kenapa tidak mampir. Maka masuklah saya ke perumahan tersebut.

Perumahan ini tidak besar. Tapi ada yang saya senang dari perumahan ini ialah ada jalan khusus menuju perumahan itu dan perumahan tidak terbuka. Artinya hanya satu akses saja sehingga cukup tenang untuk dihuni.

Saya tidak menyadari ketika saya bertanya2 tentang harga rumah, ada seseorang mengamati saya dan akhirnya menghampiri saya. Dia menegur “Sir, masih ingat pada saya?” tanyanya. “Siapa ya?,” jawab saya bingung (karena kurang mengenalinya). “Saya Ricky. Murid Sir, di SIT.” jawabnya menerangkan. “Oh, kamu, Ricky.” jawab saya setelah mengingat2 bahwa saya pernah mengajar bahasa Inggris untuk kelas intensive untuk ke luar negeri.

Akhirnya setelah omong2, saya diberikan Ricky suatu kemudahan. Rumah yang 30 juta, dapat dibayar dengan DP 20% + KPR 80%. Cuman … ada beda yang luar biasa. Yakni saya boleh mencicil DP yang 20% itu menjadi 6 bulan. Dan baru akad KPR pada bulan ke 7.

Wow, luar biasa! Jika saja saya dulu tidak mengajar bahasa Inggris, hingga kini mungkin saya tidak dapat membeli rumah yang saya tempati sekarang.

Dalam blog berikutnya (Perjalanan ke Amerika 1 & 2) saya akan menyaksikan bagaimana kami bisa pergi ke Disneyland – USA dengan kemudahan dan kenyamanan yang tidak pernah kami bayangkan.

Salam kasih, Deny S Pamudji

Tuesday, February 10, 2009

The Storm

The Storm
Author: Unknown

There was once a man who didn't believe in God and he didn't hesitate to let others know that he felt religion and religious holidays, like Christmas, were a lot of childish fairy tales. He said that religion was a crutch for people who were too stupid to figure things out for themselves or too fearful to live by their own strength. If God were real He sure wouldn't do some of the dumb things people said He did.

His wife, however, did believe in God and was always quick to say that she was born again. She raised their children to also have faith in God despite his disparaging comments.

One snowy Christmas Eve, his wife was taking their children to a Christmas Eve service in the farm community in which they lived. She asked him, as always to come, but he refused. "What a lot of nonsense!" he said. "Why would God lower Himself to come to Earth as a man? That's ridiculous!" So she and the children left, and he stayed home.

While they were gone, the wind and snow grew stronger until it was a blizzard. As the man looked out the window, all he saw was a blinding snowstorm. He sat down to relax before the fire. He knew his wife would not venture back on the road till the storm abated and he knew there were good snow tires on their SUV. So, nothing to do except enjoy the peaceful evening.

Then he heard a loud thump. Something had hit the window. Then another thump. He looked out, but couldn't see more than a few feet. When the snow let up a little, he ventured outside to see what could have been beating on his window.

In the field near his house he saw a flock of wild geese. Apparently they had been flying south for the winter when they got caught in the snowstorm and couldn't go on. They were lost and stranded by this storm. They just flapped their wings and flew around the field in low circles, blindly and aimlessly. A couple of them had flown into his window, it seemed. The man felt sorry for the geese and wanted to help them. The barn would be a great place for them to stay, he thought. It's warm and safe; surely they could spend the night and wait out the storm.

So he walked over to the barn and opened the doors wide, then watched and waited, hoping they would notice the open barn and go inside. But the geese just fluttered around aimlessly and didn't seem to notice the barn or realize what it could mean for them. The man tried to get their attention, but that just seemed to scare them and they moved further away.

He went into the house and came with some bread, broke it up, and made a bread crumb trail leading to the barn. They still didn't catch on. Now he was getting frustrated. He got behind them and tried to shoo them toward the barn, but they only got more scared and scattered in every direction except toward the barn. Nothing he did could get them to go into the barn where they would be warm and safe.

"Why don't they follow me?!" he exclaimed. "Can't they see this is the only place where they can survive the storm?" He thought for a moment and realized that they just wouldn't follow a human. "If only I were a goose, then I could lead them," he said out loud. Then he had an idea.

He went into barn, got one of his own geese, and carried it in his arms as he circled around behind the flock of wild geese. He then released it.

His goose flew through the flock and straight into the barn--and one by one the other geese followed it to safety. He stood silently for a moment as the words he had spoken a few minutes earlier replayed in his mind: "If only I were a goose, then I could save them!"

Then he thought about what he had said to his wife earlier. "Why would God want to be like us? That's ridiculous!" Suddenly it all made sense. That is what God had done. We were like the geese, blind, lost, perishing. God had His Son become like us so He could show us the way and save us. That was the meaning of Christmas, he realized.

As the winds and blinding snow died down, his soul became quiet and pondered this wonderful thought. Suddenly he understood what Christmas was all about, why Christ had come. Years of doubt and disbelief vanished like the passing storm. He fell to his knees in the snow, and prayed his first prayer: "Thank You, God, for coming in human form to get me out of the storm!"

In His Service, <>< Sherry and Jim Heard

Friends

Friends Are God’s Way Of Taking Care Of Us

This was written by a Hospice of Metro Denver physician ..

I just had one of the most amazing experiences of my life, and wanted to share it with my family and dearest friends:

I was driving home from a meeting this evening about 5, stuck in traffic on Colorado Blvd., and the car started to choke and splutter and die – I barely managed to coast, cursing, into a gas station, glad only that I would not be blocking traffic and would have a somewhat warm spot to wait for the tow truck. It wouldn't even turn over. Before I could make the call, I saw a woman walking out of the "quickie mart" building, and it looked like she slipped on some ice and fell into a gas pump, so I got out to see if she was okay. When I got there, it looked more like she had been overcome by sobs than that she had fallen; she was a young woman who looked really haggard with dark circles under her eyes. She dropped something as I helped her up, and I picked it up to give it to her. It was a nickel. At that moment, everything came into focus for me: the crying woman, the ancient Suburban crammed full of stuff with 3 kids in the back (1 in a car seat), and the gas pump reading $4.95. I asked her if she was okay and if she needed help, and she just kept saying "I don't want my kids to see me crying," so we stood on the other side of the pump from her car. She said she was driving to California and that things were very hard for her right now.

So I asked, "And you were praying?" That made her back away from me a little, but I assured her I was not a crazy person and said, "He heard you, and He sent me."

I took out my card and swiped it through the card reader on the pump so she could fill up her car completely, and while it was fueling walked to the next door McDonald's and bought 2 big bags of food, some gift certificates for more, and a big cup of coffee. She gave the food to the kids in the car, who attacked it like wolves, and we stood by the pump eating fries and talking a little.

She told me her name, and that she lived in Kansas City. Her boyfriend left 2 months ago and she had not been able to make ends meet. She knew she wouldn't have money to pay rent Jan 1, and finally in desperation had finally called her parents, with whom she had not spoken in about 5 years.

They lived in California and said she could come live with them and try to get on her feet there. So she packed up everything she owned in the car. She told the kids they were going to California for Christmas, but not that they were going to live there.

I gave her my gloves, a little hug and said a quick prayer with her for safety on the road. As I was walking over to my car, she said, "So, are you like an angel or something?"

This definitely made me cry. I said, "Sweetie, at this time of year angels are really busy, so sometimes God uses regular people." It was so incredible to be a part of someone else's miracle. And of course, you guessed it, when I got in my car it started right away and got me home with no problem. I'll put it in the shop tomorrow to check, but I suspect the mechanic won't find anything wrong.

Sometimes the angels fly close enough to you that you can hear the flutter of their wings...

“Cast thy burden upon the LORD, and he shall sustain thee: he shall never suffer the righteous to be moved.” –Psalm 55:22

*******************************************************************
In His Service, <>< Sherry and Jim Heard

Friday, February 06, 2009

Menikah Tanpa Keluar Uang

0122_resize

Menikah Tanpa Keluar Uang

Siapa pun tahu bahwa menikah itu pasti memakan banyak biaya. Baik itu pesta besar ataupun hanya sekedar pesta kecil/keluarga. Tapi, saya menikah tanpa keluar uang. Bagaimana hal itu terjadi? Saya ingin sharing apa yang telah saya lakukan dan alami.

Ketika itu bulan November 1994. Saya dan pacar saya sudah pacaran lebih dari 5 tahun. Kami sebenarnya hanya iseng2 saja ke King Photo untuk menanyakan berapa harga sewa baju pengantin. Ketika itu harganya sekitar 3 juta untuk sewa baju pengantin dan foto studio. Baju pengantin wanita yang kami pilih ternyata baru sekali dipakai. Dan kami melihat bagus modelnya. Pacar saya senang sekali ketika mencobanya. King Photo mengatakan bahwa baju tsb bisa dipinjamkan untuk bulan Desember.

Dan secara iseng pula, saya pergi ke restoran Nusantara di Duta Merlin menanyakan perihal pesta makan meja. Karena kami pikir itu jauh lebih hemat dibandingkan dengan pesta prasmanan. Maklumlah kami memang tidak berniat mengundang banyak orang.

Secara iseng pula, kami menanyakan apakah bulan Desember ada tempat? Dan pihak restoran balik bertanya tanggal berapa? Saat itu kami hanya berpikir bahwa pesta pernikahan paling jarang diselenggarakan hari Sabtu. Maka kami melihat kalendar bulan Desember dan mata kami tertuju pada suatu tanggal yang mudah diingat yakni tanggal 17, tanggal kemerdekaan Indonesia. Maka kami katakan tgl 17 Desember. Dan pihak restoran memastikan bahwa tgl 17 Desember masih kosong.

Entah mengapa ada dorongan untuk menyetujui tanggal tersebut. Dan kami pun membuat surat perjanjian dan untuk down payment, saya menggesek kartu Diners Club saya. Kami kemudian menelpon King Photo untuk mengkonfirmasi peminjaman baju pengantin untuk tanggal 17 Desember.

Ketika pulang, kami berdua mengatakan rencana kami pada orangtua kami. Dan pihak orangtua yang sudah mengenal kami berdua tidak menolak rencana kami. Cuman mereka bilang mengapa harus begitu cepat dan tidak berunding dengan mereka dulu? Kami mengatakan bahwa kami mencoba berdiri sendiri tanpa menyusahkan orangtua dalam penikahan kami.

Maka mulailah kami mengadakan persiapan penikahan yang berjarak hanya 1 bulan. Dari persiapan melamar hingga undangan untuk pernikahan kami. Ya, memang terasa sangat padat, tapi justeru menyenangkan karena dengan demikian kita bisa terpacu untuk berbuat lebih cepat dan lebih tepat.

Singkat cerita, kami berhasil menikah pada tanggal 17 Desember 1994. Dan ketika kami harus membayar semua biaya, ternyata uang yang kami peroleh dari tamu-tamu yang kami undang tidak kurang sesen pun. Sungguh Tuhan luar biasa. Saya sendiri sempat kuatir bagaimana membayar tagihan kartu kami jika uang yang kami dapatkan kurang.

Hal lain yang mengejutkan ialah kami bisa melakukan akad nikah di Pondok Puteri Duyung dengan menyewa dua tempat di sana. Satu untuk keluarga saya dan satu lagi untuk keluarga isteri saya.

Memang hidup di dalam iman pada Tuhan Yesus sungguh penuh hal-hal yang mustahil/tidak masuk diakal.

Deny S Pamudji

Popular Posts